Diberdayakan oleh Blogger.
  • Home
  • About
  • Lifestyle
  • Personal
    • Opini
    • Thoughts
    • Slice of Life
    • Poetry
    • Intermeso
  • Podcast
  • Review
instagram twitter LinkedIn YouTube Spotify Email

Notes of Little Sister



 
Rekomendasi Bootcamp UI/UX Design Harisenin

Mendukung era teknologi yang semakin gencar, beragam platform pendidikan berbasis online di Indonesia berlomba-lomba menyediakan program belajar yang mudah diakses dimanapun dan kapanpun bagi siapa saja yang ingin beralih karir, atau memulai karir di bidang tertentu, contohnya bootcamp UI/UX Design yang memberi dampak besar dalam perkembangan industri digital. 

Meningkatnya jumlah bootcamp online tentunya nggak terlepas dari minat masyarakat dan peluang kerja yang terus bertambah terhadap industri ini. Pada bidang profesi UI/UX Designer, kebutuhan semakin meningkat seiring dengan tuntutan pasar yang mulai merambah ke penggunaan aplikasi. Sehingga hal ini membuat para pelaku industri giat mengembangkan dan menciptakan produk mereka sebagus mungkin agar dapat bersaing dengan kompetitor.

Tunggu, deh. Memangnya seberapa penting sih UI/UX Design itu?🤔

Mengenal lebih dalam tentang UI dan UX

Dalam suatu pembuatan aplikasi, UI/UX Designer memiliki peranan penting dalam pengembangan produk digital, untuk dapat memberikan tampilan dan pengalaman yang nyaman bagi pengguna saat mengakses aplikasi mereka.
UI/UX sendiri merupakan singkatan dari User Interface dan User Experience. Secara spesifik, user interface design atau desain antarmuka pengguna yakni mencakup apa saja yang akan dilihat pengguna di layar aplikasi, misalnya teks, penggunaan warna, background, ikon, atau animasi dan elemen-elemen bergerak lainnya. Seseorang yang berkecimpung di bidang desain grafis, biasanya akan mendalami UI Design pula, atau sebaliknya. 
Sementara itu, UX Design berfokus pada pengalaman pengguna, seperti merancang alur interaksi dan pengalaman yang akan dimiliki mereka ketika menggunakan aplikasi. UX Designer memastikan bahwa produk yang dikembangkan dapat digunakan dengan nyaman, menyenangkan, serta mudah diakses oleh pengguna. 
Saat ini terdapat banyak bootcamp UI/UX Design di Indonesia yang dapat kita jumpai dengan mudah di internet. Namun, mungkin hanya beberapa yang bisa menawarkan fasilitas yang lengkap, dan berhasil menyalurkan ribuan alumni hebat di berbagai top company. Salah satu bootcamp yang punya nilai plus ini dan mau gue rekomendasikan kepada teman-teman adalah program bootcamp UI/UX Design dari Harisenin.com.
Harisenin.com sudah banyak menciptakan program belajar online yang relevan di dunia kerja dan sangat suportif dalam membantu para career shifter mengejar impian mereka, dari mulai bootcamp Digital Marketing, Auditor & Financial Analyst, Full-stack Website Development, Human Resources, hingga bootcamp UI/UX Design & Product Management.

Apa sih yang akan didapat dari bootcamp Harisenin.com?

1. Kurikulum

Peserta bootcamp UI/UX Design nantinya akan belajar sebanyak 24 sesi dengan tutor-tutor yang telah berpengalaman. Tak hanya soal UI/UX, mereka juga akan mempelajari secara spesifik tentang Product Management. Beberapa sesi di antaranya meliputi Product Development, UI Principles and Fundamental, Prototyping, dan masih banyak lagi!

2. Harga Terjangkau

Rekomendasi Bootcamp UI/UX Design Harisenin


Program UI/UX Design Harisenin.com berlangsung selama 4-5 bulan. Seperti yang bisa dilihat, dengan kisaran harga yang sudah terjangkau—yakni mulai 2 juta rupiah saja, periode selama itu menurut gue sudah sangat intens dibandingkan bootcamp lain yang hanya berlangsung selama satu atau dua bulan. Bahkan masih terbilang lebih worth it jika dikomparasi dengan bootcamp yang berlangsung lebih lama, tetapi biaya 4 kali lipat di atasnya.

Udah harganya terjangkau, pembayaran pun bisa dicicil sebanyak lima kali. Jadi, untuk teman-teman yang masih kuliah dan nggak bisa membayar full, boleh banget pakai metode pembayaran ini😊.

3. Job Connect

Harisenin juga menyediakan fasilitas yang sangat lengkap dalam mendorong karir mentee, seperti job connect dan career coaching. Kedua hal ini sangat diperlukan untuk membantu menjawab berbagai keresahan peserta seputar karir, khususnya bagi fresh graduates yang masih belum tahu soal tips interview, atau alur rekrutmen di sebuah perusahaan.

Yuk, simak cerita lengkap salah satu alumni UI/UX Design harisenin yang sempat galau dengan quarter life crisis, dan saat ini sudah bekerja di salah satu perusahaan😉.

4. Job Guarantee

Satu hal lagi yang sangat gue kagumi dari Harisenin.com ialah adanya job guarantee, atau jaminan kerja. Melalui jaminan ini, apabila kamu belum mendapatkan pekerjaan dalam kurun waktu 365 hari setelah lulus dari bootcamp yang diikuti, kamu berhak mendapatkan dana pengembalian hingga di atas 110%. Itu semua dilakukan karena Harisenin.com peduli terhadap karir setiap alumninya dan ingin agar mereka berhasil menyalurkan minat dan pengetahuan yang telah didapatkan selama proses belajar di bootcamp Harisenin.

5. Final Project

Selain keempat benefit di atas, ada juga final project dimana peserta dapat mempraktikan secara langsung apa yang telah mereka pelajari selama di kelas. Fasilitas ini dapat memberi kesempatan besar kepada peserta untuk berlatih secara professional dengan didampingi oleh team buddy yang handal di bidangnya, sebelum nantinya terjun di lapangan kerja.

Rekomendasi Bootcamp UI/UX Design Harisenin.com
Redesign App Superindo, Hasil Final Project Group 8 Bootcamp UI/UX Design Harisenin

Inilah salah satu gambaran dari hasil final project yang para alumni sudah kerjakan. Masing-masing dari mereka dibagi ke dalam beberapa grup, agar proses pengerjaan proyek dapat dilakukan dengan intens dan lebih terarah. Selain slide lengkap di atas, kamu juga bisa melihat prototype mereka disini! Super keren dan kreatif, bukan?🤩👏

Bukan bootcamp yang cuma jual sertifikat dan janji

Sebagai mantan anak bootcamp, gue bisa bilang bahwa kelima benefit di atas adalah hal yang paling fundamental dari sebuah program bootcamp. Memberikan fasilitas job connect, career coaching dan real project adalah tindakan yang nyata untuk menunjang keberlangsungan karir peserta. Umumnya, orang-orang mendaftar bootcamp untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang diimpikan, bukan? Maka nggak cuma sebatas belajar dari tutor dan dapat sertifikat, tetapi ada timbal balik yang bisa mentee dapatkan dengan belajar di Harisenin.com.

Sebelum bergabung dengan bootcamp selama 4-5 bulan, kamu juga bisa ikut free trial class-nya terlebih dahulu. Bagi yang masih ragu-ragu ingin mengikuti bootcamp atau nggak, sangat dianjurkan untuk mendaftar free trial-class ini. Jadi, nggak ada deh kata menyesal karena merasa kecemplung di bootcamp yang hanya menawaran "mimpi". Gue sih bisa jamin habis trial class-nya beres, banyak yang berbondong-bondong langsung daftar bootcamp😆.

Selain itu, untuk memastikan bahwa alumni mereka mendapatkan pekerjaan yang relevan, Harisenin.com telah bekerjasama dengan lebih dari 200 perusahaan di berbagai bidang. Setelah lulus dari program, nantinya para alumni akan dihubungkan ke perusahaan-perusahaan tersebut dengan bantuan dari Hiring Partner. So, dengan adanya garansi up to 110% dan program Hiring Partner, peserta bootcamp Harisenin nggak perlu khawatir akan lulus tanpa mendapatkan apa-apa. Karena Harisenin.com selalu berusaha untuk memberikan hasil yang terbaik bagi alumninya😌😉.

Kira-kira, apakah kamu tertarik untuk ikut bootcamp UI/UX Design di Harisenin.com? atau mau coba program bootcamp yang lain? Please, let me know di kolom komentar, ya!😍😁
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Series Review: The Billion Dollar Code, Pelanggaran Paten Terhadap Google Earth?
Sumber: Territory Studio


Sebuah serial Netflix yang tayang pada akhir tahun 2021 ini menceritakan tentang dua pemuda asal Berlin di tahun 90-an bernama Carsten Schlüter dan Juri Müller, yang ambisius dan penuh gagasan dalam menciptakan sebuah inovasi pada dunia teknologi, dimana ‘goal’ mereka adalah ingin membawa “dunia” lebih dekat dengan orang-orang melalui jaringan komputer. Demi mewujudkan itu, mereka bersama kawan-kawannya yang merupakan gabungan dari para seniman dan peretas andal kemudian mendirikan ART+COM, sebuah perusahaan rintisan yang mengolaborasikan antara program komputer dan seni digital. Inovasi ini dinamai TerraVision, yang diluncurkan pada tahun 1994.

TerraVision adalah sebuah representasi virtual jaringan bumi berdasarkan citra satelit, bidikan udara, data ketinggian, dan data arsitektur. Aplikasi 3D yang dikembangkan membuat data terestrial terlihat nyata dan dapat dijelajahi secara interaktif. Siapa pun yang menggunakannya dapat bernavigasi secara bebas dalam waktu yang nyata di dunia maya fotorealistik. Yap, jaringan semacam inilah yang kita lihat pada Google Earth saat ini.

Pada era itu, TerraVision menjadi penemuan yang membanggakan saat dipresentasikan pada ajang Konferensi Serikat Telekomunikasi Internasional di Kyoto. Ketenarannya bahkan sampai di telinga eksekutif Silicon Graphics, Brian Andersson yang perusahaannya merupakan pengembang server Onyx terkuat pada saat itu (yang digunakan oleh ART+COM untuk membuat TerraVision). Namun, tak ada yang menyangka bahwa pertemuan mereka dengan Brian pada akhirnya malah membawa ART+COM pada satu masalah besar di kemudian hari.

Selang satu dekade setelah kesuksesan TerraVision, perusahaan Google lalu memunculkan program komputer yang sangat mirip dengan TerraVision. Berbagai konflik akibat dimunculkannya komponen unggulan Google tersebut kemudian membawa Juri dan Carsten pada persoalan hukum yang pelik saat mereka harus memperjuangkan kasus pelanggaran paten atas algoritma yang dipakai pada Google Earth.

Berdasarkan Kisah Nyata


The Billian Dollar Code sebetulnya diangkat dari kisah nyata dan terinspirasi oleh serial biografi Mark Zuckerberg yang berjudul The Social Network. Pada tahun 2014 lalu, ART+COM selaku perusahaan asal Berlin mengumumkan gugatannya pada Google bahwa mereka telah melanggar produk paten AS No. RE44.550, berjudul 'Metode dan Perangkat untuk Representasi Bergambar dari Data Ruang Angkasa,' terkait dengan teknologi Google Earth-nya.

Jika dalam miniseri ini eksekutif SGI (Silicon Graphics) yang berhubungan langsung dengan Carsten dan Juri hanya diwakili oleh Brian Andersson seorang, maka tidak dengan kisah aslinya. Seorang perwakilan ART+COM menyatakan bahwa pada tahun 1995, dalam proses pengembangan TerraVision, penemu mereka sempat bekerja langsung dengan salah dua petinggi Silicon Graphics yang setelahnya diketahui bekerja sebagai CTO Google Earth dan Kepala Bagian Google Maps. 

Kala itu, SGI bahkan sempat menggunakan TerraVision sebagai demonstrasi komputer Onyx mereka. Hal ini juga yang memicu ART+COM untuk berani menggugat perusahaan raksasa Amerika tersebut—meski gugatan mereka berujung gagal di pengadilan. Selama proses gugatan, Google mengelak dan menyatakan bahwa mereka menggunakan metode yang berbeda untuk menampilkan gambar beresolusi tinggi agar pengguna bisa memperbesar grafik pada titik tertentu secara spesifik.

Pemuda Naif dan Tempat yang Salah


Dalam serial biografi ini, kita diperlihatkan bagaimana kegigihan dan kejeniusan Carsten dan Juri yang membawa salah satu inovasi dalam dunia teknologi ini seakan berujung sia-sia, karena mereka tidak mendapat kesempatan yang sama untuk bersaing dan berkembang layaknya perusahaan-perusahaan Silicon Valley. Idealisme mereka terdengar seperti isapan jempol bagi para Berliner, sebab pada saat itu banyak masyarakat yang masih skeptis dengan perkembangan internet dan kemungkinan kontribusinya di masa depan, sehingga banyak investor yang menertawai ide brilian Carsten dan Juri.

Salah satu adegan yang membuat kita meringis adalah saat mereka berusaha menjelaskan proposal tentang ide membuat monitor kecil di kursi pesawat, namun lantas diremehkan oleh perusahaan yang mereka datangi. Faktanya, monitor LCD saat ini menjadi fitur yang ada di kursi pesawat.

Tampaknya, bagi mereka ART+COM hanya kumpulan anak muda yang naif dan tidak realistis seperti anak kecil yang bercita-cita menjadi astronot. Pada akhirnya, impian ART+COM untuk bisa mengembangkan TerraVision menjadi lebih dari sekadar peta visual, dan mengganti semua perangkat kerja fisik ke internet pun tidak dapat terealisasikan. Mungkin kenyataannya ide gila puluhan tahun lalu ini memang terjadi, tapi tidak melalui sentuhan ART+COM.

Seandainya saja Carsten dan Juri memutuskan untuk berkarir di Silicon Graphics menjadi anak buah Brian saat itu, mungkin mereka tidak perlu merasakan ditolak berkali-kali oleh investor. Namun, jika begitu mungkin saja mereka tak benar-benar mengerti arti dari sebuah perjuangan. Toh, meski mereka tertinggal selangkah dari Brian yang memiliki privilese di bawah Silicon Valley, dan meski perusahaan mereka tidak sebesar Google, TerraVision tetap memiliki nilainya tersendiri dan menjadi satu-satunya karya yang berharga di tangan ART+COM. 

Pada dasarnya, Carsten dan Juri hanyalah anak muda yang penuh dengan ambisi dan inovasi. Sayang cita-cita dan ketulusan mereka untuk mendirikan Silicon Valley versi Berlin tidak disambut baik oleh rekan sebangsanya sendiri.

Jadi, apakah TerraVision benar-benar disabotase? Benarkah Google Earth betul-betul merupakan hasil sabotase TerraVision?
Berdasarkan bukti-bukti yang dimunculkan melalui wawancara karyawan ART+COM dalam tayangan behind the scene, Google Earth dan TerraVision jelas memiliki kemiripan, hanya modifikasi dan rentang usia yang terlihat membedakan. 

Namun, salah seorang mantan karyawan yang pernah bekerja untuk EarthViewer (sebelum Google Earth) mengaku bahwa sebetulnya TerraVision bukan satu-satunya perusahaan yang mengaku sebagai penemu algoritma Google Earth. Bahkan algoritme TerraVision dianggap tidak cukup efisien untuk membuat lompatan ke PC—sesuatu yang justru ia dan tim KeyHole kembangkan saat itu. Meski pertanyaannya berakhir sama, apakah mereka tetap menggunakan algoritma TerraVision dan meningkatkannya agar dapat diterapkan pada PC secara lebih efisien?

Kasus gugatan pelanggaran paten inipun bukan satu-satunya yang pernah terjadi. Beberapa di antaranya ada gugatan dari Authors Guild, sebuah Asosiasi Penerbit Amerika mengenai kasus pelanggaran hak cipta dalam pengembangan database Pencarian Buku Google. Ada juga kasus pengadilan Perfect 10 vs Google dimana Google dituntut untuk berhenti membuat, mendistribusikan gambar Perfect 10, dan menghentikan pengindeksan ke situs yang menghosting gambar tersebut, dan masih banyak lagi kasus pelanggaran yang dilayangkan oleh perusahaan minor lainnya.

Harus kita akui, keaslian menjadi sesuatu yang berharga sekali dalam perkembangan era digital. Tak banyak perusahaan yang bisa menelurkan gagasan-gagasan yang autentik. Pada dasarnya pikiran-pikiran kita dapat terhubung satu sama lain karena dipengaruhi oleh lingkungan dan kemajuan di berbagai sektor. Begitu juga yang terjadi pada Juri dan Carsten dua dekade lalu. Mungkin saja saat itu mereka bukan satu-satunya anak muda yang bermimpi tinggi tentang membuat representasi virtual bumi, karena masuknya teknologi datang pada saat yang bersamaan.

Namun, apakah itu artinya boleh “mencuri” ide orang lain untuk kepentingan diri sendiri? Tidak juga. Bagaimana pun, tak ada yang bisa dibenarkan dari tindakan Brian. Sekalipun dalam etika bisnisnya mengambil ide seseorang untuk kemudian dimodifikasi merupakan sesuatu yang wajar, jelas hal ini tidak dapat dinormalisasi—semestinya.

Sang Agen Perubahan


Dari cerita yang separuhnya telah difiksionalisasi ini, semangat juang dan ambisi Juri dan Carsten muda mengingatkan saya pada slogan “agen perubahan” yang selalu disematkan kepada anak-anak muda. Dulu, saya agak skeptis dengan motto ini. Karena realitanya banyak ide-ide baru yang tidak bisa diimplementasikan secara penuh karena hambatan kapitalisme dan ageisme (diskriminasi usia).

Namun pada akhirnya saya juga tersadar, bahwa kehadiran berbagai platform digital saat ini tidak lepas dari ide-ide jenius para pemuda seperti Mark Zuckerberg, Steve Jobs, Steve Shih Chen, William Tanuwidjaya, Nadiem Makarim, Achmad Zaky, dll. ART+COM mungkin memang bukan salah satu di antara mereka, tapi penemuannya tetap memberi kontribusi yang besar dalam sejarah perkembangan teknologi. Dan tentu saja, perjuangan mereka tidak ada yang sia-sia. Terlebih jika algoritmanya benar telah dicuri, maka kita sudah tahu apa dan siapa yang mendasari lahirnya program Google Earth yang begitu keren saat ini.

Ah iya, omong-omong, judul Billion Dollar itu sendiri mengartikan total keuntungan (sebesar 700 juta dollar) atas algoritma yang selama ini diterapkan pada Google Earth yang mungkin bisa ART+COM dapatkan jika Google mengakui tuduhan pelanggaran paten tersebut. Nilai yang sangat fantastis, bukan?
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Are you new here? Read these!

  • Setara Belajar, Belajar Setara
  • Marah-Marah Virtual: Gaya Ospek yang Regresif
  • Terlalu Besar Untuk Gagal
  • Kenapa Kita Misoginis?
  • Just Listen
  • Bukan Salah Indonesia

About me

About Me

An INTP-T woman | Basically a logician | Addicted with everything imaginative and classic; especially classical music | Potterhead, no doubt.

My Podcast

Newsletter

Get new posts by email:

Popular Posts This Week

  • The Phantom of the Opera: Di Balik Danau
  • Cuma Cerita
  • Priority Chat
  • Mengenal Jepang Lewat Kaligrafi Shodo dan Shuuji
  • by.U: Solusi #SemuanyaSemaunya
  • Cuma Cerita #2
  • Kiamat Sudah Dekat
  • Spoonerism, Alasan di Balik Keselip Lidah
  • Bad For Good
  • 36 Questions Movie Tag

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  Februari 2023 (1)
  • ▼  2022 (9)
    • ►  November 2022 (1)
    • ▼  Oktober 2022 (2)
      • Bootcamp UI/UX Design Harisenin.com, Langkah Awal ...
      • Series Review: The Billion Dollar Code, Pelanggara...
    • ►  Juni 2022 (1)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  Maret 2022 (2)
    • ►  Februari 2022 (2)
  • ►  2021 (31)
    • ►  Desember 2021 (1)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (6)
    • ►  Juli 2021 (3)
    • ►  Juni 2021 (2)
    • ►  Mei 2021 (2)
    • ►  April 2021 (3)
    • ►  Maret 2021 (5)
    • ►  Februari 2021 (1)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (46)
    • ►  Desember 2020 (4)
    • ►  November 2020 (6)
    • ►  Oktober 2020 (5)
    • ►  September 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (10)
    • ►  Juli 2020 (8)
    • ►  Juni 2020 (4)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (2)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (10)
    • ►  Desember 2019 (3)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (1)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (8)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Agustus 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (1)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Februari 2018 (2)
  • ►  2017 (1)
    • ►  November 2017 (1)

Pengikut

Categories and Tags

digital marketing Intermeso karir Krisis 1/4 Abad lifestyle Opini Perempuan Podcast Poetry Review slice of life Thoughts

About • Disclaimer • Privacy • Terms and Conditions
© Notes of Little Sister by Just Awl | Theme by ThemeXpose | All rights reserved.