How I See Feminist as a Muslim

by - Desember 11, 2019

How i see feminist as a muslim


Berawal dari kemunculan gerakan feminis yang menyuarakan aspirasinya untuk mendukung hak perempuan, kemudian merembet ke isu-isu seputar kasus pelecehan yang ternyata semakin meningkat setiap tahunnya. Masyarakat kita seakan baru sadar bahwa masalah perempuan ternyata nggak sesepele kelihatannya. Stereotip gender, KDRT, kekerasan terhadap perempuan, pelecehan seksual fisik dan non-fisik adalah beberapa dari segelintir kasus yang sering menghantui kaum perempuan. Kasus yang sering dianggap "apaan sih" sama sebagian orang di luar sana, karena manusia-manusia yang hobi bercanda. Yeah. Tapi bukan tentang kasus-kasus itu yang mau gue bahas disini,  karena seperti yang kalian sudah tahu, hampir  di setiap negara di belahan dunia manapun, perempuan selalu menjadi sosok yang tertindas, dianggap lemah, dan nggak bisa apa-apa.

Jujur, pertama kali denger di Indonesia mulai aktif ada gerakan ini, gue sangat menyambut dengan senang hati, karena menurut gue belakangan ini emansipasi di negara kita mulai kembali dipertanyakan. Meski keadaan perempuan jaman sekarang gak sesulit dan semengekang dulu, kenyatannya di luar sana masih ada aja orang yang terbelenggu sistem patriarki dan bahkan sengaja memanfaatkannya untuk menyudutkan kaum perempuan. Akun-akun anti feminis, contohnya, yang selama ini menurut gue terkesan selalu mencari kesalahan dari poin-poin yang diperjuangkan feminis, dan bahkan mengaitkan semuanya dengan agama, bahwa feminis tidak sejalan dengan napas Islam dan Islam nggak butuh feminis karena ia sudah sangat sempurna dalam memuliakan kaum perempuan. I see.

Yep, Islam memang sudah sempurna mengajarkan kita betapa istimewanya kaum perempuan, karena itu laki-laki memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan menafkahi perempuan/istrinya. Oleh karena itu pula, saking sempurnanya Islam menjelaskan dan mengatur posisi laki-laki dan perempuan lengkap beserta teknisnya, seharusnya sudah jelas bahwa Islam juga fleksibel di setiap zaman. Sebelum ada feminis, Islam sudah lebih dulu progresif mengatur keadilan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan kodratnya, dan menjunjung tinggi keadilan untuk semua umat, siapapun dan bagaimanapun mereka. Sebagai muslim, gue tentu mengikuti apa yang agama gue ajarkan. Tapi sebagai warga negara Indonesia, gue juga mendukung feminis.

"lah, berarti lo liberal dong? kurang baca, labil, jangan2 pro-LGBT!"


Friends, let me tell you. Kita ini tinggal di negara yang beragama dan sekaligus berpancasila. Ada lima agama yang diakui secara legal oleh negara. It means everyone comes with different culture and backgrounds of point of view about women, equality, and feminism itself. Sebagai warga negara, menurut gue pemikiran itu sah-sah aja untuk diaplikasikan mengingat gak semua orang mengerti dan paham akan agama Islam. Siapa tau juga kan agama lain menjelaskan kemuliaan perempuan di dalamnya? Oleh karena ketidaktahuan itu, salah satu cara agar kita bisa satu suara dan bersama-sama menuntut keadilan atas hak-hak yang direnggut in terms of humanity, adalah dengan mendukung gerakan ini. Bukankah semua agama mengajarkan akan pentingnya kemanusiaan?

Seperti tulisan yang gue kutip dari tirto.id, menurut penulis Muslimah Reformis: Perempuan Pembaru Keagamaan (2005), kelompok penentang feminisme tak menangkap bahwa sebenarnya Islam sudah siap untuk memperkenalkan esensi kemanusiaan seperti yang dilakukan oleh para feminis.

Gue tau para ekstrimis di luar sana banyak yang memberi judgment dan seakan sudah anti-pati duluan bahwa feminisme itu erat kaitannya dengan melegalkan LGBT, melegalkan zina dan aborsi, kemudian menutup mata begitu aja. Mungkin kalian benar, di negara-negara Eropa sana fungsi dan paham feminisme menjadi sebesar itu—karena aliran feminisme sendiri terbagi ke dalam beberapa jenis, tapi selama yang gue tahu, ketika kita menyebut diri kita sebagai feminis, it doesn't mean we supported every single thing of what really feminism is.

Cause basicly, you decide what feminism is for you.


Sampai  saat ini dan seterusnya, gue termasuk orang yang percaya bahwa feminis nggak selalu berarti mendukung LGBTQ, melegalkan zina dan menyetujui prostitusi akibat tulisan "my body is mine". Siapapun bisa mengartikan sendiri apa itu gender buat mereka, apa itu definisi "my body is mine" bagi mereka. Toh bagi gue, gender ya cuma dua, laki-laki dan perempuan. Walaupun begitu, gak lantas gue mendiskriminasi mereka yang jalan hidupnya itu berbeda dari kebanyakan orang, gak lantas gue menjadi homophobic dan menghardik mereka, apalagi sampe membakar hidup-hidup transpuan seperti yang terjadi di Jakarta beberapa waktu lalu—Astaghfirullah. Jangankan soal itu, bahkan di dalam feminisme sendiri sebenarnya gak ada lho misi-misi berujar kebencian terhadap laki-laki, karena menjunjung kesetaraan bukan berarti melemahkan gender yang lainnya. Perihal kemanusiaan, gak ada kata diskriminasi, semua manusia berhak untuk hidup dan memperoleh keadilan. Who are we to judge? Sebagai muslim, kita pasti paham betul ada zat yang Maha yang punya kewenangan menghakimi dan menghukum hamba-Nya.  We can disagree their point of views but it doesn't mean we can't respect them to be what they want to be. Equality doesn't only live on gender issues but on all aspects that fight for the right of all people's lives

Di samping itu, soal "my body is mine", tubuh kita dan semua hal di dunia ini pun memang benar milik Tuhan, yang ada dalam kontrol kita. Gak salah kalau ada hashtag yang menyuarakan soal #tubuhkuotoritasku, karena pada kenyataannya memang tubuh kita ada dalam tanggungjawab kita dan gak bisa semena mena diatur orang lain. Adanya kalimat seperti itu pun karena dipicu oleh perlindungan terhadap perempuan yang selama ini dianggap sepele, terbukti dengan banyaknya kasus pelecehan, pemerkosaan, dan kejahatan seksual lainnya.  Oleh karena itu pula, nggak ada yang namanya tubuh kita milik seseorang, milik germo, milik suami, atau apapun itu. Pun jika semuanya milik Allah,  justru kita berkewajiban untuk menjaga diri kita, melindungi tubuh kita sebaik-baiknya, bukan untuk dianggap mainan dan dijadikan ajang pemuas nafsu kaum lelaki. Namun dalam konteks yang lebih luas ini, narasi #tubuhkumilikAllah yang digaungkan @Indonesiatanpafeminis dirasa kurang tepat karena gerakan ini bukan hanya berlaku dalam lingkup Islam, tapi seluruh aspek, menyangkut kemanusiaan. Kita tinggal dalam keberagaman, bukan?

Eits, tapi tunggu, gue gak sedang ngedismiss fakta bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan sangat memuliakan kaum perempuan hanya untuk berusaha sejalan dengan feminisme, apalagi mendesakralisasi nilai Islam. Dalam beberapa aspek, gue tidak menolak bahwa laki-laki posisinya di atas perempuan karena dialah yang memegang penuh tanggung jawab, terkhusus dalam kehidupan berumah tangga. Gue juga yakin kenapa dalam Islam sendiri "seakan" menanamkan budaya patriarkial, karena tujuannya adalah untuk membedakan bahwa bagaimanapun laki-laki dan perempuan secara kodrat berbeda, dan harus dibatasi supaya nggak melampaui kodratnya. Itupun sebenarnya bukan patriarki, karena patriarki sendiri berarti suatu kondisi dimana lelaki memegang kekuasaan penuh di atas perempuan dengan tidak memberi suatu kebebasan apapun, mengekang, mendiskriminasi, dan bisa jadi mengintimidasi.

Can you get my point there?


Menjadi seorang muslim dan warga negara yang baik nggak mesti selalu kaku. Apalagi Islam sendiri agama yang sudah sangat-sangat sesuai di masa apapun kita hidup, jelas karena itu datangnya dari Allah dan menjadi tuntunan hidup di dunia. 

Gue yakin kita semua sudah bisa membedakan mana yang baik dan buruk, serta mana yang bisa diterima dan tidak. Kemudian menyeimbangkan antara keduanya—maksudnya adalah, ketika lo menemukan ada sesuatu yang salah, gak ada yang menyuruh lo untuk menelan paham itu bulat-bulat, kan?

Tentu, gue pun masih harus belajar banyak tentang ini, tapi bicara soal kemanusiaan IMHO seharusnya kita gak perlu membutuhkan teori yang serasional mungkin hanya untuk berperilaku baik terhadap sesama. Bukankah katanya poin penting dari gerakan feminisme adalah memperjuangkan hak-hak perempuan yang tertindas dalam ruang lingkup sosial, politik, masyarakat, dan pendidikan?

Toh, ketika ada sisi positif yang bisa kita ambil dari feminis untuk kemaslahatan bersama, kenapa nggak? Ketika keduanya bisa berjalan bersamaan, kenapa nggak? Selama kita nggak lupa akan apa yang agama kita ajarkan, dan selama kita nggak terbawa arus feminisme yang radikal, liberal dan ekstrim, kenapa nggak, kan? Bisa jadi, paham itupun datangnya dari Allah supaya kita bisa belajar lebih banyak tentang agama-Nya dan lebih bijak dalam melihat dua sisi. Bahwa inti dari semuanya adalah menginginkan kesejahteraan bagi sesama umat manusia.

You May Also Like

1 komentar

  1. Awwlll... kita sependapat, saya juga mendukung gerakan feminisme, tapi bukan berarti saya juga mendukung LGBTQ, lagi-lagi kita juga sama, bahwa bagi saya gender itu cuma dua, kalau lo punya penis berarti lo cowok dan kalau lo punya vagina berarti lu cewek.

    Terlepas dari apapun yang memyebabkan penyimpangan seksual mereka, saya berpendapat bahwa nggak ada gunannya juga kita mencaci maki sampai urat leher mau putus segala, karena nggak bakal ada yang berubah, malah memperkeruh suasana, beda cerita kalau dengan mencaci maki mereka ini, itu bisa membuat mereka menjadi heterosexual. Apalagi sampai membakar orang hidup-hidup kayak yang Awl bilang di atas.

    Feminis dalam pandangan saya yang juga sebagai muslimah, nggak ada yang salah dari itu dan pastinya tidak bertentangan dengan agama saya sebagai muslim. Memang islam sendiri sudah mengatur tentang bagaimana laki2 dan perempuan di perlakukan, tapi sayangnya kita lupa, bahwa patriarki membuat hukum itu berat sebelah, dengan artian kata, perempuan selalu di tekankan untuk menjaga diri, menutup aurat dan bla bla bla lainnya. Jujur saya pakai jilbab dari kelas tiga esempe semester dua, selalu menjaga pakaian saya. Tapi tetap aja kok saya di siul-siulin, di becandain dengan komen seksis, di mana menurut saya iyuuuh banget. Disini bukti bahwa di dalam prakteknya laki-laki tidak menjaga pandangan dan kemaluannya, malah kita yang di suruh buat nutup aurat dan tidak keluar rumah. Kalau masalah pelecehan seksual yang udah jadi pandemi ini bisa selesau dengan hanya menutup aurat atau berpakaian sopan, maka udah jaman baheula kasus ini selesai,yang jadi masalah adalah tidak pakaian yang mampu menutup otak kotor laki-laki.

    Bagi saya dengan mendukung gerakan-gerakan perempuan untuk memberitahu bahwa selama ini kita terlalu santuy dan semena-mena dalam memperlakukan perempuan. Kaum kita sudah banyak terancam hidup di negeri ini, tapi masih dipandang abai. Terakhir data yabg saya baca, bahwa Indonesia menempati posisi kedua di asia pasifik sebagai negara yang berbahaya untuk ditinggali perempuan setelah India.

    Kemudian bicara mengenai data-data kekerasan perempuan yang Awl sebutkan diatas, bagi saya itu baru cuman puncak nya doang, karena kekerasan dan pelecehan di negara ini udah kayak iceberg, yang kalau dikuak bakal bikin kapal sejenis titanic itu tumbang.

    Karena saya sempat baca beberapa buku tentang pristitusi dan seks eksploitasi, di belakangnya itu bukan orang sembarang. Entahlah, saya selalu ke trigger kalau bahasin isu-isu perempuan. Kayaknya komen saya udah kepanjangan deh, in the end, nice post Awll ditunggu postingan tentang feminis selanjutnya.


    BalasHapus