Diberdayakan oleh Blogger.
  • Home
  • About
  • Lifestyle
  • Personal
    • Opini
    • Thoughts
    • Slice of Life
    • Poetry
    • Intermeso
  • Podcast
  • Review
instagram twitter LinkedIn YouTube Spotify Email

Notes of Little Sister




Siapa disini yang suka banget sama coklat? atau ada yang punya usaha kuliner dengan bahan dasar coklat? Pas banget nih, gue punya informasi lengkap seputar harga coklat batangan Colatta yang bisa kalian beli kiloan dengan harga yang terjangkau!😍


Coklat Dengan Segudang Manfaat


Sejak kecil, bisa dibilang gue suka banget dengan makanan apapun yang berbahan dasar coklat, entah kue, cookies, biskuit, hingga minuman. Kalau disuruh memilih antara susu vanilla, strawberry, atau coklat, gue nggak akan segan-segan, pasti langsung memilih coklat. Karena selain rasanya yang enak, coklat juga nggak kalah banyak manfaatnya dengan buah-buahan lain. Yapp! 

Makanan ini setidaknya punya lima manfaat untuk tubuh kita. Ia bisa mengontrol kadar gula darah, menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah, menurunkan kadar kolesterol, mengendalikan nafsu makan, dan meningkatkan mood.

Itulah kenapa, coklat sering dijadikan opsi bagi orang-orang yang ingin diet, dan selalu laris pada saat valentine. Mungkin untuk menaikan mood para pasangannya yang lagi BT😆. 

Ketika mempunyai usaha kuliner pun, coklat tentu menjadi salah satu bahan yang sering dibutuhkan. Bahan sejuta umat ini hampir selalu sukses membuat siapapun nggak bisa menolak untuk nggak memakannya. 

Ada banyak coklat yang tersedia di pasaran dan bisa dipilih sesuai kebutuhan dan makanan, ataupun minuman yang akan dibuat. Mulai dari coklat batangan, cokelat bubuk, coklat chip, coklat meses, hingga coklat lapis. Dan dari sekian jenis coklat, ada salah satu merk coklat batangan yang terkenal di Surabaya, namanya Coklat Colatta. 

Daftar Harga Lengkap Coklat Colatta Kiloan

Berbagai jenis coklat tersebut bisa teman-teman dapatkan dengan mudah dan lengkap di Tokowahab.com yang menawarkan banyak pilihan kategori coklat😋. Selain dari jenisnya, Tokowahab juga menyediakan coklat dari berbagai merk yang tersedia, lho. Yaa salah satunya Coklat Colatta😍. 


Daftar Harga Coklat Colatta Kiloan

Ada pilihan coklat Colatta, coklat Tulip, coklat Nutella, coklat Holland, coklat Hagel, coklat Bensdorp, dan coklat Bendico. Keunggulan lain dari toko ini juga menyediakan dengan harga yang lebih terjangkau!😍 

Selain itu, teman-teman bisa mengajukan nego dan mendapatkan pengiriman gratis dengan ketentuan dan syarat yang berlaku.

TokoWahab menyediakan produk coklat Colatta kiloan yang bisa dibeli. Sehingga produk tersebut bisa menjadi pilihan bagi usaha yang membutuhkan coklat dengan harga lebih miring. 

Di bawah ini berbagai pilihan coklat merk Colatta kiloan yang bisa teman-teman beli di TokoWahab:

  1. Colatta chip 5 kg = 241 ribuan
  2. Colatta chip mini 5 kg = 251 ribuan
  3. Colatta dark coating 4x2 kg = 365 ribuan
  4. Colatta dark compound 12x1 kg = 612 ribuan
  5. Colatta dark compound 4x5 kg = 924 ribuan
  6. Colatta drinking chocolate 6x1 kg = 527 ribuan
  7. Colatta white compound 4x5 kg = 1,1 jutaan
  8. Colatta white compound 12x1 kg = 629 ribuan

Selain pilihan di atas juga masih ada banyak produk coklat bubuk, coklat batangan, dan coklat chip dari merk Colatta yang bisa didapatkan di TokoWahab😉

So, bagi moms atau kakak-kakak blogger yang memiliki usaha kue dan membutuhkan coklat kiloan dari merk Colatta dan merk lainnya, bisa langsung membelinya secara online di toko bahan kue ini, yang menawarkan gratis ongkos kirim untuk pengiriman di Jabodetabek dengan minimal order 10 juta rupiah!

Huwaa, jadi pingin makan coklat sekarang juga🤤 Anyways, kalau teman-teman suka makan coklat jenis apa, nih? Kasih tau gue dong di kolom komentar😍. 

Share
Tweet
Pin
Share
10 komentar
Kebenaran Ada Pada Diri Sendiri


Ada yang menarik dari bagaimana orang-orang saat ini menunjukan karakternya satu sama lain di media sosial. Setiap kali ada opini, perdebatan atau hal-hal yang bertentangan dari mayoritas, maka dianggap menyimpang, sesat dan perlu diluruskan. Bukan hanya hal-hal yang menyangkut ideologi atau keyakinan, tapi juga tentang preferensi, prinsip dan nilai-nilai kehidupan itu sendiri yang pada dasarnya tentu sangatlah personal. 

Daripada menyampaikan argumen dengan baik, seringkali kita merasa paling benar ketika berdiskusi atau beradu pendapat dengan seseorang. Sehingga saat menjumpai hal yang bergeser dari apa yang kita percayai, seolah ada kecenderungan untuk selalu mau mengoreksi persepsi lawan agar bisa sesuai dengan milik kita. Padahal, sikap seperti ini pada akhirnya bisa berujung menyakiti orang lain, bahkan diri kita sendiri. 

Alih-alih membuka diskusi dengan nyaman, akhir-akhir ini gue sering melihat bagaimana kebanyakan orang di internet justru lebih senang pointing out their logical fallacy terhadap kubu yang "terlihat berbeda" dan memposisikan mereka di kotak yang salah, seakan-akan pemikiran dan pengalaman mereka nggak sama validnya untuk di bawa ke permukaan, seakan-akan ada kamus benar dan salah dalam menyampaikan gagasan. 

Gue nggak bisa menemukan penyebab mengapa orang-orang ini bisa secara lantang menyerang individu lain dengan alasan defending their beliefs, selain keegoisan yang selalu butuh untuk diberi makan. Bahkan sesederhana perkara bubur diaduk atau nggak, we can also be easily offended as if there has to be the right way to eat porridge. 

Kondisi ini membuat gue terasa relate ketika membaca bab favorit dari buku The Things You Can See Only When You Slow Down tentang "menjadi benar" karya Haemin Sunim. Menurut beliau, menjadi benar itu nggak sama pentingnya dengan saling memberi rasa nyaman dan bahagia, karena setiap orang sebetulnya punya keyakinan, nilai-nilai dan pemikiran mereka sendiri yang pasti sangat fundamental untuk mereka that we cannot imagine compromising on. Trying to convince someone to adopt our views is largely the work of our ego. Even if we turn out to be right, our ego knows no satsfaction and seeks a new argument to engage in.

Ini yang bikin gue sering takut dan malas akhir-akhir ini ketika mengemukakan pendapat di media sosial, terlebih lagi Twitter (walaupun cuma nge-tweet alakadarnya dan bukan beropini). Gue sering ditampakan dengan orang-orang yang hobi saling serang satu sama lain hanya untuk memperjuangkan apa yang menurutnya benar. Lebih parah lagi, they did it on purpose, semata-mata untuk mendapatkan pleasure atau kepuasan sendiri atas argumen kosong yang dilontarkan. 

Well, nggak ada salahnya mempertahankan persepsi dan value kita. Tapi ketika sudah memperlakukan lawan bicara selayaknya musuh yang nggak punya thinking process, itu justru akan membuat diskusi jauh dari kata nyaman. What's the point of discussion kalau ujung-ujungnya memaksa orang lain untuk punya value yang sama? Bahkan di dalam agama gue sendiri, dakwah yang baik adalah dakwah yang dilakukan dengan respectful, bukan dengan kekerasan, baik berupa verbal atau fisik.

Bukankah setiap orang punya pendapat dan pengalaman yang berbeda? Pengalaman gue nggak mungkin exact sama dengan pengalaman orang lain, bahkan teman-teman gue. Apa yang mendasari mereka untuk punya pendapat atau sudut pandang yang berbeda juga nggak mesti harus sama. Begitu juga dengan prinsip dan proses pendewasaan gue, bisa berbeda tergantung bagaimana gue tumbuh. Awl yang sekarang, bukan Awl yang sama dengan lima tahun lalu. Dan gue nggak berharap gue yang sekarang adalah orang yang sama beberapa tahun berikutnya. I want to be a better person.

Maka dari itu, sekarang gue lebih senang melipir di pojokan setiap kali melihat keributan di internet. Gue hanya senang memikirkannya sesaat sampai lupa begitu aja, tanpa gue "dokumentasikan" seperti biasanya disini. Terkadang memang ada banyak hal yang baiknya di-yaudahin dan didiemin aja, walaupun nggak salah juga kalau kita mau menuliskan itu dan membagikannya ke orang lain. 

Mungkin sisi positifnya gue jadi bisa lebih kalem dan objektif sebelum menyimpulkan sesuatu, tapi sisi negatifnya gue jadi takut untuk bersuara dan menggali potensi gue lebih jauh lagi. Apakah ini wajar? Bahkan sampai pada titik dimana setiap kali dapat notifikasi, gue langsung merasa gelisah sebelum ngecek notifikasi itu. Gue langsung overthinking, apakah ada omongan gue yang salah? Apakah gue salah nge-tweet atau nulis komentar? While I didn't even tweet something, yet the problem is on them and not me.

Dari sini gue jadi belajar, betapa ucapan seseorang itu bisa memberi pengaruh yang signifikan terhadap psikis orang lain. Now that I have learned something, baik sebagai orang yang dipojokan dan memojokan (I'm not gonna lie that I've also behaved like one at least once in my life or even more), gue akan lebih menjaga kata-kata gue setiap kali menyampaikan sesuatu, even untuk hal yang menurut gue benar dan perlu diluruskan. Because I don't know what they've been through that makes them bring things to the table.


Share
Tweet
Pin
Share
12 komentar
Newer Posts
Older Posts

Are you new here? Read these!

  • Setara Belajar, Belajar Setara
  • Marah-Marah Virtual: Gaya Ospek yang Regresif
  • Terlalu Besar Untuk Gagal
  • Kenapa Kita Misoginis?
  • Just Listen
  • Bukan Salah Indonesia

About me

About Me

An INTP-T woman | Basically a logician | Addicted with everything imaginative and classic; especially classical music | Potterhead, no doubt.

My Podcast

Newsletter

Get new posts by email:

Popular Posts This Week

  • The Phantom of the Opera: Di Balik Danau
  • Cuma Cerita
  • Priority Chat
  • Mengenal Jepang Lewat Kaligrafi Shodo dan Shuuji
  • by.U: Solusi #SemuanyaSemaunya
  • Cuma Cerita #2
  • Kiamat Sudah Dekat
  • Spoonerism, Alasan di Balik Keselip Lidah
  • Bad For Good
  • 36 Questions Movie Tag

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  Februari 2023 (1)
  • ▼  2022 (9)
    • ►  November 2022 (1)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (1)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  Maret 2022 (2)
    • ▼  Februari 2022 (2)
      • 8 Daftar Lengkap Harga Coklat Colatta Kiloan Terfa...
      • The Right Is In All of Us
  • ►  2021 (31)
    • ►  Desember 2021 (1)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (6)
    • ►  Juli 2021 (3)
    • ►  Juni 2021 (2)
    • ►  Mei 2021 (2)
    • ►  April 2021 (3)
    • ►  Maret 2021 (5)
    • ►  Februari 2021 (1)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (46)
    • ►  Desember 2020 (4)
    • ►  November 2020 (6)
    • ►  Oktober 2020 (5)
    • ►  September 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (10)
    • ►  Juli 2020 (8)
    • ►  Juni 2020 (4)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (2)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (10)
    • ►  Desember 2019 (3)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (1)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (8)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Agustus 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (1)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Februari 2018 (2)
  • ►  2017 (1)
    • ►  November 2017 (1)

Pengikut

Categories and Tags

digital marketing Intermeso karir Krisis 1/4 Abad lifestyle Opini Perempuan Podcast Poetry Review slice of life Thoughts

About • Disclaimer • Privacy • Terms and Conditions
© Notes of Little Sister by Just Awl | Theme by ThemeXpose | All rights reserved.