A little note untuk teman teman yang mengakses postingan ini via PC, teman teman bisa langsung klik aja gambar di bawah untuk mendengarkan. So, enjoy:)
Kenang Untuk Nanti
Semburat senyum terukir di bibirku saat membayangkan masa-masa muda yang cukup memalukan, namun indah untuk dikenang. Wajah-wajah penuh tawa mereka, kawan-kawan yang dulu senantiasa mewarna hari di komplek lestari, lalu di masa dimana cinta terasa persis seperti judul lagu band, dan kawan-kawan yang sampai saat ini masih setia bertengger di kontak whatsapp-ku, hingga mereka yang namanya tak lagi ingin kuingat.
Waktu cepat berlalu, ya. Dalam masa-masa sulit seperti ini, rasanya kegiatan nostalgia menjadi satu-satunya hiburan yang cukup menenangkan untuk menyadarkan, bahwa hari ini akan menjadi kenangan, dan setidaknya, selama napas masih terasa di rongga-rongga hidungku, ada celah harapan di hari esok yang mesti kusongsong, pada usaha-usaha yang akan kuemban.
Namun dalam beberapa kondisi, seringkali harapan yang menyembul itu tetap tak mengaburkan ketakutanku akan kegagalan-kegagalan yang menanti.
Apa aku bisa melewati itu? Apa aku bisa untuk tak mengulang khilaf yang disengaja atau tidak? Tanyaku pada layar imaji di dalam kepala. Bahkan sampai pada titik dimana aku takut akan ketakutan yang mungkin kualami di hari-hari berikutnya. Ya, aku takut akan takut.
Aku takut, kenangan.
Aku ragu, diri kecil.
Aku hanya ingin terus menyaksikanmu di layar pikiranku, melihat tawa-tawa tak berdosa dirimu diiringi dengan kolase video yang seolah menampilkan pertumbuhanmu seiring bertambahnya usia. Aku hanya ingin disana, menikmati masa-masa indah itu sebelum kelu seperti hari ini.
Kemudian, saat mataku tengah kosong di tengah realita, pikiran akan setumpuk tanggungjawab tiba-tiba berkelebat menutupnya. Aku takut lagi. Sesuram itukah masa depan? Sampai-sampai aku tak bisa mengintip sedikitpun peristiwa menyenangkan yang mungkin akan aku dapatkan lewat celah-celah di kepalaku?
Seperti mesin waktu milik Doraemon?
Terlalu menakutkan rupanya realita bagi manusia dewasa. Berbagai penolakan, perbandingan, penghargaan, sampai pada pertanyaan-pertanyaan kosong dari orang-orang yang tak benar-benar peduli mesti kutelan setiap hari.
Ada kalanya telinga ini lelah, ada kalanya mulut ini juga penat meladeni tingkah-tingkah. Namun ada kalanya diri ini pun lelah, berjibaku dengan ketakutan yang berasal dari antah berantah bernama bawah sadar. Sudah jelas semua ini hanya ketakutan dan kekhawatiranku.
Mungkin seharusnya aku abai saja. Menjadi manusia merdeka yang tak peduli kenihilan, melainkan menjadikan gambar-gambar di kepalaku sebagai motivasi meski hanya secuil.
Yah.. seringkali kita terlelap dalam gemerlapnya kenangan, terlalu ingin kembali kesana, karena kenyataan yang semakin sulit untuk diterima. Padahal, kenyataanmu saat ini datang dari sebuah pemikiran dan.. mungkin saja ketakutan yang menghentikanmu dari langkah-langkah besar kehidupan. Bukan masa depannya yang menyeramkan, tapi alam itu.. pikiranmu. Pikiranku, yang selalu menjadi dalang atas cerita-cerita tanpa akhir.
Tak apa bernostalgia sesekali
Asal tak lupa untuk kembali
Benahi apa yang sempat terhenti
Agar ada yang bisa dikenang nanti..
Kelak, ceritakan ragam juang yang tak henti
Sebagai nasihat untuk si buah hati
atau pengingat bagi dia yang di sisi
Bahwa sudah sehebat ini kita berdikari..
o.o
Backsound: Time Will Tell, Lea Lewis