Diberdayakan oleh Blogger.
  • Home
  • About
  • Lifestyle
  • Personal
    • Opini
    • Thoughts
    • Slice of Life
    • Poetry
    • Intermeso
  • Podcast
  • Review
instagram twitter LinkedIn YouTube Spotify Email

Notes of Little Sister




Pernah gak sih lo merasa terjebak dalam lingkaran setan dan mengulang pattern yang sama?

If you do, itu artinya lo normal—katanya sih gitu.

Mungkin udah nature-nya manusia kali ya untuk jatuh ke lubang yang sama berkali-kali, seakan-akan kita gak cukup pintar untuk bisa mengambil hikmah dari setiap kesalahan yang terjadi. Padahal bukannya gak bisa mencerna setiap pelajaran, menurut gue terkadang kita justru menjadikan pengalaman itu sebagai tameng buat bisa menghadapi kegagalan berikutnya. Instead of blocking away the anxiety and avoiding failure, kita malah cenderung membiarkan kesalahan terjadi lagi hanya untuk tahu apakah kali ini bisa lebih kuat atau malah lebih keok pertahanannya dari sebelumnya, atau hanya karena udah merasa cukup kuat buat menghadapi segala risiko—ini sih gak masalah bagi gue, artinya kita masih punya kesadaran untuk siap gagal. Tapi yang lebih parahnya, ada momen dimana justru kita gak tahu kalau kita sedang berjalan menuju kesalahan yang sama, ke dalam lubang yang sama dan gak sadar bahwa perlu waktu sebentar lagi untuk kembali jatuh.

Contoh terkecil dalam kehidupan sehari-hari adalah melewatkan kesempatan dengan cuma-cuma. Gue personally, sering banget secara sadar atau nggak, melewatkan gitu aja kesempatan yang harusnya bisa gue ambil. Kesempatan, yang harusnya bisa jadi tempat gue mencicipi sesendok kecil petualangan dalam hidup, tempat gue mencoba pengalaman yang gak pernah gue temui sebelumnya. Terkadang gue jadi penasaran sendiri, seandainya kesempatan-kesempatan itu gue ambil, ada di bubble seperti apa gue sekarang? Yang pasti gue bisa selangkah atau dua langkah lebih maju daripada sebelumnya, atau mungkin sekarang. Mungkin aja gue ada di bubble yang lebih besar, lebih segar, lebih melegakan, dan lebih menantang. Lucu kalau membayangkan mungkin Tuhan sedang menertawakan gue yang hobinya sambat sama misuh-misuh soal hidup gue yang gini-gini aja, padahal gue sendiri yang ngelewatin kesempatan emas yang Allah kasih. Gue sendiri yang hobinya uncang-uncang kaki dan rebahan gak jelas. Kadang meringis sendiri sih, perlu digetok seberapa keras gue buat bangkit dan berjalan? Mengambil setiap kesempatan yang datang.

Mungkin, ini normal. Again, seperti yang gue bilang di atas. But do you know? It's all normal as its looks. It seems normal, karena itu biasa kita lakuin. It sounds normal, karena melewatkan kesempatan berharga dan mengulang kesalahan yang sama adalah pola hidup manusia. Kita yang membuat semuanya tampak normal. Coba deh bayangin, gimana kalau dari sejak awal kita mengenal hidup semuanya benar-benar dilakukan dengan hati dan hati-hati, mungkin gagal bukanlah sesuatu yang normal. Tapi lagi-lagi ngeri juga membayangkan betapa seramnya persaingan di antara kita. Manusia akan selalu menghalalkan segala cara supaya bisa sampai ke titik yang mereka mau. Terus, gimana cara orang-orang gagal menghadapi hidup mereka? Depresi, pasti. Sementara tekanan yang datang bertubi-tubi. Lihat orang sukses kiri kanan. Padahal kapasitas manusia gak bisa disama ratain. Orang-orang yang sangat rajin pun pasti pernah gagal, pasti pernah melewatkan kesempatan yang datang dalam hidupnya, disadari atau nggak.

Pesan gue adalah, segala sesuatu yang normal gak bisa selamanya dimaklum. Normal hanya kumpulan stigma yang dianggap common oleh sebagian orang. Normal is just assumption that we, our own selves made. Gak apa-apa melewatkan kesempatan, selama semuanya diputuskan dengan matang, selama kesempatan itu dilewat untuk sesuatu yang lebih bernilai buat diri lo. Tapi tidak membiarkan diri mengulang kesalahan yang sama sesungguhnya sangatlah bijak, daripada mengulang hal yang bikin kita menyesal. 

Blog kali ini sengaja gue isi lebih personal, supaya masing-masing dari kita bisa refleksi. Kira-kira kesempatan apa aja sih yang udah dilewatin dengan percuma? Lalu setelah itu bertekad dalam diri buat gak mengulang jatuh di lubang yang dalam, di kesalahan yang sama.

Anyway, stay safe, guys. Stay healthy and stay at home. Lebih baik jaga kesehatan, jangan sakit. Not to be rude, tapi jadi sakit di Indonesia menurut gue cukup memprihatinkan. Apalagi melihat death rate nya udah sampe puluhan orang gini. Kalau ngebandingin sama di Thailand yang sama-sama negara berkembang dan asia tenggara, jumlah pasien yang positif corona disana udah 1000 orang tapi yang meninggal sampai saat ini 4 orang. Ngeri, makanya. Semoga kita diberikan perlindungan selalu ya.

Share
Tweet
Pin
Share
6 komentar
perilaku manusia-manusia di abad ini


Bulan ketiga, tahun 2020. Kerusuhan, kebodohan dan kekacauan dimana-mana. Penyakit, ketidakadilan, segala bentuk kekerasan yang semakin masif hadir di tengah-tengah kita membuat gue bungkam seribu bahasa. Berada di akhir zaman membuat gue semakin takut. Bukannya enggan untuk beropini, tapi situasi dunia yang runyam ini perlahan membuat gue berpikir bahwa kayaknya manusia semakin nggak terkontrol perilakunya. Seiring dengan banyaknya pergerakan-pergerakan yang menuntut keadilan dan kebaikan terhadap sesama umat manusia, kejahatan-kejahatan yang seringkali ditutup rapat pun ikut meluap nggak terbendung. Hasilnya, mata kita disuguhkan dengan kenyataan bahwa lagi-lagi orang dungu dan tolol di sekitar kita itu jumlahnya tidak kalah masif dengan orang-orang yang menginginkan perubahan,  menginginkan pergerakan untuk didengar.

Realita itu membuat gue pada akhirnya fokus mengamati. Kok begini amat ya manusia? Ego mereka seakan sudah merasuk sampai ke daging, demi melakukan kepentingan pribadi yang dianggap penting. Demi memuaskan hawa nafsu, meski yang dikorbankan adalah nyawa bernasib pilu. Begini, mungkin dari kita gak sadar, hampir seluruh manusia yang ada di sekitar kita, including us, seakan sudah lupa apa makna hidup di dunia. Bukan lagi tenteram dan damai yang dikejar, tapi materi, kepuasan diri, sampai atensi orang lain. Kalau dulu membunuh adalah tindakan yang masih bisa dihindari beritanya karena orang-orang mungkin masih sedikit waras, sekarang nggak. Bunuh-membunuh selalu jadi headline. Dan parahnya, bukan hanya fisik yang dibunuh, tapi pemikiran, demokrasi, kebebasan berpendapat, dan idealisme. Agama udah bukan lagi jadi tiang. Asal perut kenyang, ego senang, negara aman, tenang. 

Bukan salah negara ini memang, bukan juga salah dunia, kalau kita mengingat betapa banyak moralitas manusia-manusia di luar negeri sana yang gak kalah sadisnya dibanding negara kita. Seperti yang sudah jelas-jelas tercantum dalam Al-Qur'an, manusia sejatinya adalah perusak di muka bumi.  Maka sudah jelas ini semua salah siapa. Salah kita yang bodoh, yang gak menggunakan akal sebagaimana mestinya, yang gak tahu apa tujuan hidup di bumi. Negara kita cuma korban, dari bobroknya kapitalis, penguasa-penguasa, dan orang-orang t*l*l yang gak punya setitik pun niat untuk hidup dengan baik. Our world as well, is the victim of all the victim.

Coba kita lirik sebentar berita yang masih baru-baru ini, in case you still don't get what i'm saying. Media dunia belum lama ini dihebohkan dengan berita tentang muslim di India yang dipersekusi, didiskriminasi, dan diserang oleh masyarakat yang tadinya dianggap kawan, dan oleh pemerintah mereka sendiri. Rumah-rumah di bakar, dihancurin, sampai gak terhitung berapa banyak korban jiwa, termasuk lansia dan balita. Di Jerman, para ekstrimis dan rasisme yang dibawa dari golongan sayap kanan yang anti-imigran dan anti-muslim sekarang semakin menyebar dan berkembang kebenciannya, hal itu dibuktikan dengan kasus penembakan di Hanau yang menewaskan kurang lebih sepuluh imigran. Sementara itu di London, seorang imam masjid di Regents Park Mosque ditikam oleh orang berkulit putih saat sedang sholat Ashar. Di saat yang sama, seorang pengungsi Syria di Amerika ditembak sesaat sebelum dia berangkat untuk sholat jum'at and fyi, refugee ini berhasil melarikan diri dari Syria ketika perang, berharap untuk bisa melanjutkan hidupnya dengan normal but he tragically ended up getting murdered there. Lalu berita virus corona yang dengan ditulisnya postingan ini belum juga hilang wabahnya.

Di Indonesia sendiri, gue rasa kalian udah bisa mengira apa aja yang terjadi di negara kita. Sepertinya segala bentuk egoisme manusia numplek jadi satu disini. Kasus-kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, entah itu dilakukan oleh orang random atau saudara kandung sendiri! Pembunuhan tanpa pandang iba, begal dimana-mana, pendidikan yang gak setara, yang pandang bulu dan juga timpang implikasinya antara desa dan perkotaan—dan entah sampai kapan gue bisa berhenti sedih kalau menyadari banyak anak-anak yang bahkan gak tau untuk apa mereka sekolah. Duka yang tanpa perasaan dieksploitasi oleh media, demi rating, demi views. Pemerintahan yang cacat, yang gak pro-rakyat, dan orang-orang yang gak berusaha mengisi otak mereka dengan berbagai informasi bermutu, yet appreciating jokes too much. Apalagi kaum-kaum yang berpikiran sempit, gak bisa mencari sisi positif dari ideologi yang mereka anggap berseberangan. Padahal berseberangan bukan berarti salah, bukan berarti sesat, hence mereka cuma bisa bergumul dengan pemikiran yang sama juga dan gak bisa menerima perbedaan.

Baca juga: Indonesia Krisis Moral dan Terlalu Besar Untuk Gagal

Tapi di antara semua itu, lo tau gak sih? Ada yang paling bikin gue sebel dan ini sering banget. Satu hal yang bikin gue makin gedek sama Indonesia adalah media-medianya. Media di Indonesia tuh sering banget lebay dan naruh clickbait yang sama sekali gak ada hubungan sama isi berita yang ditulis *lagi-lagi trik sih memang. Ditambah kontennya sama sekali gak bikin gue merasa acknowledge. Berita artis yang begini lah, begitu lah, berita pemerintahan yang kadang kurang informatif lah. Contoh aja ya, kalau ada berita pemerkosaan, yang dikupas tuntas bukan tentang proses kasus itu berlangsung, tapi privasi korban, hubungan korban dan pelaku, etc, yang menurut gue gak bagus untuk membuka informasi seorang korban yang privat ke ruang publik. Belum lagi program televisi yang seneng banget ngasih suguhan acara gosip dan sinetron kaleng. Perlu gue akui kayaknya acara televisi kita makin kesini makin gak kreatif. Bisanya cuma ngambil berita-berita yang lagi hot dan ngetrend di medsos atau yutub. Gue berasa nonton yutub versi layar gede sih.

OK, gue tau gue bilang kayak gitu karena gue gak kerja di stasiun TV. Gue tau betapa berat perjuangan mereka untuk bisa mengikuti perkembangan jaman dengan membawa apa yang jadi isu terkini di internet, tapi bukan berarti gak ada cara lain untuk membuat tontonan kita lebih bermutu.  Toh gue gak menyalahkan pekerjanya, tapi kapitalisme yang bersembunyi di balik ide-ide cemerlang para produser atau bos-bosnya TV. Gue percaya kok di antara mereka masih banyak  sekali orang kreatif dan inovatif tapi tertahan oleh rating. 

Gue hanya bingung setiap kali ada orang TV yang jawab bahwa mereka mengikuti konsumsi masyarakat ketika ditanya kenapa programnya begini begitu blablabla. TV yang berkedudukan sebagai ruang publik dan milik publik, gak semestinya selalu ngikutin pasar, malahan harus bisa ngendaliin pasar, dong. Kalau pasar bagus seleranya, kalau nggak, terbukti kan sekarang gimana tampilan program TV Indonesia?

Melihat watak orang Indonesia yang apa-apa perlu "diatur" dan "ditertibkan", seharusnya penting bagi media untuk menggeser tontonan dan program-programnya ke jalur yang benar, yang lebih baik seleranya, yang sesuai dengan undang-undang. Toh kalau semua channel bersinergi bikin tontonan yang  lebih berbobot dan bernilai, mau gak mau akan tetap dilahap sama masyarakat. Coba deh, lo mending dikasih asupan empat sehat lima sempurna tapi sehat, atau dikasih jengkol lima kilo sampe asem urat? Untuk mencapai sesuatu yang lebih baik, memang kita harus dihadapkan dengan sesuatu yang lebih pahit. Tapi kalau untuk kebaikan, masa sih gak ada hasil yang setimpal?

Sebagai tambahan, gue cantumkan beberapa  pasal dari Undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran.

(1) Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.

(2) Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya enam puluh per seratus mata acara yang berasal dari dalam negeri.

(3) Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.

(4) Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.

(5) Isi siaran dilarang :
a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau
c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.

(6) Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.

Gimana? Apa menurut kalian penyiaran kita masih berpegang pada undang-undang? Sebagian mungkin iya, tapi gue sih ragu. Wong TV publik kita udah gak netral juga kan preferensi politiknya. Hm. Mungkin tayangan televisi yang selama ini ada sudah lolos KPI dan itu artinya memenuhi undah-undang yang berlaku, tapi somehow gue justru merasa bahwa semua yang ada sekarang ini terkesan dipaksakan untuk sesuai dibandingkan sesuai secara murni.

Kesimpulan dari tulisan ini, manusia jaman sekarang udah gak punya akal. Even now animal more human than human themselves. Apapun dilakukan demi ego diri sendiri. Demi rating, demi views, demi preferensi politik yang dielu-elu tapi nyatanya nihil hasil, demi menguntungkan golongan tertentu. Banyak demi yang terbuang sia-sia, cuma untuk kepuasan semata. Sepertinya kita lupa, manusia bukan cuma seonggok daging yang bisa berjalan di muka bumi. Kita punya misi, punya tujuan, salah satunya ya untuk bumi juga, untuk jadi bermanfaat buat sesama.
Share
Tweet
Pin
Share
5 komentar
Newer Posts
Older Posts

Are you new here? Read these!

  • Setara Belajar, Belajar Setara
  • Marah-Marah Virtual: Gaya Ospek yang Regresif
  • Terlalu Besar Untuk Gagal
  • Kenapa Kita Misoginis?
  • Just Listen
  • Bukan Salah Indonesia

About me

About Me

An INTP-T woman | Basically a logician | Addicted with everything imaginative and classic; especially classical music | Potterhead, no doubt.

My Podcast

Newsletter

Get new posts by email:

Popular Posts This Week

  • The Phantom of the Opera: Di Balik Danau
  • Priority Chat
  • Cuma Cerita
  • Cuma Cerita #2
  • by.U: Solusi #SemuanyaSemaunya
  • Mengenal Jepang Lewat Kaligrafi Shodo dan Shuuji
  • Kiamat Sudah Dekat
  • Matre: Realistis atau Materialistis?
  • Spoonerism, Alasan di Balik Keselip Lidah
  • Refleksi Dua Dekade

Blog Archive

  • ►  2022 (9)
    • ►  November 2022 (1)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (1)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  Maret 2022 (2)
    • ►  Februari 2022 (2)
  • ►  2021 (31)
    • ►  Desember 2021 (1)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (6)
    • ►  Juli 2021 (3)
    • ►  Juni 2021 (2)
    • ►  Mei 2021 (2)
    • ►  April 2021 (3)
    • ►  Maret 2021 (5)
    • ►  Februari 2021 (1)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ▼  2020 (46)
    • ►  Desember 2020 (4)
    • ►  November 2020 (6)
    • ►  Oktober 2020 (5)
    • ►  September 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (10)
    • ►  Juli 2020 (8)
    • ►  Juni 2020 (4)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (1)
    • ▼  Maret 2020 (2)
      • Kesalahan yang Sama
      • Manusia Kaleng
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (10)
    • ►  Desember 2019 (3)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (1)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (8)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Agustus 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (1)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Februari 2018 (2)
  • ►  2017 (1)
    • ►  November 2017 (1)

Pengikut

Categories and Tags

digital marketing Intermeso karir Krisis 1/4 Abad lifestyle Opini Perempuan Podcast Poetry Review slice of life Thoughts

About • Disclaimer • Privacy • Terms and Conditions
© Notes of Little Sister by Just Awl | Theme by ThemeXpose | All rights reserved.