Kejar Passion itu Omong Kosong

by - Februari 15, 2023

Kejar Passion itu Omong Kosong



Siapa di antara kamu yang sering menemukan postingan quotes tentang mengejar passion seperti gambar di atas?

Gue sering, dan dulu hampir selalu tersihir ketika menemukan kalimat ini di postingan media sosial mana pun. Terdengar powerful dan sangat memotivasi. Tapi sekarang, entah kenapa buat gue kalimat "kejarlah passion-mu" itu terdengar cuma angan-angan, cuma omong kosong. Karena pandangan itu membuat passion seakan-akan menjadi suatu syarat mutlak yang harus kita kejar untuk menentukan arah hidup. 

Gue sering banget mendengar atau membaca cerita orang-orang di media sosial tentang bagaimana putus asanya mereka berusaha mengejar passion yang-entah-apa. Bahkan hingga di usia yang terbilang sudah sangat matang, masih banyak yang merasa gagal hidupnya ketika belum tahu apa sesungguhnya bidang yang ia minati. Jenuh sedikit, lantas merasa bukan passion. Gagal di satu bidang, berpikir "mencari" passion adalah solusi atau jawaban. 

Kadang kita lupa, hal-hal yang manis itu sifatnya hanya sementara. Passion, yang banyak orang katakan sebagai fondasi hidup juga bisa membosankan dan bikin jenuh pada akhirnya—dan ini pula yang gue rasakan. Passion nggak membuat gue terus bisa menikmati pekerjaan atau hobi yang gue tekuni.

Gue masih sering membanding-bandingkan penghasilan yang bisa gue dapat kalau gue stop pursuing my passion. Hingga akhirnya gue merasa ada yang salah dengan konsep passion yang selama ini gue atau masyarakat kita pahami. 

There is no certain passion in life.


Passion nggak hanya ada satu, passion bisa berubah-ubah selama proses kita hidup dan belajar. Passion adalah sesuatu yang abstrak, yang kadang-kadang nggak disadari datangnya ketika kita sudah menemukan itu. Passion juga nggak selamanya sesuatu yang berasal dari dalam diri secara alami, sometimes we have to work on it. Dan once kita menjadikan passion tersebut suatu pekerjaan, it becomes just that, a task we must do. Ini yang gue bilang passion bisa membuat jenuh pada akhirnya.

Lagipula, berbicara soal passion, nggak semua orang punya privilege untuk mengejarnya—bahkan sekadar untuk menyadari bahwa istilah seperti ini ada. Sebagian orang hanya tahu bahwa mereka harus bekerja, mencari uang, dan menabung untuk mendukung finansial dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Itulah kenapa, untuk sebagian orang, terkadang mengejar passion terdengar seperti omong kosong belaka. 

Gue teringat dengan statement teman gue yang pernah berbagi opininya soal passion. Menurut dia, passion itu bukan satu profesi atau minat seperti asumsi kebanyakan orang. Namun justru adalah energi yang bikin kita terus hidup dan semangat dalam menjalani aktivitas sehari-hari, terlepas dari berbagai rintangan yang ada. Energi yang membuat kita berani untuk menghadapi rintangan-rintangan baru dan belajar menguasainya. Sebagaimana arti katanya dalam bahasa Indonesia: gairah, semangat, kegemaran, atau keinginan besar

Passion is the energy that keeps us going, that keeps us filled with meaning, and happiness, and excitement, and anticipation. Passion is a powerful force in accomplishing anything you set your mind to, and in experiencing work and life the fullest extent possible.

Passion adalah energi yang membuat kita terus maju, yang membuat hidup kita dipenuhi dengan makna, kebahagiaan, kegembiraan, dan antisipasi. Passion adalah kekuatan yang sangat besar dalam diri kita untuk mencapai apa pun yang ingin kita lakukan, baik dalam lingkup kerja, hingga kehidupan pada umumnya sampai batas maksimal yang kita bisa.

Ngejar Passion Menghambat Eskplorasi Diri


Selain itu, meyakini bahwa mengejar passion itu adalah satu-satunya solusi atau kunci dari "keberhasilan", juga bisa membuat kita kehilangan ruang gerak untuk eksplorasi. Karena yang ada di kepala kita ya passion ini cuma satu, mutlak. It's like the future goals.

Padahal lagi, yang membawa kita menuju kesuksesan itu bukan hanya konsisten dalam satu bidang, tapi juga keterbukaan, resilient terhadap segala hal baru atau yang akan kita hadapi di masa depan, yang tentunya bisa mendorong kita untuk tumbuh. 

Indeed, research has shown that believing passion is fixed can make people less likely to explore new topics—potential new sources of passion. 

Rasa enggan untuk eksplorasi karena berpikir belum menemukan passion itu pada akhirnya bisa bikin kitajadi lebih mudah putus asa dalam mempelajari sesuatu ketika menemukan sedikit kesulitan.

Why don't you try to focus on actively developing a passion instead? 


Passion Tidak Sama dengan Profesi


Jadi, kalau ada orang yang bilang bahwa passion itu hanya bisa tercapai ketika kita udah berhasil mendapatkan profesi yang diimpikan, menurut gue pernyataan ini kurang tepat. Meskipun kenyataannya, siapa sih, yang nggak merasa passionate dan berapi-api ketika berhasil dapetin pekerjaan yang dia mau? Tetapi tetap aja, energi yang kita punya ini sifatnya fluktuatif.

Waktu gue pindah ke pekerjaan yang baru, di beberapa bulan pertama gue merasa sangat bergairah untuk belajar banyak sekali hal baru dan menantang, sampai di suatu momen dimana gue sadar bahwa tanggungjawab yang gue emban ini cukup besar dan menguras pikiran serta tenaga, perasaan berapi-api ini mulai turun kadarnya. Nggak semenggebu pada saat pertama kali gue on-board

Tapi, apakah itu artinya gue kehilangan passion, dan harus mencari pekerjaan baru untuk menemukan excitement itu lagi? Nggak juga, sampai sekarang gue masih passionate kok. Passionate karena gue ingin belajar lebih dalam soal pekerjaan gue, bukan karena profesinya.

Dan bukan nggak mungkin hal ini juga yang kamu rasakan. You feel burned out, stressful over the responsibility that you must carry on at work that made you demotivated and want to quit your job ASAP. Maybe it's not the passion that is wrong, but the bad system and time-management that put you on this situation. Passion itu hilang, tapi bukan berarti nggak ada.

Gue paham, seiring dengan meningkatnya kesadaran soal pentingnya work-life-balance di lingkungan sosial saat ini, kita jadi bisa dengan mudah menyimpulkan sendiri perasaan yang kita punya, hanya berdasarkan pendapat mayoritas. Tapi, alangkah lebih baiknya untuk bisa mengenal diri sendiri, sebelum memutuskan apa maksud dari "passion" yang selama ini kita cari.

Apakah yang kamu butuhkan itu sebetulnya suasana baru, atau memang passion alias gairah/semangat/motivasi? Bisa jadi, yang kamu kira nggak punya passion, justru selama ini passion tersebut ada disana. You just don't realize it, karena ternyata yang kamu butuhkan adalah minat baru, suasana baru, tantangan baru untuk mengembangkan passion tersebut.

"When you’re pursuing your passion, it’s important to bear in mind that resilience is key, because the pursuit of passion is an ongoing—and challenging—process."


Referensi:



You May Also Like

5 komentar

  1. Setuju bangetttt. Aku jadi inget dulu waktu masih fressgrad dan idealis, pokoknya aku pengen kerja di bidang yang sesuai passion aku dan kadang suka ngiri lihat teman-teman lain yang bekerja sesuai dengan hobi dan passion mereka tapi aku juga seneng sih lihat mereka begitu passionate dengan apa yang mereka kerjakan. Ah, kayanya enak ya jadi mereka. Aku sampai bertanya terus dalam hati, apa sih sebenanya passionku? Kok rasanya makin bertambah tua makin clueless gini. Akhirnya aku sampai di tahap, yaudahlahhhhh kerjain aja apa yg ada sekarang, satu satu. Berusaha buat manerima diri seapa adanya.
    Semangat terus yaa, gak hanya untuk terus mengejar passion tapi lebih ke menjalani yg ada dengan sebaik mungkin.

    BalasHapus
  2. Nice writing awl... Banyak orang membayangkan passion adalah wangsit yang harus ditunggu dan kemudian dikejar. Padahal, passion itu bisa dibentuk, bisa dilahirkan, dan sebagainya.

    Sepakat bahwa terkadang jadi seperti mengejar omong kosong karena seperti mengejar bayangan. Padahal sih tidak juga. Mungkin karena kebanyakan seperti mengejar nilai idealis diri dan berusaha menemukan berlian, sehingga kerap kali emas perak disisihkan.

    BalasHapus
  3. Kalau aku rasanya tergolong orang yang tidak punya privilege untuk mengejar passion, Kak. Dari kecil sudah dituntut untuk mengikuti keinginan orang tua sampai-sampai aku sendiri gak paham passionku itu sebenarnya apa..

    Saat ini aku ditahap melakukan apa yang bisa dilakukan sebaik-baiknya dan bersyukur atas apa aja yang sudah didapat sih, Kak. Blas sudah gak kepikiran passion ku apa, apalagi mengejar-ngejar passion.

    BalasHapus
  4. Sukaaa baca ttg passion ini dari POV mu mba 👍. Aku sendiri yaaa, udah lama menganggab passionku itu traveling, dari dulu, sampai Skr ini. Tapi aku ga mau cari duit dari sini mba 😄. Lebih karena mikir realistis aja. Pekerjaan apa yg bisa aku lakuin dari traveling? Yg menghasilkan banyak duit juga. Kalo jadi penulis, udah skeptis duluan Ama hasil penjualan buku, belum lagi hrs cari penerbit, editor dan segala printilan nya. Jadi pembawa acara traveling di tv, kebanyakan dalam negeri, itupun hrs bisa bicara depan kamera, yg mana bukan aku banget 🤣🤣

    Setelah mikir realistis, aku pastiin passion itu biarlah hanya untuk hobiku, motivasi ku, semangatku, obat penghilang jenuh, sedih dan stress ku.

    Tapi untuk kerjaan, aku hanya mau kerja di mana aku bisa menghasilkan banyak uang, walopun itu bukan passion ku 😄. Setidaknya dari gaji yg dihasilkan, bisa untuk membiayai passion 😁. Dan aku JD semangat kerjanya, jadi terpacu utk achieve target kerja, semuanya demi passion jalan2 tadi.

    Makin bagus performanceku, makin gede income yg aku dapat, makin sering aku bisa traveling ngelakuin passion 😁.

    Jadi setujuuu banget, kalo kerja sesuai passion, itu bullshit aja, at least buatku 🤣

    BalasHapus
  5. DUlu aku mikir passion aku sendiri apaan, dan memang membuat aku bingung dan bertanya-tanya sendiri.
    Dan aku meyakini kalau passion aku nggak jauh jauh dari dunia media seperti jurnalis, broadcast dan bahkan ambil kursus juga di bidang itu, karena memang suka
    Sampai sampai punya cita cita buat ngejar passion aku ke jakarta tapi apa daya waktu itu situasi nggak mendukung

    BalasHapus