Think Again

by - April 08, 2018



Akhir-akhir ini, entah kenapa gue merasa hidup gue gak ada artinya. Gue semakin malas untuk melakukan sesuatu. Bahkan untuk belajar pun sama sekali gak ada semangat. Kadang suka berpikir, mana janji lo belakangan kemarin soal semester ini harus berjuang blablablaa? Dan sekarang lihat, gue malah semakin menjadi-jadi. Jadi sering bolos. Jadi sok sibuk sama himpunan yang akhir-akhir ini membuat gue merasa muak. Sorry to say that, tapi itu yang memang gue rasakan. Orang-orang yang gue temui kebanyakan tidak sejalan dengan prinsip gue. Memang, prinsip setiap manusia pastilah berbeda-beda, tapi ada sesuatu yang harusnya membuat kita sama ketika berbagi tentang pikiran-pikiran atau opini, dan gue tidak menemukan itu. Kalaupun ada, kita sama-sama tidak tahu apa yang mesti dilakukan agar tidak menjadi orang yang bisanya Cuma omong doang. Tapi gue tekankan, disini gue sama sekali gak bermaksud menjelek-jelekan himpunan gue. Gue hanya mengeluhkan sikap gue yang makin kesini merasa tidak bisa kooperatif karena alasan di atas. Yah, namanya hidup pasti ada masa-masa sedih dan senengnya, kan? 

Sebenernya gue adalah tipe orang yang cepat bosan. Gue cepat menyukai sesuatu, tapi bisa cepat juga merasa jenuh atas apa yang baru gue suka. Itu juga yang gue rasakan belakangan ini. Gue semakin merasa malas untuk bertemu dengan orang-orang, haha hihi sebagai tanda basa basi, dan semakin malas untuk berorganisasi. Gue sadar, selama ini gue terlalu dalam berkecimpung di ruang lingkup seperti itu, yang secara perlahan membuat semangat belajar gue hilang. Gue terlalu sering beropini tentang ini itu, tentang memanusiakan manusia, sok idealis dan seakan hidup gue hanya terarah untuk itu, sementara kemampuan bahasa gue gak bagus-bagus amat dan bahkan mungkin gak ada peningkatan yang signifikan. Lantas, gue harus lari kemana? Di saat belajar bahasa dan berorganisasi seakan sudah bukan menjadi passion gue.

Tapi kalau di antara kalian ada yang bilang ke gue dan mikir bahwa "gue kok bisa nyeimbangin antara akademik dan non-akademik?" , sementara gue sok-sok kerepotan, c'mon men, emangnya lo bisa nyamain diri lo sama gue? Sama orang lain di luar sana yang bermasalah dengan manajemen waktunya? Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kalau lo merasa pandai mengatur prioritas dan fine-fine aja sama kehidupan kampus lo, mungkin artinya itu memang kelebihan lo, tapi bukan berarti kelebihan gue juga. Ada orang yang emang ajaib ngatur waktunya, ada yang serba males-malesan alias berprinsip gak usahlah ngurusin ini itu prioritas blablabla, ada juga yang kadang bagus dalam hal memanage tapi cuma sesaat aja, selebihnya moody-an (dan gue termasuk kelompok yang ini). 

Setelah gue pikir-pikir, gue gak bisa seterusnya menjalani dua hal secara bersamaan. Gue inget dengan apa yang bokap gue pernah bilang, bahwa manusia itu tidak bisa secara bersamaan melakukan dua hal. Kalaupun ada, lihat dulu seperti apa konteksnya. Dulu gue selalu membantah ketika mendengar kalimat itu, karena pada dasarnya  gue memang merasa bisa melakukan hal-hal dalam waktu yang bersamaan. Tapi faktanya gue baru menyadari itu sekarang. Kalimat itu bisa dibilang kiasan. Karena kenyataannya, dalam hidup lo Cuma akan fokus pada satu hal. Contohnya adalah, kalau lo ingin menjadi seorang penyanyi, lo pasti akan fokus latihan dan menggeluti bidang itu. Sementara hal-hal lain di samping keinginan lo menjadi penyanyi itu bukanlah prioritas, dan pada akhirnya lo memang hanya akan fokus terhadap itu.

Gue sadar, kalau gue ingin mengembalikan mood gue dan menjalani hari-hari seperti sebelumnya, gue harus belajar untuk mengatur apa yang menjadi prioritas gue. Disini gue adalah seorang mahasiswa, yang gak Cuma punya tuntutan untuk beraspirasi tapi juga dituntut untuk belajar. Ketika orang lain bisa pulang pergi ke Jepang (gue lupa bilang kalau major gue Bahasa) dengan modal kecerdasan mereka tentang bahasa Jepang, gue disini bisa apa? Cuma bisa berkoar doang soal ini itu, kehidupan kampus, himpunan atau sumber daya mahasiswanya yang akhir-akhir ini gue pandang sebagai hal klise.

Intinya teman-teman, kita gak bisa memilih untuk hidup dengan dua hal bersamaan. Segimanapun lo suka terhadap beberapa hal, pasti ada yang persentasenya lebih besar di pandangan lo. Dan itulah yang secara tidak sadar menjadi fokus lo. Mungkin ada yang tidak setuju dengan pendapat ini, itu sih terserah. Gue hanya ingin membagikan pikiran gue tentang hidup yang mana yang sebenernya jadi prioritas. Apakah benar kita bisa melakukan banyak hal dalam satu waktu? Pada hakikatnya kita hanya manusia yang diberikan keterbatasan. Tetapi di balik keterbatasan itulah Alloh memberi satu keistimewaan pada diri kita masing-masing yang membuat kita mampu berdiri dengan beda.

Adakah di antara kalian yang pernah atau sedang mengalami hal serupa?

You May Also Like

0 komentar