Diberdayakan oleh Blogger.
  • Home
  • About
  • Lifestyle
  • Personal
    • Opini
    • Thoughts
    • Slice of Life
    • Poetry
    • Intermeso
  • Podcast
  • Review
instagram twitter LinkedIn YouTube Spotify Email

Notes of Little Sister



 
Rekomendasi Bootcamp UI/UX Design Harisenin

Mendukung era teknologi yang semakin gencar, beragam platform pendidikan berbasis online di Indonesia berlomba-lomba menyediakan program belajar yang mudah diakses dimanapun dan kapanpun bagi siapa saja yang ingin beralih karir, atau memulai karir di bidang tertentu, contohnya bootcamp UI/UX Design yang memberi dampak besar dalam perkembangan industri digital. 

Meningkatnya jumlah bootcamp online tentunya nggak terlepas dari minat masyarakat dan peluang kerja yang terus bertambah terhadap industri ini. Pada bidang profesi UI/UX Designer, kebutuhan semakin meningkat seiring dengan tuntutan pasar yang mulai merambah ke penggunaan aplikasi. Sehingga hal ini membuat para pelaku industri giat mengembangkan dan menciptakan produk mereka sebagus mungkin agar dapat bersaing dengan kompetitor.

Tunggu, deh. Memangnya seberapa penting sih UI/UX Design itu?🤔

Mengenal lebih dalam tentang UI dan UX

Dalam suatu pembuatan aplikasi, UI/UX Designer memiliki peranan penting dalam pengembangan produk digital, untuk dapat memberikan tampilan dan pengalaman yang nyaman bagi pengguna saat mengakses aplikasi mereka.
UI/UX sendiri merupakan singkatan dari User Interface dan User Experience. Secara spesifik, user interface design atau desain antarmuka pengguna yakni mencakup apa saja yang akan dilihat pengguna di layar aplikasi, misalnya teks, penggunaan warna, background, ikon, atau animasi dan elemen-elemen bergerak lainnya. Seseorang yang berkecimpung di bidang desain grafis, biasanya akan mendalami UI Design pula, atau sebaliknya. 
Sementara itu, UX Design berfokus pada pengalaman pengguna, seperti merancang alur interaksi dan pengalaman yang akan dimiliki mereka ketika menggunakan aplikasi. UX Designer memastikan bahwa produk yang dikembangkan dapat digunakan dengan nyaman, menyenangkan, serta mudah diakses oleh pengguna. 
Saat ini terdapat banyak bootcamp UI/UX Design di Indonesia yang dapat kita jumpai dengan mudah di internet. Namun, mungkin hanya beberapa yang bisa menawarkan fasilitas yang lengkap, dan berhasil menyalurkan ribuan alumni hebat di berbagai top company. Salah satu bootcamp yang punya nilai plus ini dan mau gue rekomendasikan kepada teman-teman adalah program bootcamp UI/UX Design dari Harisenin.com.
Harisenin.com sudah banyak menciptakan program belajar online yang relevan di dunia kerja dan sangat suportif dalam membantu para career shifter mengejar impian mereka, dari mulai bootcamp Digital Marketing, Auditor & Financial Analyst, Full-stack Website Development, Human Resources, hingga bootcamp UI/UX Design & Product Management.

Apa sih yang akan didapat dari bootcamp Harisenin.com?

1. Kurikulum

Peserta bootcamp UI/UX Design nantinya akan belajar sebanyak 24 sesi dengan tutor-tutor yang telah berpengalaman. Tak hanya soal UI/UX, mereka juga akan mempelajari secara spesifik tentang Product Management. Beberapa sesi di antaranya meliputi Product Development, UI Principles and Fundamental, Prototyping, dan masih banyak lagi!

2. Harga Terjangkau

Rekomendasi Bootcamp UI/UX Design Harisenin


Program UI/UX Design Harisenin.com berlangsung selama 4-5 bulan. Seperti yang bisa dilihat, dengan kisaran harga yang sudah terjangkau—yakni mulai 2 juta rupiah saja, periode selama itu menurut gue sudah sangat intens dibandingkan bootcamp lain yang hanya berlangsung selama satu atau dua bulan. Bahkan masih terbilang lebih worth it jika dikomparasi dengan bootcamp yang berlangsung lebih lama, tetapi biaya 4 kali lipat di atasnya.

Udah harganya terjangkau, pembayaran pun bisa dicicil sebanyak lima kali. Jadi, untuk teman-teman yang masih kuliah dan nggak bisa membayar full, boleh banget pakai metode pembayaran ini😊.

3. Job Connect

Harisenin juga menyediakan fasilitas yang sangat lengkap dalam mendorong karir mentee, seperti job connect dan career coaching. Kedua hal ini sangat diperlukan untuk membantu menjawab berbagai keresahan peserta seputar karir, khususnya bagi fresh graduates yang masih belum tahu soal tips interview, atau alur rekrutmen di sebuah perusahaan.

Yuk, simak cerita lengkap salah satu alumni UI/UX Design harisenin yang sempat galau dengan quarter life crisis, dan saat ini sudah bekerja di salah satu perusahaan😉.

4. Job Guarantee

Satu hal lagi yang sangat gue kagumi dari Harisenin.com ialah adanya job guarantee, atau jaminan kerja. Melalui jaminan ini, apabila kamu belum mendapatkan pekerjaan dalam kurun waktu 365 hari setelah lulus dari bootcamp yang diikuti, kamu berhak mendapatkan dana pengembalian hingga di atas 110%. Itu semua dilakukan karena Harisenin.com peduli terhadap karir setiap alumninya dan ingin agar mereka berhasil menyalurkan minat dan pengetahuan yang telah didapatkan selama proses belajar di bootcamp Harisenin.

5. Final Project

Selain keempat benefit di atas, ada juga final project dimana peserta dapat mempraktikan secara langsung apa yang telah mereka pelajari selama di kelas. Fasilitas ini dapat memberi kesempatan besar kepada peserta untuk berlatih secara professional dengan didampingi oleh team buddy yang handal di bidangnya, sebelum nantinya terjun di lapangan kerja.

Rekomendasi Bootcamp UI/UX Design Harisenin.com
Redesign App Superindo, Hasil Final Project Group 8 Bootcamp UI/UX Design Harisenin

Inilah salah satu gambaran dari hasil final project yang para alumni sudah kerjakan. Masing-masing dari mereka dibagi ke dalam beberapa grup, agar proses pengerjaan proyek dapat dilakukan dengan intens dan lebih terarah. Selain slide lengkap di atas, kamu juga bisa melihat prototype mereka disini! Super keren dan kreatif, bukan?🤩👏

Bukan bootcamp yang cuma jual sertifikat dan janji

Sebagai mantan anak bootcamp, gue bisa bilang bahwa kelima benefit di atas adalah hal yang paling fundamental dari sebuah program bootcamp. Memberikan fasilitas job connect, career coaching dan real project adalah tindakan yang nyata untuk menunjang keberlangsungan karir peserta. Umumnya, orang-orang mendaftar bootcamp untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang diimpikan, bukan? Maka nggak cuma sebatas belajar dari tutor dan dapat sertifikat, tetapi ada timbal balik yang bisa mentee dapatkan dengan belajar di Harisenin.com.

Sebelum bergabung dengan bootcamp selama 4-5 bulan, kamu juga bisa ikut free trial class-nya terlebih dahulu. Bagi yang masih ragu-ragu ingin mengikuti bootcamp atau nggak, sangat dianjurkan untuk mendaftar free trial-class ini. Jadi, nggak ada deh kata menyesal karena merasa kecemplung di bootcamp yang hanya menawaran "mimpi". Gue sih bisa jamin habis trial class-nya beres, banyak yang berbondong-bondong langsung daftar bootcamp😆.

Selain itu, untuk memastikan bahwa alumni mereka mendapatkan pekerjaan yang relevan, Harisenin.com telah bekerjasama dengan lebih dari 200 perusahaan di berbagai bidang. Setelah lulus dari program, nantinya para alumni akan dihubungkan ke perusahaan-perusahaan tersebut dengan bantuan dari Hiring Partner. So, dengan adanya garansi up to 110% dan program Hiring Partner, peserta bootcamp Harisenin nggak perlu khawatir akan lulus tanpa mendapatkan apa-apa. Karena Harisenin.com selalu berusaha untuk memberikan hasil yang terbaik bagi alumninya😌😉.

Kira-kira, apakah kamu tertarik untuk ikut bootcamp UI/UX Design di Harisenin.com? atau mau coba program bootcamp yang lain? Please, let me know di kolom komentar, ya!😍😁
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar

Ada yang pernah dengar istilah Spoonerism? Atau adakah di antara kalian yang kalau ngomong suka keselip alias terbolak-balik? Seperti Isyana Sarasvati, dari "bener dong" jadi "beneng dor", dan "terpesona" jadi "tersepona".

Jika ada di antara kalian yang sering mengalami hal serupa, welcome to the club!🙌🏻

Spoonerisme, Alasan Utama Lidah Keseleo

Gue pribadi adalah satu dari sekian orang yang sering banget mengalami selip lidah atau terbolak-balik saat bicara. Contohnya persis seperti yang gue sebut di atas. Kosakata yang baru-baru ini nggak sengaja gue ucapkan itu adalah, "enak" jadi "anek". Gue juga belum lama keseleo pas bilang gave birth, jadi give barth, padahal nggak ada artinya. Gue pikir awalnya aneh, tapi pada kenyatannya banyak banget orang-orang di luar sana yang sering mengalami hal demikian. 

Awalnya gue nggak peduli untuk cari tahu lebih lanjut tentang ini, yang gue tahu, mungkin thinking proccess-nya lebih cepat daripada mulut gue, dan barangkali memang gue aja yang kalau ngomong kecepetan. Setelah ditelusuri, ternyata kondisi semacam ini dinamakan Spoonerisme.

Spoonerisme (spoonerism) adalah kesalahan bicara yang berkaitan dengan transposisi fonetik dalam huruf mati, huruf hidup atau morfem yang biasanya terbolak-balik di antara dua kata dalam sebuah frasa. Istilah spoonerism diambil dari nama William Archibald Spooner (1844-1930), penjaga New College, Oxford, Inggris, yang sering bicara terbolak-balik saat itu. Spoonerisme juga dikenal sebagai marrowsky, seperti nama seorang Polandia yang juga mengidap kebiasaan serupa. 

Biasanya seseorang secara spontan melakukan kesalahan pengucapan ini disebabkan karena gugup, kurang konsentrasi atau terlalu cepat berbicara. Namun ada juga yang memang memiliki kesulitan secara verbal karena terlalu lama diam di suatu negara yang berbeda dengan yang dia tinggali sekarang. Dan karena situasi ini dialami oleh banyak sekali orang di belahan dunia, tentu saja kata atau kalimat yang keselip gak hanya ada dalam bahasa Indonesia. Bahasa Inggris pun banyak yang seringkali bisa keseleo, seperti contoh di bawah ini:
  • "A blushing crow." ("crushing blow")
  • "A well-boiled icicle" ("well-oiled bicycle")
  • "You were fighting a liar in the quadrangle." ("lighting a fire")
  • "Is the bean dizzy?" ("Dean busy")
  • "Someone is occupewing my pie. Please sew me to another sheet." ("Someone is occupying my pew. Please show me to another seat.")
Dalam bahasa Indonesia sendiri, kata atau kalimat yang biasa kepleset adalah sebagai berikut (contoh ini diambil langsung dari testimoni gue saat sedang keselip lidah):
  • "Nanti aku kuping jewermu ya!" ("Nanti aku jewer kupingmu ya!")
  • "Hudas kok." ("Sudah kok") 
  • "Aku makan sudah" (Aku sudah makan) 
  • "Dasar budaya darat" (Dasar buaya darat) 
  • "Aku mau odun!" (Aku mau udon—makanan Jepang) 
  • "Tutupnya pintu." (Tutup pintunya) 
Nah, kira-kira begitulah contoh kosakata yang sering terbalik saat gue ucapkan. Tentu ini belum termasuk kata-kata lain yang gue lupa untuk catat di notes😂

Kalau teman-teman, bagaimana? Apakah ada yang mengalami hal serupa? Let me know, ya!🤩
Share
Tweet
Pin
Share
5 komentar
Berawal Dari Kegelisahan (How to produce a creative content with Raditya Dika)

Mendadak gue ingat pernah ikut kelas "Persiapan Menjadi Video Creator" bersama Raditya Dika yang diselenggarakan oleh Kominfo x Siberkreasi tahun lalu dan ingin menuliskan sedikit bahasan pentingnya pada kelas waktu itu. Dalam salah satu sesi, Bang Radit sempat memberikan tips tentang bagaimana caranya membuat ide konten yang kreatif dan bermanfaat.

Menurutnya, hal tersebut bisa dimulai dengan memikirkan kegelisahan diri sendiri, diikuti dengan memikirkan cara untuk bisa menghadapi kegelisahan tersebut. Iyap, jadi pada dasarnya, kita yang punya masalah, kita sendiri yang cari jalan keluarnya, lalu kita coba bagikan deh, ke khalayak umum. Barangkali konten tersebut ngena di sebagian orang, atau mungkin bisa menjadi solusi dan jawaban juga atas kegelisahannya.

Contohnya terdapat di dalam konten-konten Raditya Dika sendiri yang mana salah satunya dapat kita lihat lewat video reels berikut ini:

View this post on Instagram

A post shared by Raditya Dika (@raditya_dika)


Dalam video itu, kegelisahan Radit adalah: tidak bisa tidur dengan lampu dinyalakan, namun ia lupa mematikan lampu dan malas turun lagi saat sudah beranjak ke kasur. 

Cara unik yang dia lakukan untuk bisa mematikan lampu, atau supaya bisa tidur meski lampu dinyalakan adalah dengan melemparkan bola kasti ke arah saklar menggunakan tongkat baseball. Hal itu ia lakukan bukan semata-mata agar saklar bisa tertekan off, tapi agar dia merasa kelelahan dan setelah itu bisa tidur meski lampu dinyalakan.

Well, cara ini memang nggak bisa dilakukan untuk semua orang, mengingat ini hanya komedi🤣. Tapi itulah fondasi yang dimiliki Bang Radit dalam membuat konten-kontennya yang out of the box. 

Selama kelas berlangsung, gue jadi mikir, kira-kira konten atau tulisan apa yang bisa gue buat based on kegelisahan yang gue miliki, ya🤔 Apakah jangan-jangan sebenernya gue udah pernah buat yang sesuai dengan content pillar Bang Radit?

Turns out, setelah gue baca-baca ulang beberapa postingan lama, selama ini gue sudah banyak menuliskan tentang kegelisahan gue ke blog—dan mungkin juga teman-teman bloggers yang lain secara nggak sadar. Walaupun memang nggak semua gue terapkan pilar yang kedua: cara mengatasi kegelisahan tersebut, tapi gladly gue sudah mengerti gimana basis dalam membuat konten itu berkat ilmu yang gue dapat dalam kelasnya Bang Radit.

Beberapa contoh tulisan gue yang berangkat dari kegelisahan adalah Bahagia Perlu Uang? dan Don't Stop. Dalam postingan yang pertama, gue mengajak orang-orang terkhusus teman-teman yang sama-sama sedang mengalami krisis seperempat abad untuk bekerja keras dan memiliki growth mindset terhadap uang, karena bagaimana pun alat tukar ini bisa memberi sedikit banyaknya power dalam hidup kita, entah itu untuk menghidupi diri dan keluarga, atau membantu orang-orang yang tengah kesulitan di luar sana. 

Mengapa ini jadi kegelisahan gue? Karena ketika menulis itu, keluarga gue sedang mengalami masalah pelik soal keuangan. Mungkin ada tiap hari dimana kami harus memutar otak gimana agar uang ini bisa terus berputar, misalnya dipakai untuk berdagang, dan gimana caranya agar uang yang dihasilkan bisa jadi modal untuk hari esok dan nggak habis dipakai menutupi kebutuhan rumah tangga.

Therefore, I came up with the conclusion bahwa keluarga gue akan bisa lebih sejahtera dan senang if I could earn more money for them. Supaya gue bisa bantu biayai adik-adik yang sebentar lagi akan masuk kuliah tahun depan, bisa bayar orang untuk bantu-bantu jalankan UMKM eyang gue, supaya bisa support financial kedua orangtua gue, lalu sisanya ingin bisa membantu orang-orang yang membutuhkan di sekitar. Sebab gue pernah dengar dan belajar, bahwa ujian bagi seseorang itu sebetulnya bisa jadi ujian juga untuk kita. Apakah kita mau bantu seseorang itu untuk melalui 'ujiannya' atau nggak?

Lalu tulisan yang kedua, Don't Stop, berangkat dari kegelisahan gue yang merasa belum qualified enough untuk lulus dari jurusan yang gue tempuh. Gue merasa bodoh dan salah jurusan, karena nggak banyak ilmu yang bisa gue bawa sampai detik itu menjadi mahasiswi. 

Karena saat itu gue masih ingin mengejar cita-cita di bidang yang linear, maka dalam tulisan itu gue maksudkan (lebih tepatnya kepada diri sendiri) bahwa penting untuk kita kembali fokus dengan tujuan awal dan kembali menata rencana-rencana yang bisa kita susun saat diri kita tengah goyah dan kehilangan arah akan tujuan hidup kedepan. Tentunya dalam kasus gue adalah mencari metode belajar yang cocok, dan mengurangi intensitas penggunaan media sosial agar bisa lebih fokus, nggak lagi terdistraksi dengan bisingnya kehidupan internet. 

Hal yang sama juga gue terapkan pada podcast gue, Notes of Little Sister. Kalau teman-teman perhatikan, hampir semuanya mengarah pada kegelisahan dan bagaimana sebaiknya kita deal dengan itu (tentunya menurut diri gue sendiri), and yesss, semua topik itu nggak jauh-jauh dari kehidupan personal gue yang diharapkan bisa jadi salah satu sarana pengembangan diri untuk siapapun yang mendengar. Nanti gue akan posting khusus tentang podcast, bakal ada yang baca nggak yaa?😆

Lihat juga: Manusia Lemah


Berawal Dari Kegelisahan (How to produce a creative content with Raditya Dika)

Kembali soal tips membuat konten dari Raditya Dika, selain mengambil inspirasi dari kegelisahan diri sendiri, tentunya kita juga bisa menjadikan kegelisahan yang kita miliki terhadap lingkungan sekitar sebagai ide konten. Dan tanpa disadari, ini cara yang sudah dilakukan banyak content creator untuk menghasilkan konten-konten yang menarik dan untuk menjangkau massa yang sesuai dengan segmentasinya masing-masing. 

Para content creator ini berbondong-bondong memproduksi konten berdasarkan kegelisahan dan isu-isu yang happening di kehidupan sosial kita. Misalnya aja isu kesehatan mental, pelecehan seksual, investasi bodong, sampai ke persoalan quarter life crisis. Masing-masing dari mereka menawarkan cara uniknya tersendiri untuk bisa melewati atau menemukan solusi bagi audiens dari berbagai permasalahan tersebut—and most of the time it helps! 

Yang paling menarik, nggak cuma konten dengan topik yang serius aja yang bisa diangkat dari keresahan publik, konten berjenis komedi atau hiburan pun masuk-masuk aja, lho. Contohnya yaa kayak video Bang Radit di atas😆

So, buat yang sering kena writer's block, stuck dan kehabisan ide untuk menulis konten, mungkin bisa mencoba dengan breakdown satu per satu apa yang menjadi kegelisahan teman-teman. Dimulai dari skala yang paling kecil, yakni dalam diri, sampai skala yang terbesar. 

Kira-kira, ide konten apa aja sih yang udah teman-teman buat based on kegelisahan? Yuk, sharing!🤩






Share
Tweet
Pin
Share
6 komentar
Jadi Penggemar Fanatik Bulutangkis

First of all, gue harap nggak ada yang salfok lagi ya sama judulnya since it looks a bit controversial kayak postingan Kiamat Sudah Dekat😆. Again, akhir-akhir ini tiap gue publish tulisan tuh pasti tau-tau udah menginjak bulan baru aja. So i have to start this post with regret karena bulan kemarin cuma bisa nerbitin satu tulisan, padahal tadinya pingin bisa capai 100 post in total, hiks *menangis di pojokan*.

Emangnya apa sih, Awl, yang bikin kamu nggak bisa stay up to date di mari?

Well, banyak alasannya, but one of them is I'm trying to catch up all of the badminton tournament this few months yang bener-bener berhimpitan tiada henti sejak Sudirman Cup—sebagai penonton, definitely. Gue nggak ingat apakah sebelumnya pernah bilang kalau gue penikmat olahraga badminton atau belum, tapi gue akan share lengkapnya disini (cause I have no idea what to share this time).

Bisa dibilang gue adalah pencinta bulutangkis sejak masih di bangku SD, mungkin sekitar tahun 2008 atau 2009? Saat itu Taufik Hidayat masih jadi tunggal putra unggulan kita, karena beliau pensiun pada tahun 2011. Gue ingat banget gimana riuhnya Istora tiap kali ada Indonesia Open, dan tiap kali ditayangin di TV. I was so excited! Karena selain Indonesia Open, dulu tuh susah banget buat dapet tayangan khusus pertandingan bulutangkis. Gue harus nunggu major event semacam Sea Games atau Asian Games dulu yang diadakannya hanya beberapa tahun sekali, baru bisa nonton bulutangkis. 

Jujur, dulu gue nggak begitu ngerti istilah-istilah atau teknik permainan yang belaku di dalam cabor ini, mungkin karena masih terlalu kecil buat bisa langsung paham, terlebih ekstrakurikulernya bukan yang paling diminati di sekolah. So, yang gue tau bulutangkis ini satu-satunya olahraga yang bisa dimainkan oleh mayoritas orang Indonesia (even kalau nggak punya raket, pake benda datar lain juga bisa lho main tepok bulu! Gue pernah coba pakai buku tulis soalnya😝). Berbeda dengan sekarang, semua informasi bisa gue akses di internet. Bahkan nggak cuma soal teknik permainan segala macam, tapi juga tentang sejarah bulutangkis dan para pemain legendanya sendiri bisa dengan mudah gue cari. Gue pun bisa terhubung langsung dengan pemain-pemainnya di media sosial, dari yang atlet nasional, sampai para atlet mancanegara—walaupun mereka nggak notice keberadaan gue di antara sekian ratus ribu orang, haha.

Seiring beranjak dewasa, ternyata bulutangkis masih menjadi satu-satunya olahraga yang gue cintai, termasuk para atlet kebanggaan kita. Bisa dibilang badminton ini satu-satunya cabor yang bikin jiwa nasionalis gue makin berapi-api when it comes to 🇮🇩. Dan di tahun ini, to be honest menjadi tahun yang paling mengharukan untuk sejarah bulutangkis Indonesia. Nggak cuma buat gue, tapi juga mungkin teman-teman badminton lovers di luar sana.

Selain meraih medali emas dari Greysia/Apri, pasangan non-unggulan yang berhasil menciptakan sejarah (the first gold medal for Indonesia's Women's Doubles), dan berhasil mendapatkan medali perunggu Olimpiade dari sektor tunggal putra (bahkan juga perak dari Paralimpiade), tim Thomas kita akhirnya bisa menjemput kembali piala Thomas di Denmark pada Oktober lalu, setelah penantian selama 19 tahun lamanya sejak Indonesia memenangkan Thomas Cup. Setahu gue, ini merupakan pencapaian yang terbaik sejak tahun 2008, dimana saat itu Indonesia terakhir kalinya berhasil membawa medali Olympic dari tiga sektor, yakni MD (Gold: Hendra Setiawan/Markis Kido), XD (Silver: Nova Widianto/Liliyana Natsir), dan WS (Bronze: Maria Kristin).

Sebagai salah satu yang mengikuti perjalanan mereka di tahun ini, gue bisa lihat bahwa kemenangan Thomas Cup semacam jadi moment of relieve untuk kontingen Indonesia. Pencapaian ini juga seakan menjadi jawaban yang bisa membungkam jari-jari julid di luar sana tentang prestasi atlet kita yang dianggap merosot. Jawaban bahwa mereka masih bisa bangkit, di tengah keterpurukan pasca Olimpiade dan kekalahan di Perempat Final Sudirman Cup. Perasaan lega itu, secara nggak langsung bisa gue rasakan ketika melihat wajah-wajah mereka di podium, terlepas dari bendera merah putih nggak bisa dikibarkan. 

Gimana nggak, semenjak mengalami kekalahan di Sudirman Cup lalu, beberapa atlet kita banyak dianggap meragukan oleh sebagian masyarakat, karena hasil yang terlihat nggak konsisten meski datang dengan tim terbaik. Begitupun tim Thomas beregu kita, yang meskipun ada di daftar tim unggulan kesatu, tapi perjalanannya begitu terjal untuk bisa menjadi juara grup, perempat-final vs Malaysia, semifinal vs Denmark, hingga sampai di final melawan China. 

Lalu soal Minions yang lagi under-performed, JoJo yang dianggap kurang konsisten, The Daddies yang mulai kesulitan keep up dengan opponent dalam hal speed, hingga berada dalam 'grup neraka' karena harus menghadapi Taipei yang sedang on fire, dan juga Thailand yang seringkali datang dengan kejutan. Oh iya, satu hal lagi yang membuat perjalanan tim Thomas Uber Cup kita semakin spesial dan emosional adalah, kehadirannya seakan membayar keputusasaan kami terkait permasalahan di turnament All England bulan Maret lalu. 

Buat yang belum tau, waktu itu atlet-atlet kita dipaksa berhenti dari pertandingan karena diketahui berada dalam satu pesawat yang sama dengan pasien positif covid19 dan harus menjalani karantina selama 14 hari di hotel. Sementara atlet-atlet dari negara lain yang juga berada dalam satu pesawat, nggak diminta untuk mundur dan bisa melanjutkan pertandingan.

Well, glad they finally did it! And I am touched by their journey and fighting spirit on court (I even cried for an hour when I'm watching them). Perjalanan singkat ini yang bikin gue makin terhubung sama bulutangkis dalam beberapa minggu terakhir, setelah setahun lamanya break gara-gara covid19. Gue mulai kembali mantengin turnament mereka di Eropa, dari mulai Denmark Open sampai Hylo Open kemarin di Jerman. Gue juga sampai sempetin rewatch tayangan-tayangan related to badminton di YouTube, termasuk interview-nya atlet-atlet legend seperti Ardy Wiranata, Mia Audina, Tan Tjoe Hok, Tony Gunawan, Hendrawan, Chandra Wijaya, Coach Naga Api alias Herry IP dan masih banyak lagi (yang sebagian dari mereka kini bekerja sebagai pelatih di luar negeri). 

Bahkan gue juga ngikutin channel YouTube-nya Hendra Setiawan, BadmintonTV, Anders Antonsen, Yuta Watanabe dan Popor Sapsiree. Mereka ini atlet bulutangkis yang memang eksis juga buat vlog di channel masing-masing, wk. Kayaknya seru aja gitu kalau bisa lihat keseharian mereka off court, especially how they interact each other dengan pemain dari negara lain. Jadi nih, buat yang suka war di internet, atau siapapun yang nyangka atlet kita musuhan sama lawannya, you guys totally wrong! Interaksi mereka malah kadang sweet dan kocak abis😆. Ada yang sahabatan juga kayak Popor dan Greysia (dan pemain women's doubles lainnya dari Korea). Gue berharap dukungan teman-teman di internet bisa memberi nilai positif untuk para atlet yang bertanding (nevermind about haters please!).

Setelah dari Hylo Open minggu lalu, mulai kemarin atlet-atlet bulutangkis di dunia sudah berkumpul di Indonesia Badminton Festival yang diadakan di Bali, yuhuuuu🥳 Festival ini dihelat dalam rangka penyelenggaran tiga turnamen BWF sekaligus, yaitu Daihatsu Indonesia Masters S750, SimInvest Indonesia Open S1000, dan BWF World Tour Final sebagai penutup dari rangkaian turnamen BWF sepanjang tahun 2021. Kabarnya atlet-atlet ini berada dalam sistem bubble selama satu bulan kedepan di The Westin Resort Nusa Dua, Bali. Nggak sabar banget gue pingin lihat pertandingan mereka nanti🤩

Teman-teman jangan lupa nonton match mereka di MNCTV dan iNews ya mulai tanggal 16 November! Kalau yang pakai layanan streaming atau TV kabel juga bisa akses di BWF TV (pakai VPN😁), RCTI+, Vision, Champion TV dan UseeTV. Yuk, kita dukung atlet-atlet kebanggaan kita🥳

o-o

Anyways, teman-teman disini adakah yang penyuka bulutangkis juga? Atau jangan-jangan kita sama-sama BL garis keras?😍
Share
Tweet
Pin
Share
7 komentar
 

Review Serial Netflix Squid Game

Mugunghwa kkochi pieotseumnida..

Apakah kamu sudah nonton serial Netflix terbaru: Squid Game, yang baru-baru ini nangkring di daftar tiga besar serial top Netflix US mengalahkan Money Heist? Atau jangan-jangan ada yang belum tahu? Kita ulik sama-sama, yuk!

Kutipan berbahasa Korea di atas adalah sebuah penggalan dari salah satu permainan tradisional Korea Selatan yang muncul dalam serial netflix Squid Game. Permainan ini terdiri dari penjaga pos dan pemain. Selama kalimat tersebut diucapkan oleh penjaga pos, pemain berusaha mendekatinya sehati-hati mungkin agar tidak ketahuan bergerak saat penjaga pos berhenti mengucapkannya dan menoleh ke belakang. Pada permainan aslinya, semua pemain berlari bila punggung penjaga pos berhasil ditepuk. Sekilas kelihatannya seru dan menyenangkan, ya? Tapi ternyata tidak berlaku demikian, folks, untuk drama Korea Squid Game ini!

Squid Game adalah sebuah serial yang bertemakan survival game alias permainan bertahan hidup yang didesain ulang berdasarkan permainan tradisional anak-anak di Korea dengan genre survival-thriller. Nama Squid Game diangkat dari salah satu jenis permainan yang dimainkan, disebut squid atau cumi-cumi, karena lapangan yang digunakan untuk bermain memiliki bentuk seperti cumi-cumi.

Secara garis besar menceritakan tentang kehidupan Song Gi Hun, seorang single-parent yang kehilangan hak asuh atas putrinya karena tidak punya pekerjaan, terlilit utang ratusan juta won, dan hidup luntang lantung tanpa privilese. Ia senang berjudi pada olahraga pacuan kuda dan hanya menumpang di rumah sang ibu yang justru tengah menderita penyakit diabetes akut dan bekerja sebagai pedagang. 

Dalam keputusasaannya itu, suatu hari dia bertemu dengan salah seorang agen yang menawarkannya untuk ikut bergabung dalam sebuah permainan misterius, dimana permainan ini mempertaruhkan uang sebesar 45,6 milliar won. Tidak perlu kerja keras menghabiskan waktu sekian tahun untuk menabung, cukup memainkan enam permainan selama enam hari, menang (selamat), terus dapat uang, deh.

Song Gi Hun akhirnya penasaran dan tergiur untuk bermain dan bergabung bersama ratusan orang lainnya yang ternyata juga memiliki kesulitan hidup dan sedang dikejar-kejar utang. Disana, ia bertemu dengan teman kecilnya, Cho Sang Woo, yang selama ini mengaku tengah melakukan perjalanan bisnis di Amerika, namun nyatanya terlibat utang dan menjadi incaran polisi karena kegagalan investasinya. Ia juga dipertemukan dengan seorang kakek pengidap tumor otak, gadis asal Korea Utara, Kang Sae Byeok, dan seorang imigran gelap asal Pakistan, Ali. 

Mereka membentuk tim untuk bisa bertahan dan melindungi satu sama lain, meskipun pada akhirnya berbagai pengkhianatan pun tak mampu terelakan di dalam ruang kubus yang besar dan antah berantah itu. Di dalamnya, serial ini juga memperlihatkan tentang seorang polisi muda yang berjuang mencari kakaknya yang ia curigai tengah bergabung dalam Squid Game. Berbagai rencana cerdik ia jalankan yang mana malah membawanya pada satu masalah besar. 

Review Squid Game Serial Netflix
Spoiler alert🚨🤫

Sebagaimana sebuah film dengan genre survival-thriller, berbagai pertumpahan darah seakan menjadi hal yang lazim disini, dari mulai tembak menembak hingga tusuk menusuk. Serial ini mulai terasa menegangkan saat permainan pertama dimulai, yang mana adalah permainan Lampu Merah, Lampu Hijau yang telah dijelaskan sebelumnya. Semua orang tampak terkejut dengan twist yang dihadirkan dalam game tersebut. Mungkin mereka pikir permainan anak-anak yang dipakai hanya sebatas permainan biasa, yaa. 

Squid Game sebetulnya bukan satu-satunya serial atau film yang mengusung konsep survival game. Produksi Netflix sebelumnya, Alice in Borderland, juga menyuguhkan tema cerita demikian. Ada juga beberapa judul dengan jalan cerita yang memiliki genre serupa, seperti The Hunger Games, Escape Room, Ready or Not, The Hunt, Battle Royale, dan film Jepang As the Gods Will, yang bahkan dituduhkan menjadi inspirasi plagiarisme yang dilakukan oleh penulis Squid Game (namun beliau telah mengkonfirmasi bahwa ia sudah menyusun naskah ini sejak tahun 2008, adapun kemiripan dalam permainan ialah karena kedua negara tersebut memang memiliki jenis permainan yang sama).

Bukan Sekadar Survival-Thriller Drama

Namun bukan drama Korea namanya jika tidak bisa mengambil hati penonton dengan segala kompleksitas cerita, plot-twist dan pendalaman karakter yang brilian. Sama seperti film Parasite, Squid Game secara tidak langsung menyorot isu sosial yang mengakar terjadi dalam kehidupan sehari-hari, contoh sederhananya ditunjukan melalui diskriminasi kaum perempuan yang dianggap lemah dan terpinggirkan ketika menyangkut pertarungan, lalu dijadikan alat pemuas hasrat belaka yang mana ketika telah terpenuhi malah dibuang begitu saja.

Kelas sosial juga ditampilkan melalui tugas para staff berseragam merah dan bertopeng yang bekerja dalam pengaturan Squid Game, masing-masing memiliki simbol segitiga, segi empat dan lingkaran pada topengnya. Menurut Hwang Dong Hyuk sang sutradara, simbol lingkaran mewakili para pekerja, mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara atau menjawab ketika tidak dipinta, hanya menjalankan perintah atasan. Lalu segitiga adalah simbol untuk tentara, mereka yang bertugas khusus mengeksekusi pemain. Sementara segi empat untuk manajer, para kaki tangan bagi The Front Man, sang pemimpin yang berhubungan langsung dengan Host, mastermind dari permainan misterius tersebut. 

Tidak hanya peran masing-masing staff bertopeng, adanya Squid Game ini sendiri menyandung isu kapitalisme dan kelas sosial yang lebih besar. Orang kaya yang memiliki terlalu banyak uang kebingungan bagaimana agar bisa menemukan kesenangan. Hausnya kebahagiaan hakiki yang mereka rasakan menjadikan orang-orang kelas bawah—dalam hal ini para pemain yang terlilit utang piutang dan persoalan hidup lainnya—sebagai objek penghibur mereka layaknya kuda di tengah arena.

Cerita ini ditampilkan oleh para VIP yang menonton mereka dari balik kaca saat permainan tengah berlangsung, dan bertaruh untuk sesuatu yang mereka sebut kebahagiaan. Sebuah ironi yang nyata berkebalikan dengan kisah Song Gi Hun, yang bertaruh untuk mendapatkan uang demi mencicil utang dan membelikan hadiah ulangtahun bagi putrinya.

Mengulik lebih jauh tentang kapitalisme, menurut Karl Marx, kapitalisme adalah sistem dimana harga barang dan kebijakan pasar ditentukan oleh pemilik modal supaya mencapai keuntungan yang maksimal. Tentu saja realitanya sistem ini hanya menguntungkan sebagian kalangan selaku pemilik modal, menekan para pekerja atau buruh dan menyeret mereka pada sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekadar sistem perekonomian, sebagaimana yang disebutkan Ebenstein (1990) dan Ir. Soekarno. 

Para VIP, termasuk Host dari penyelenggara Squid Game mengabaikan sikap kemanusiaan karena hegemoni kapitalis dan individualisme yang dianutnya. Mereka tidak percaya dengan manusia, oleh sebab itu tidak ada belas kasih dalam aturan-aturan di setiap permainannya, bahkan termasuk dalam management-nya sendiri. Sekali saja tertangkap melanggar, nyawa adalah taruhannya. Mereka pikir tujuan utamanya adalah uang dan kebahagiaan, yang bisa ditukar macam simbiosis mutualisme.

Tidak Lepas Dari Oknum

Di balik isu kapitalisme dan kesenjangan sosial, jalan cerita yang apik ini semakin kompleks dihadirkan oleh para oknum yang memanfaatkan keadaan manusia lain. Beberapa staff yang memiliki akses terhadap ruang-ruang rahasia disana memanfaatkan momen krusial ini dengan menjadi penyalur organ tubuh para pemain yang telah mati untuk diperjualbelikan. Oknum-oknum ini, yang juga datang dari kalangan pekerja, mencari segala cara untuk kepentingan dirinya sendiri meski mereka tahu risikonya sangatlah besar. Tentunya sikap ini tidak menjadi akhir yang memuaskan bagi mereka, karena secerdik apapun strategi yang dimiliki, pada akhirnya kita tidak bisa melawan para 'pemilik modal' yang berkuasa. 

Dalam realitas sosial, keseharian kita juga tidak lepas dari oknum-oknum yang mengutamakan kepentingan pribadi, baik dari skala kecil hingga besar. Kalau di Indonesia, contoh paling nyata ditampakan lewat korupsi dana bansos yang dilakukan mantan menteri Juliari Batubara untuk bencana Covid-19. Belum lagi calo-calo yang mengambil keuntungan dari vaksinasi di beberapa daerah, serta harga SWAB Test yang diklasifikasikan untuk golongan-golongan tertentu. Meningkatnya pengangguran dan PHK, juga berbanding lurus dengan bertambahnya kekayaan para petinggi di tengah pandemi.

Berbagai konflik yang dibangun dalam Squid Game sesungguhnya benar-benar menampar kita akan realita sosial yang sering terjadi. Mungkin faktor-faktor tersebut lah yang membuat serial ini menjadi sangat terkenal di beberapa negara. Ia bukan hanya berisi tentang perjuangan hidup dan permainan anak-anak yang berubah mengerikan. Lebih jauh dari itu, keseluruhan plotnya membungkus kisah manusia secara umum dengan segala sistem yang mencekik dan menguntungkannya, didukung oleh pendalaman karakter dan pengkhayatan para aktor membuat problema yang dialami masing-masing tokoh menjadi terasa sangat dekat dengan penonton. 

Mungkin saja memang Hwang Dong Hyuk sebagai penulis dan sutradara tidak sedetail itu mengaitkan semuanya ke dalam sistem sosial dan sebagainya, namun dengan tersadarnya kita akan refleksi ini tentu menjadi nilai tambah tersendiri untuk Squid Game, bahwa waktu panjang penulisan naskah rupanya berhasil menampilkan drama kehidupan yang sarat akan makna dan pesan moral.

Squid Game seakan menyadarkan kita, seseorang bisa 'gila' jika terlalu kekurangan dan terlalu kelebihan. Kira-kira setelah menonton ini, apa kamu masih percaya manusia?
Share
Tweet
Pin
Share
34 komentar
 
Jalan-Jalan ke Floating Market Lembang

Hi, folks!! Kayaknya gue belum sempat betul-betul menyapa sejak terakhir kali gue posting tulisan terbaru, itupun lewat podcast cuma sebentar😅. Oleh karena itu, hari ini gue ingin berbagi cerita sedikit soal how i spent my weekend last week.

Hari Jum'at minggu lalu, kebetulan gue lagi ada keperluan untuk urus perihal akademik ke Bandung, selagi ada kesempatan dan considering bahwa teman-teman gue pastinya libur kerja di akhir pekan, maka gue memutuskan untuk mengajak mereka meet up dan hasilnya kita memilih jalan-jalan ke Floating Market Lembang yang terjangkau dari segi jarak dan money. Walaupun dari delapan gengs yang bisa ngumpul cuma empatan termasuk gue karena yang lainnya nggak sedang di Bandung, but it's still fun! Mengingat udah setahun lebih kita nggak ketemu, hiks. 

By the way, ini pertama kalinya lho kita ke Floating Market. Salah satu sobat gue ada yang udah pernah kesana sih, tapi sisanya nope! Iya, tinggal hampir lima tahun di Bandung nggak berarti lo bisa bebas ke tempat wisata manapun sampai dijabanin satu per satu😆. Gue sendiri aja belum pernah ke Farm House, padahal dari kost yang dulu jaraknya deket banget, dengan menggunakan motor paling cukup menempuh perjalanan selama 12–15 menit. Rata-rata anak kost-an disini, saat libur yang dicari bukan tempat wisata yang crowded dan bikin pusing, tapi justru tempat-tempat makan atau bahkan sekalian aja ke tempat yang teduh dan menenangkan macam coffee shop (yang nggak banyak orang ofc) dan wisata alam. Tentunya wisata alam yang nggak terlalu ramai, toh di Bandung banyak banget kok tempat-tempat terbuka yang nggak bersinggungan langsung sama wisatawan. 

Harga masuk ke Floating Market itu sebesar Rp. 25.000. Selain pasar terapung dan wisata perahu, ada macam-macam wahana dan wisata yang bisa kita kunjungi, misalnya Swimming Pool + Pemandian Air Hangat, Rainbow Garden, dan Kota Mini. Namun tentu biaya masuknya masing-masing berbeda dari Floating Market. Nah, untuk Kota Mini sendiri harga tiketnya (jika hanya ingin melihat-lihat dan nggak menikmati wahana yang ada) sama dengan biaya masuk Floating Market, yakni sebesar Rp. 25.000. Sebetulnya pada papan iklan di pintu masuk ada informasi bahwa kalau kita ingin masuk ke Floating Market dan Kota Mini sekaligus, harganya diturunkan dari yang seharusnya Rp. 50.000 masing-masing tiket, jadi Rp. 40.000. Hanya saja karena waktu itu gue termakan trik marketing mas-mas yang ngasih tiket (dia nggak nawarin paket Floating Market dan Kota Mini, melainkan Floating Market aja), gue jadi harus bayar lagi pas mau ke Kota Mininya. Lesson learned. Gue sangat anjurkan buat teman-teman yang mau kesana dan ingin masuk ke kedua tempat ini, alangkah baiknya bilang di ticketing pas awal masuk biar nggak bayar dua kali😅.

Oh iya, tiket masuk ini juga sudah include voucher minuman yang bisa kita tukarkan tepat di area pasar terapung, pilihannya ada orange juice, latte, moccachino, milo, atau susu coklat. Karena waktu itu udaranya lagi mendung dan dingin, so pasti kami pesan minuman selain juice (gue pilih milo). 

Jalan-Jalan ke Floating Market

Di dalam kawasan Floating Market sendiri ada wisata jejepangan yang namanya Kyotoku, disana teman-teman bisa sewa yukata (pakaian tradisional Jepang) dan berfoto ala-ala Jepang di area khusus yang bernuansa Jepang. Berhubung harga sekali sewa dan foto bisa lebih dari seratus ribu, gue nggak masuk ke dalam dan cuma berjalan melewati area Kyotoku aja, lalu terus lanjut ke pasar terapung untuk icip-icip kuliner disana dan jalan-jalan ke destinasi yang lain. Teman-teman bisa lihat rangkuman wisata perjalanan gue dan teman-teman yang super duper singkat ini di mini vlog (yang juga zuperrr singkat) di bawah😁


Tapi sowry banget gue malah nggak videoin secara full bagian kulineran di pasar terapungnya, karena situasi disana waktu itu ramai banget. Saat jalan pun inginnya cepet-cepet aja biar nggak berdekatan sama orang banyak, jadi gue nggak sempet bikin video, maklum masih amatiran😅 

Disana gue cobain sate kelinci + lontong, dan ketiga teman gue pesan mie aceh sama ramen. Bagi yang belum tau, metode pembayarannya pun cukup unik, yakni pake koin. Tapi jangan bayangin koin yang logam kayak uang gopean ya, menurut gue koinnya lebih mirip koin krambol wkwk. Temen gue sampe ketawa pas gue bilang "kayak mau main karambol", karena memang semirip itu buat gue🤣. 

By the way, ini pertama kalinya gue makan sate kelinci. Sebelumnya nggak pernah berani untuk makan karena nggak tega. Buat gue, kelinci itu sama imutnya kayak kucing. Gue nggak bisa bayangin hewan peliharaan seimut ini disembelih untuk dimakan, maka dari itu sebelumnya gue nggak pernah mau coba. Tapi di satu sisi, gue juga penasaran pingin cicip. Berhubung waktu itu gue bingung mau makan apa, ditambah gue memang belum makan berat, yaudah deh gue pesen sate aja. Ternyata rasanya mirip-mirip kayak sate ayam, cuma lebih kenyal dan juicy. Selama makan itu, i swear i was trying so hard not to imagining how innocent and sweet rabbits are🐰. 

Selepas dari sana, seperti yang ada di video, kita lanjut keliling-keliling Kota Mini and took a lot of pics. Untuk Kota Mini sendiri konsepnya ialah pedesaan Eropa, nggak heran bangunan-bangunannya terkesan mirip dengan bangunan Eropa. Sebetulnya Kota Mini ini lebih cocok untuk keluarga yang membawa anak-anak, karena sebagian besar wahananya juga bertema edukasi profesi yang ditujukan untuk anak-anak, seperti Cooking Class, Farmers Market, Police, Science Center, Fire Rescue, Baby Clinic, Barbie Salon, ada juga Bear House dan Playground. Waktu itu wahana yang bisa gue masukin cuma Rumah Ilusi (yang banyak kacanya itu). Sisanya gue kurang tau apakah bisa dimasuki juga oleh orang dewasa atau nggak. 

So, begitulah cerita gue di hari Minggu sebelumnya. Meski singkat dan cukup melelahkan karena gue nggak berhenti beraktivitas sejak hari Jum'at di Bandung itu, but i felt content. I truly were. Waktu beberapa jam bersama teman-teman setidaknya bisa mengobati kerinduan kami setelah setahun lamanya nggak ketemu terhalang pandemi. Sumpah, kita tuh terakhir ketemu saat masih di kampus di bulan Februari 2020. Sisanya cuma komunikasi lewat WhatsApp. Sebetulnya dengan kedua teman yang lain gue memang udah sempat ketemu beberapa kali, tapi untuk bisa kumpul tuh moment yang jaraaaang banget. Gue bersyukur akhirnya bisa diberikan kesempatan untuk ketemu mereka lagi dan ngumpul bareng meski nggak semuanya. Semoga setelah pertemuan ini, kita bisa ketemu dan hangout bareng lagi secara lengkap di lain waktu, AAMIIN!! 

Terima kasih teman-teman udah baca sampai habis, hihi. Maaf kalau story kali ini kurang informatif, mengingat gue bukan traveler dan juga udah lupa beberapa informasi seputar Floating Market😅 Tapi semoga bisa menghibur, ya😉 Sampai jumpa di postingan berikutnya!! 


P.S: Thanks to masker karena gue jadi lebih PD nongolin muka di video, LOL. 

Share
Tweet
Pin
Share
17 komentar
Older Posts

Are you new here? Read these!

  • Setara Belajar, Belajar Setara
  • Marah-Marah Virtual: Gaya Ospek yang Regresif
  • Terlalu Besar Untuk Gagal
  • Kenapa Kita Misoginis?
  • Just Listen
  • Bukan Salah Indonesia

About me

About Me

An INTP-T woman | Basically a logician | Addicted with everything imaginative and classic; especially classical music | Potterhead, no doubt.

My Podcast

Newsletter

Get new posts by email:

Popular Posts This Week

  • The Phantom of the Opera: Di Balik Danau
  • Cuma Cerita
  • Priority Chat
  • Mengenal Jepang Lewat Kaligrafi Shodo dan Shuuji
  • by.U: Solusi #SemuanyaSemaunya
  • Cuma Cerita #2
  • Kiamat Sudah Dekat
  • Spoonerism, Alasan di Balik Keselip Lidah
  • Bad For Good
  • 36 Questions Movie Tag

Blog Archive

  • ▼  2023 (1)
    • ▼  Februari 2023 (1)
      • Kejar Passion itu Omong Kosong
  • ►  2022 (9)
    • ►  November 2022 (1)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (1)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  Maret 2022 (2)
    • ►  Februari 2022 (2)
  • ►  2021 (31)
    • ►  Desember 2021 (1)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (6)
    • ►  Juli 2021 (3)
    • ►  Juni 2021 (2)
    • ►  Mei 2021 (2)
    • ►  April 2021 (3)
    • ►  Maret 2021 (5)
    • ►  Februari 2021 (1)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (46)
    • ►  Desember 2020 (4)
    • ►  November 2020 (6)
    • ►  Oktober 2020 (5)
    • ►  September 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (10)
    • ►  Juli 2020 (8)
    • ►  Juni 2020 (4)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (2)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (10)
    • ►  Desember 2019 (3)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (1)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (8)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Agustus 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (1)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Februari 2018 (2)
  • ►  2017 (1)
    • ►  November 2017 (1)

Pengikut

Categories and Tags

digital marketing Intermeso karir Krisis 1/4 Abad lifestyle Opini Perempuan Podcast Poetry Review slice of life Thoughts

About • Disclaimer • Privacy • Terms and Conditions
© Notes of Little Sister by Just Awl | Theme by ThemeXpose | All rights reserved.