Diberdayakan oleh Blogger.
  • Home
  • About
  • Lifestyle
  • Personal
    • Opini
    • Thoughts
    • Slice of Life
    • Poetry
    • Intermeso
  • Podcast
  • Review
instagram twitter LinkedIn YouTube Spotify Email

Notes of Little Sister



Kata siapa nikah muda itu mudah?

Akhir-akhir ini pertanyaan seputar nikah muda lagi nangkring di kepala gue. Tapi bukan, bukan pertanyaan tentang 'kapan gue nikah?' atau 'kapan gue bisa ketemu jodoh?'. Lebih jelasnya adalah pertanyaan tentang kenapa anak muda sekarang seakan-akan lebih semangat buat nikah ketimbang membangun masa depan yang lebih baik, supaya nantinya gak asal nikahin anak orang dan punya anak, tapi selepas itu gak tau how to parent a child.

Gue muslim, dan tahu betul bahwa kita memang sudah ditakdirkan hidup berpasang-pasangan, bahwa menikah itu sebagian dari ibadah, bahwa menikah itu dapat menjauhkan kita dari zina. Zina apapun itu termasuk mengenal lawan jenis tanpa adanya ikatan apapun yang berujung pada dosa. Menikah juga bisa mempermudah jalannya rezeki, karena apa yang kita lakukan, apa yang kita kerjakan insya Allah nggak cuma balik ke diri kita sendiri, tapi juga untuk suami/istri, atau untuk anak-anak nantinya. Bahkan memberi nafkah keluarga dalam islam itu sejatinya dihitung sebagai sedekah yang utama. Namun seiring dengan itu, yang gue lihat, orang-orang jadi malah menganggap bahwa pernikahan itu adalah sesuatu yang mudah. Sesuatu yang gak perlu dipikirin dengan serius, karena toh tujuannya adalah untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.

Seperti yang mungkin kalian semua tahu, sekarang rasanya banyak banget akun-akun dakwah yang menyiarkan tentang nikah muda, dan seakan-akan cuma topik tentang itu yang bisa dibagikan. Hampir di setiap akun keislaman yang gue temuin, semuanya pasti ada bahasan tentang mengkampanyekan nikah muda. Sebetulnya gue sama sekali terbuka tentang topik apapun itu yang memang isinya positif. Apalagi ini kan dakwah, mensyi'arkan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh kita sebagai muslim. Tapi apa yang gue temukan justru berbanding terbalik dengan harapan gue. Jelas, yang namanya kampanye pasti ada sesuatu yang perlu ditonjolkan dari 'gerakan' atau topik yang bersangkutan. Nah, isu yang mereka angkat itu yang buat gue tidak habis pikir.

Pertama, hampir semua topik seakan ngejurungin anak muda untuk segera nikah dengan mengiming-imingi malam pertama, dan justru menyinggung mereka yang masih pada jomblo. Kurang lebih kayak gini, 'masih mau ngejomblo? Gak mau malam pertama?', 'gimana nih malam pertamanya yang udah nikah?', dan masih banyak lagi. 

Tiga kata yang terlintas di pikiran gue ketika membaca itu adalah, wth. Dipikir nikah itu cuma buat malam pertama? Jangan-jangan ini orang kebanyakan nonton iklan, sampe ngomongin nikah aja bahasanya marketing banget. Apa sih yang ada di pikiran kalian ketika ngomong gitu wahay anak muda? Dan bisa kalian lihat tentang kata jomblo disana. Ini juga yang bikin gue gak habis pikir. Salah satu tujuan nikah itu kan untuk menghindari zina, bukan menghindari kejombloan. Apakah semua orang yang jomblo itu berkemungkinan untuk melakukan zina? Apa kabar dengan orang-orang yang sudah menikah, tapi punya hubungan lain di luar pernikahannya? Men, zina itu akan selalu ada kalau kita gak bisa menahan diri dan menjaga keimanan kita. Bahkan ketika lo sudah menikah, bukan tidak mungkin lo akan bertemu dengan kemudhorotan lain yang berkaitan dengan zina. Gak akan ada yang namanya pelakor kalau gak ada zina yang mesti kita hindari dalam pernikahan.

Jadi, kenapa mesti menyinggung mereka-mereka yang masih jomblo? Gimana kalau seandainya orang-orang yang menjomblo ini justru sedang sibuk bermuhasabah, sibuk bekerja buat ngebahagian orangtua/keluarga mereka, sibuk memperbaiki diri untuk bertemu dengan jodoh yang lebih baik dari dirinya? We'll never know kalau kita tidak pernah menyelami hidup masing-masing orang. Hanya Allah yang tahu apa isi hati hamba-Nya, right?

Kedua, beberapa orang yang sudah menikah seakan-akan menggoda mereka yang belum nikah dengan bikin perbandingan antara gaya orang yang pacaran tapi belum halal, sama orang yang pacaran tapi udah halal alias udah nikah. Okay, gue gak masalah dengan itu selagi bahasanya nggak terkesan menyudutkan dan nggak terkesan seakan-akan cuma lo yang paling benar. Ini juga menurut gue sah-sah aja kalau memang perbandingan itu bisa jadi bahan renungan buat mereka yang masih terlena dengan yang namanya pacaran untuk gak melakukan hal-hal yang jelas dilarang. Tapi yang gue khawatirkan dari ini adalah tujuannya. Niatnya. Apa dia benar-benar berusaha ngajak temennya ke jalan yang benar atau cuma pingin nunjukin betapa indahnya kehidupan dia setelah nikah?

Well, gue berusaha untuk tidak suudzon, karena ini masalah hati dan niat yang gak bisa gue telusuri. Gue hanya khawatir dengan iming-iming bahwa kehidupan pacaran setelah halal itu akhirnya jadi mempengaruhi orang-orang sebagai tujuan utama kenapa mereka decided untuk nikah muda. Karena lagi-lagi gue bilang, nikah itu gak segampang itu cuy. Gue takut apa yang mereka bagikan ke temen-temen atau followers-nya itu justru jadi toxic, karena orientasi orang-orang yang mikir bahwa nikah itu harus dengan kesiapan malah beralih jadi hanya terfokus pada bagaimana enaknya kehidupan pacaran setelah nikah. Seakan-akan hidup itu milik berdua, asal ada kamu aku bisa hidup, asal makan nasi sama garem aja jadi yang penting ada kamu. Klise.

Nah, kalau yang ketiga ini gue denger dari slentingan-slentingan bahwa alasan dari pentingnya untuk nikah muda itu adalah karena kita sekarang sedang ada di penghujung jaman. Dunia ada di masa-masa kritis. Sebagai umat muslim, gue tahu ini jadi semacam kekhawatiran. Alhamdulillah kita jadi semakin berlomba-lomba untuk berbuat baik, berbagi hal-hal positif dan memanfaatkan media sosial sebagai ajang dakwah. Cuma lucu aja rasanya kalau karena alasan tersebut kita jadi berlomba-lomba untuk menikah tapi tanpa tahu ilmunya. Tanpa benar-benar memahami makna dari penikahan itu sendiri. Apalagi sampe ada yang bilang kayak gini, "bentar lagi dajjal keluar, lo buruan gih nikah!"

Geez, merinding gue dengernya juga.

Sebenarnya masih ada beberapa hal yang bikin gue gondok dan gak bisa berkata-kata. Kok segitunya banget sih ngajak orang-orang buat nikah muda? I mean, menikah itu kan pilihan setiap orang. Apa yang bagi sebagian orang baik dan indah, belum tentu demikian bagi sebagian yang lainnya. Setiap orang udah ada bagian masing-masing dalam hidupnya. Gue bicara kayak gini bukan tanpa alasan. Selama 19 tahun hidup di dunia, ada banyak banget hal yang bikin gue belajar untuk berhati-hati dalam melangkah. Termasuk dalam memandang pernikahan. Gue bukan lahir dari keluarga yang harmonis dan utuh. Gue banyak mengamati kehidupan pernikahan sampai pada detik ini, dan dari hasil observasi itu gue menyimpulkan bahwa nikah tidak mudah seperti kelihatannya.

Ketika lo menikah, artinya lo sudah siap dengan segala problema yang menanti di depan sana. Dari hal-hal kecil sampe hal-hal yang besar sekalipun. Dari masalah financial sampe hal-hal yang berkaitan dengan anak. Karena, again, nikah itu pada akhirnya bukan hanya tentang aku dan kamu, bukan hanya tentang kita berdua, tapi tentang masa depan. Komitmen. Bagaimana kita seharusnya bertindak sebagai suami atau istri. Apa aja yang mesti dilakukan istri kepada suami dan sebaliknya. Ditambah kenyataan bahwa menikah itu adalah menyatukan dua keluarga. Memiliki dua orangtua yang mesti kita sayangi dan hormati. Jelas tanggung jawabnya lebih besar.

Anyway, satu hal yang mesti gue lurusin disini adalah, gue tidak sedang nge-blame mereka yang nge-share tentang nikah muda atau bahkan mereka yang sudah menikah. Temen-temen gue juga banyak kok yang udah nikah. Mereka sepantar dengan gue, dan gue justru salut sama mereka karena untuk membayangkan ada dalam proses pernikahan sekarang aja gue nggak bisa. Sementara temen-temen gue ini, mereka siap untuk memulai hidup dengan orang lain, bahkan punya yang namanya keluarga baru.

Semua ini hanya keluhan dan tumpahan dari kekesalan gue, seorang anak yang merasa bahwa pernikahan itu tidak bisa dibandingkan cuma dengan pacaran versi halal. Karena ada banyak banget hal-hal yang lebih besar dari sekadar gandengan berduaan tanpa takut dosa, atau sekadar tidur ada yang nemenin. Beberapa hal yang gue sebutkan di atas itu cuma sebagian dari 'bonus' yang bisa lo dapatkan hikmahnya ketika menikah.

Gue pikir kita gak cuma harus bijaksana dalam bersikap, tapi juga harus bisa lebih bijak dalam berkata-kata, apalagi di era digital dimana satu postingan dalam satu kali sentuhan jari lo itu bisa menyebar dalam waktu yang singkat. Bahkan mungkin bisa mempengaruhi orang-orang dalam waktu sepersekian detik. Apa yang kita sebarkan, apa yang kita ucapkan itu tentu ada pertanggungjawabannya. Kalaupun temanya adalah tentang mengajak kepada kebaikan, akan tetap jadi lain cerita kalau orang yang baca atau orang yang nangkep ilmunya malah menjabarkannya dalam arti lain. Islam itu indah. Harusnya kita bisa menyampaikan apa yang akan kita sampaikan dengan cara yang elegan. Bukan dengan cara yang 'toxic'. Apalagi dengan embel-embel ayat Qur'an padahal apa yang sedang dia sampaikan justru keluar dari konteks yang sesungguhnya.

Oiya satu lagi, fakta-fakta yang udah gue sebutin di atas itu ngingetin gue sama keadaan yang teramat mainstream di sekitar kita tentang pertanyaan yang muncul di saat seorang laki-laki dan perempuan sudah menginjak kepala dua, yaitu "kapan nikah?".

Gue pikir hal-hal tersebut gak ada bedanya sama pertanyaan klasik yang biasa dilontarkan oleh orang-orang itu. Bahkan sampe saat ini jujur gue tidak mengerti kenapa ada aja orang yang bikin standar tersendiri bahwa perempuan itu harus menikah ketika umurnya udah 23 tahun ke atas. Apakah ada dalil yang menentukan seseorang untuk menikah di usia tertentu? Please, jangan jadi manusia-manusia yang seneng ngasih tekanan tentang suatu hal yang sakral dan bukan hak kita. Karena dengan demikian, artinya kalian sedang menggadaikan kehidupan calon anak yang lahir akibat orangtuanya menikah atas paksaan dan tekanan. Na'udzubillah.
Share
Tweet
Pin
Share
9 komentar
Newer Posts
Older Posts

Are you new here? Read these!

  • Setara Belajar, Belajar Setara
  • Marah-Marah Virtual: Gaya Ospek yang Regresif
  • Terlalu Besar Untuk Gagal
  • Kenapa Kita Misoginis?
  • Just Listen
  • Bukan Salah Indonesia

About me

About Me

An INTP-T woman | Basically a logician | Addicted with everything imaginative and classic; especially classical music | Potterhead, no doubt.

My Podcast

Newsletter

Get new posts by email:

Popular Posts This Week

  • The Phantom of the Opera: Di Balik Danau
  • Priority Chat
  • Cuma Cerita
  • Cuma Cerita #2
  • by.U: Solusi #SemuanyaSemaunya
  • Mengenal Jepang Lewat Kaligrafi Shodo dan Shuuji
  • Kiamat Sudah Dekat
  • Matre: Realistis atau Materialistis?
  • Spoonerism, Alasan di Balik Keselip Lidah
  • Refleksi Dua Dekade

Blog Archive

  • ►  2022 (9)
    • ►  November 2022 (1)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (1)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  Maret 2022 (2)
    • ►  Februari 2022 (2)
  • ►  2021 (31)
    • ►  Desember 2021 (1)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (6)
    • ►  Juli 2021 (3)
    • ►  Juni 2021 (2)
    • ►  Mei 2021 (2)
    • ►  April 2021 (3)
    • ►  Maret 2021 (5)
    • ►  Februari 2021 (1)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (46)
    • ►  Desember 2020 (4)
    • ►  November 2020 (6)
    • ►  Oktober 2020 (5)
    • ►  September 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (10)
    • ►  Juli 2020 (8)
    • ►  Juni 2020 (4)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (2)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (10)
    • ►  Desember 2019 (3)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (1)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ▼  2018 (8)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ▼  November 2018 (1)
      • Nikah itu Muda(h)?
    • ►  Agustus 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (1)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Februari 2018 (2)
  • ►  2017 (1)
    • ►  November 2017 (1)

Pengikut

Categories and Tags

digital marketing Intermeso karir Krisis 1/4 Abad lifestyle Opini Perempuan Podcast Poetry Review slice of life Thoughts

About • Disclaimer • Privacy • Terms and Conditions
© Notes of Little Sister by Just Awl | Theme by ThemeXpose | All rights reserved.