Saipul Jamil dan Cancel Culture

by - September 14, 2021

Saipul Jamil dan Cancel Culture

Postingan ini dibuat pada tanggal 7 September 2021 dan gue muat juga dalam Kompasiana update "Balada Glorifikasi Saipul Jamil dan Sisi Positif Cancel Culture", karenanya isi berita tidak mengikuti perkembangan terkini perihal kasus terkait (mungkin akan gue tulis pada postingan berikutnya). 
o-o

Lima tahun yang lalu, artis Saipul Jamil ditangkap karena kasus pelecehan yang ia lakukan terhadap dua anak di bawah usia 18 tahun. Meski kedua korban tersebut sudah memasuki usia pubertas, tindakan seperti ini tergolong ephebophilia dan tidak bisa dianggap sepele. Kemudian baru-baru ini, berita keluarnya ia dari penjara justru menimbulkan beragam komentar di media sosial. Mengapa? Ini nih kelucuan negara kita yang bikin geleng-geleng kepala.

Setelah masa hukumannya itu habis, rupanya ia mendadak tenar lagi dan dipastikan kembali ke ranah entertainment setelah mengantongi beberapa kontrak kerjasama dari stasiun TV yang menunggu kepulangannya. Bahkan yang lebih ngadi-ngadi lagi, dia disambut bak pahlawan olahraga yang baru pulang dari Olimpiade Tokyo kemarin. Dikalungi bunga, diarak, dan dipertontonkan di frekuensi publik kita. Sungguh miris.

Perlakuan istimewa yang didapatkan Saipul Jamil selepas dari penjara seakan mengingatkan kita bahwa Indonesia benar-benar masih menganggap remeh kasus kejahatan seksual. Tampaknya kita memang belum siap mengalami kemajuan berpikir karena orang-orangnya mudah sekali memaafkan para pelaku kejahatan, terkhusus bagi selebriti tanah air. Mungkin mereka pikir, yang penting hukumannya sudah dijalankan, dan semua permasalahan sudah diselesaikan 'secara kekeluargaan'.

Lho, memangnya iya keluarga korban sudah betul-betul memaafkan? Pun kalau sudah dimaafkan, apakah dia pantas wara wiri di siaran publik yang mana mungkin saja akan memancing trigger korban? Lalu kita sebagai masyarakat, apakah benar kita yang punya hak untuk memaafkan pelaku dan membiarkannya "menebus" dosa dengan memperkaya diri di program-program televisi?

Perlu diketahui, dampak psikologis yang dialami korban kejahatan seksual itu bukan sesuatu yang bisa kita pinggirkan hanya demi rating dan engagement. Para pelaku industri hiburan harus menyadari tanggungjawabnya sebagai media massa, bukan semata-mata untuk melindungi psikis korban, namun juga untuk mengedukasi masyarakat bahwa tindakan pelecehan seksual ini menunjukan adanya sebab-akibat.

Terlepas dari apakah pelaku sudah menjalankan hukumannya atau belum, sudah dimaafkan atau belum, kita juga perlu bersimpati kepada korban kalau-kalau ia mengalami gangguan mental yang parah sebagai akibat dari tindakan cabul Saipul Jamil. Terlebih ketika mengetahui bahwa pelaku bisa menjalani produktivitasnya dengan bebas, dan bahkan mendapatkan simpati dari masyarakat, dapat membuat para korban kekerasan seksual (tidak hanya korban Saipul Jamil) merasa dikucilkan sebab tidak ada yang memihak dirinya.

Dikutip dari Ade Iva Wicaksono, seorang dosen bidang psikologi sosial UI lewat laman Twitter-nya menyatakan bahwa pemaafan pelaku pelecehan seksual hanya bisa dilakukan oleh keluarga korban, bukan masyarakat. Selain itu, pemaafan dan penerimaan pelaku berdasarkan kelompok sosial atau masyarakat (bukan korban) justru menunjukan adanya jaminan untuk menekan korban agar tetap diam dan memunculkan gangguan terhadap kesejahteraan korban.

Sayangnya, dalam merespon berita ini, KPI selaku lembaga yang menaungi dan bertanggungjawab dalam hak siar program-program televisi malah bersikap acuh tak acuh. Ketika ditanya kenapa mantan narapidana ini tak juga dicekal, Komisioner KPI hanya menjawab, "Saipul tidak menginspirasi orang melakukan tindakan asusila saat tampil di TV."

Lah, lalu tindakan seperti apa yang bisa memunculkan tindakan asusila? Apakah hanya tontonan yang mengandung adegan pornografi yang bisa menginspirasi tindak asusila? Itupun tidak mungkin lolos sensor, mengingat di negara kita "payudara" Sandy dalam kartun Spongebob dan tayangan yang ada sapi perahnya saja diblur seburam mungkin sampai tokohnya tidak kelihatan sama sekali—kecuali wajah dan kakinya.

Lagipula, munculnya komentar ini sekali lagi malah menunjukan ketidakberpihakan publik terhadap korban pelecehan, mengabaikan akibat dari perbuatan pelaku selama ini. Eits, tapi tunggu, pantas saja sepertinya KPI masa bodoh, wong pegawainya sendiri mengalami perundungan dan kekerasan seksual oleh sesama rekan kerja selama 10 tahun saja dibiarkan, kok.

Untungnya, menyusul sentimen publik yang terus meningkat tajam atas tayangan Saipul Jamil ini, terhitung pada tanggal 6 September lalu KPI telah melayangkan 18 surat kepada Lembaga Penyiaran dan meminta agar seluruh lembaga ini tidak terkesan merayakan atau mengglorifikasi eksistensi Saipul Jamil pasca menjalani hukuman yang dapat berupaya membuka kembali trauma korban di masa lalu. Kita tunggu saja kelanjutannya.

Namun, kalau ternyata Saipul Jamil masih tampil wara wiri di saluran YouTube meski sudah tidak muncul di televisi, saya rasa memang ada yang salah dengan pola kerja media di Indonesia, bahkan influencer yang sesungguhnya punya privilese dalam mempengaruhi khalayak umum.

Kalau dipikir-pikir, sejujurnya dalam hal ini gue agak iri dengan Korea Selatan. Mengapa? Karena negara ini dikenal menjadi salah satu negara yang tidak ramah terhadap pelaku-pelaku kejahatan atau kriminalitas. Bukan hanya dari kebijakan institusi terkait, namun netizen negeri ginseng sendiri memang dikenal sebagai yang cukup sadis dalam meng-cancel artis-artisnya ketika tersandung masalah hukum.

Misalnya saja kasus Burning Sun dua tahun lalu yang sempat geger karena mengungkap kasus penyerangan, kekerasan seksual, peredaran narkoba, dan prostitusi. Tidak hanya menguak sejumlah nama artis seperti Seungri BigBang sebagai pemilik Burning Sun, Jung Joon Young, dan Choi Jong Hoon, kabarnya banyak pula chaebol (konglomerat), politisi, hingga aparat penegak hukum yang ikut berperan aktif dalam pembungkaman kasus ini.

Hasil dari terungkapnya kasus tersebut membuat Seungri mengundurkan diri dari grup BigBang dan industri hiburan secara menyeluruh pada 11 Maret 2019. Jangan tanya soal Jung Joon Young dan Choi Jong Hoon yang divonis tujuh tahun penjara. Mereka tentu mendapat kecaman publik yang begitu besar hingga diboikot dari berbagai program televisi (begitu juga yang terjadi dengan tersangka-tersangka sebelumnya yang datang dari kalangan artis).

Cancel culture atau budaya pengenyahan ini sudah ada dari zaman Yunani dan diterapkan pada sistem demokrasi Athena. Istilah yang digunakan untuk itu adalah ostrakisme, dimana seseorang dipaksa untuk keluar dari lingkaran sosial atau professional—baik secara daring melalui media sosial, ataupun secara langsung.

Entah apakah ini bisa dikatakan sebagai hal yang positif atau tidak? Namun yang jelas bagi masyarakat luas dan korban kasus kejahatan seksual, tindakan ini bisa menjadi bentuk preventif dan bukti perlindungan, bahwa negara melalui lembaga-lembaganya paham betul akan sensitivitas dan etika publik. Mereka menyadari bahwa kejahatan apapun tidak bisa ditoleransi, meski dilakukan oleh akademisi, politisi, hingga figur publik sekalipun. Sesuatu yang masih belum disadari secara penuh oleh negara kita, terutama pelaku-pelaku media yang berorientasi pada bisnis dan sistem kapitalis.

Kalau saja orang Indonesia mampu memisahkan antara bersikap rendah hati dan tegas, kemudian bijak menilai kasus seperti apa yang bisa ditolerir dan tidak, isu ini sepertinya tidak akan terjadi. Jika dalam lingkup sosial, tak ada salahnya memang memberikan kesempatan bagi pelaku untuk berkegiatan dengan normal dan bebas sebagaimana mantan napi yang lain.

Namun memberi ruang untuknya berdiri di hadapan publik dengan baju tahanan diiringi gurauan-gurauan tak berkelas khas acara varietas Indonesia adalah sama saja dengan menormalisasi pelaku pelecehan seksual. Sikap seperti ini juga berarti semakin melemahkan kesadaran masyarakat dan perjuangan aktivisme yang tak berhenti menyuarakan perlindungan dan pendampingan untuk para korban kejahatan seksual.

You May Also Like

16 komentar

  1. Pas berita SJ berkumandang, bingung hamba, kenapa ini orang disambut kek avengers? Kan doi pelaku kejahatan seksual, mana banyak headline berita yang isinya, SJ memaaf dan tidak dendam? Permisi bunda.. kan pelakunya SJ, kenapa doi seakan-akan korban?

    Tapi aku salut sama kita semua, kita kompak dan gencar buat ningkatin kesadaran kejahatan seksual. Walaupun belum 100% rakyat Indonesia begitu, tapi setidaknya pengguna sosmed sudah gencar memberikan opini SJ harus cancelled!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa jadi rata-rata penonton ada yg nganggap kalau kasus Saipul Jamil ini dipenjara karena narkoba, bukan karena pelecehan seksual. Soalnya aku pernah iseng tanya eyangku waktu lagi nonton TV, beliau taunya SJ ini keluar dari penjara karena kasus narkoba. Baru deh disitu aku jelasin yang sebenernya gimana, terus beliau bergidik tak suruh ganti😅 Miris sih, apa gunanya TV sebagai media informasi kalau informasi sepenting itu sendiri nggak disosialikan dengan gamblang. Terus aku juga jadi mikir, mbak, jangan2 banyak penonton di rumah yg mengira hal yg sama karena kurang tegasnya pihak televisi dalam menyebarkan berita. Gagal respek sama orang-orang di balik ini semua, huh😤

      Hapus
  2. Sangat menyayangkan sikap KPI atas ini. Dan bener.. Beda banget sm di negeri sono yg begitu tegas sm kekerasan seksual. Sy sendiri jika berada diposisi korban pastinya sih kecewa.. Banget. Trauma pd korban itu selamanya. N lucunya bisa2nya pelaku diberi sambutan demikian.

    Btw, aku baru tau sm istilah cancel culture disini. Seharusnya sih begitu ya. Keluarkan yg begini dr lingkaran sosial.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju mbak, gak bisa bayangin lho trauma yg dimiliki korban sedalam apa. Mana mungkin kan ada di benaknya suatu hari bisa dilecehkan seperti itu🥺 aku aja yg ngalamin beberapa masalah bukan pelecehan pun bisa ngerasain trauma berkepanjangan, apalagi ini. Heran kok petinggi-petinggi yang sadar hukum nggak ada ibanya sama para penyintas🤧

      Iya mbak Winda, di negara sana hal kayak gini udah nggak aneh hihi. Walaupun menyeramkan, tapi at least ada sisi positifnya. Terlebih dalam kasus Saipul Jamil kayak gini kayaknya penting dicancel dari lingkup sosial. Kebanyakan rakyat Indonesia terlalu rendah hati apa gimana ya🥲

      Hapus
  3. Aku uda lama banget ga nonton tanyangan tv lokal, cuma memang dengar berita SJ via medsos. Sebetulnya menyayangkan kenapa disambut sebegitunya tanpa empati pada korban dan keluarga korban. Beruntung artis dan influencer banyak yang mengecam jadinya KPI pun melakukan tindakan. Tapi seperti yang kamu bilang, toh di internal KPI aja ga peduli pada karyawan yang jadi korban, jadi sebetulnyaa percuma juga ngarepin dari KPI. Entah kita bisa berharap pada siapa, karena ketika kasus kekerasan seksual muncul, rata-rata yang disorot adalah korban bahkan nama korban bisa di tulis secara lengkap. Sedangkan di luar negeri, pelaku lah yang disorot bahkan gambar muka dan namanya yang di pampang dengan nyata.

    Indonesia memang belum sepenuhnya aware dan peduli akan permasalahan ini. Entah sampai kapan pihak-pihak terkait bisa membantu khususnya korban.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Devinaaaaa, long time no see huhu. Gimana kabarnya, mbaak?🥰

      Di medsos rame banget ya mbaak berhari-hari, sementara di TV sih sejauh yang aku lihat adem ayem aja. Kayaknya nggak ada pula yg senggol-senggol berita cancellation SJ di medsos🥲 Nah, yang bikin makin jengkel juga si KPI ini malah rilis statement lagi yg bilang bahwa SJ boleh muncul di ruang publik sebagai edukasi. Makin panas lagi lah kita, edukasi untuk apanya kan ndak masuk akal wkwkw. Mbak Devina ngikutin jugakah berita yang ini? Kabarnya sih sekarang KPI udah minta maaf dan cabut statement-nya itu. Tapi kita sebagai masyarakat udah nggak bisa percaya, nasi sudah jadi bubur.

      Oh iya mbak, yang lebih parahnya lagi dari kasus internal itu, si korban malah diadukan balik sama pelaku dengan tuduhan pencemaran nama baik dan masuk UU ITE karena membuka privasi pelaku di rilis persnya, astaga ingin nangis aku dengernya😭 Semoga korban MS bisa mendapat keadilan dan pendampingan yg setimpal atas perjuangannya selama ini, aamiin😢

      Hapus
  4. Kakak sempat baca sekilas soal berita ini di News, dan memang agak menyayangkan, kenapa seseorang seperti SJ masih dikasih kesempatan untuk masuk TV nasional, bahkan dielu-elukan dan diperlakukan bak pahlawan. Nggak kebayang bagaimana rasanya jadi korban, kalau belum siap dan sembuh mentalnya, mungkin akan semakin trauma 😓

    Semoga kedepannya semakin banyak yang aware, and thank you for sharing, Awl 🧡

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sedih dan miris banget pas lihat berita ya, kak😢 Heran kenapa tv yang berfrekuensi publik dan punya kewajiban untuk menampilkan siaran yg baik ini malah lebih nggak "aware" daripada masyarakatnya soal pelaku pelecehan seksual. Sebetulnya sebelum inipun netizen sama pihak stasiun tv udah sering nggak sinkron. Di saat orang-orang udah aware dan gembar gembor soal pentingnya pendampingan untuk korban pelecehan seksual, sebagian artisnya malah masih aja membudayakan jokes seksis yg cringe.

      Aamiin, semoga Indonesia kedepannya bisa punya tayangan yg lebih baik dan berkualitas lagi. Thank u juga kak Eno🤗

      Hapus
  5. Aku sendiri baru tahu kalau si Saipul ini dikasih sambutan sebegitu rupa karena liat berita-berita yang heboh. Heran juga dan kesal. KPI juga b aja tapi apa yang bisa diharapkan dari KPI sih kalo isinya juga orang-orang amoral? Padahal mereka yang dipercaya kebijaksanaannya untuk mengatur penyiaran.

    On another note, aku juga suka kesel dengan orang-orang yang suka bilang "zaman sekarang harus hati-hati karena cancel culture" padahal cancel culture itu bukan produk "zaman sekarang"!!! Bener sih ostrasisme itu sudah ada dari dulu dan kalau suka baca cerita rakyat dari zaman dulu pasti pernah nemu kasus penjahat yang diasingkan dan nggak boleh balik ke kampungnya sebelumnya. Aku juga nggak mikir Saipul harus nggak boleh ngapa-ngapain, nggak boleh kerja sama sekali, tapi seharusnya dia nggak boleh tampil di TV, nggak boleh jadi public figure gitu loh. Karena memang iya, kemunculan dia di TV nggak secara langsung membuat orang melakukan kejahatan seksual, tapi kemunculan dia itu membuat orang-orang sadar bahwa predator kaya dia itu masih bisa kembali dan jadi public figure lagi, itu bukan pesan yang bagus kan.

    Aku juga berharap perusahaan-perusahaan besar lain bakal aware juga sama isu-isu kaya gini, jadi begitu ada artis yang mereka sponsori terlibat skandal, langsung ditarik sponsornya, biar dimiskinkan. Bukan malah dibuat terkenal lagi. Huh aku kesel banget aja sih jadinya. Terima kasih juga Kak Awl udah berbagi opininya dengan sangat mudah dibaca karena aku kalau kesel suka nggak bisa berkata-kata.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Akupun baru denger beritanya setelah trending di twitter, karena nggak nonton TV. Ternyata pas dicek lho iya bener tayangannya ada, hadeuuh bikin cenat cenut langsung. Masalahnya di minggu yang sama pula kita harus menyaksikan bagaimana tidak bijaknya KPI sebagai lembaga dalam menangani masalah yg ada, baik di internalnya sendiri maupun eksternal😌

      Betul banget kak, praktiknya sudah ada dari dulu, hanya masalah istilah aja ya😅 dan sebetulnya orang-orang juga sebaiknya jangan pake kacamata kuda buat menerapkan cancellation ini, semisal ada artis yg melakukan kesalahan kecil, lalu dia menyadari itu dan meminta maaf di hadapan publik, mungkin aja pintu maaf akan selalu terbuka. Toh keputusan pemaafan pun bisa aja ada di tangan publik. Sementara ini kan lain ya kasusnya, bahkan studinya pun ada dan faktual🙈

      Emang berita kayak gini bikin kepala mau mendidih aja rasanya ya kak, hihi. Harus banyak-banyak elus dada ngeliat isu-isu di Indonesia. Terima kasih juga sudah mau sharing kak Nindya!🥰

      Hapus
  6. Mau marah2 disini boleh nggak.. ehh tapi nggk jadi deh.
    Aku ya kesel Awl kalau dnger.. apalgi pas tahu yg nyambut sedrama apa. Astaga. Udah kaya pahlawan ya.. ckck. *miris.

    Untung kabel antena TV dirumah rusak.. nggak ada niat buat tak bnerin. Haha. Isinya cuma begitu.. spongebob aja di sensor.. dicut.. hmm, mending Youtube. Bisa milihh ..

    Nice post as usual,Awl... semoga bisa turut membantu membuka mata banyak orang soal isu sperti ini..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bole mas Bay, disini aman nggak akan kena UU ITE kok, malah empunya blognya juga suka misuh-misuh🤣 Ya khaan, kalau dilihat-lihat proses penyambutannya nggak ada bedanya sama atlet-atlet olimpiade dan paralimpiade kemarin. Bedanya cuma di prestasi aja, jauuuuh🙈.

      Sekalipun ada, kayaknya mending diganti atau dipake buat nonton netflix aja ya mas, biar experience nonton film atau seriesnya lebih berasa😅

      Aamiin, terima kasih banyak mas Bayu!!

      Hapus
  7. Awwll terima kasih udah nulis ini, aku merasa uneg-unegku terwakilkan banget!! Kemarin sempat mikir mau bahas soal ini juga, tapi mau nulis namanya aja udah berasa eneg banget hahaha...

    Aku sampai speechless pas liat gimana dia diarak dikalungin bunga pas keluar dari penjara like wow our people can be this low?? *insert meme our expectations for you were low but holy f* tolong lah dia bukan atlet olimpiade yang baru aja mengharumkan nama bangsa!

    Tapi apa yang bisa diharapkan juga dari media yang memberitakan atlet kita "cuma" bawa pulang segini medali hadeeehh

    Mana orangnya juga ga tau malu banget lagi, mau-maunya juga muncul pakai seragam narapidana duuuh ga paham deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kembali kasih kak Eya😁 Hahaha kalau bukan kepentingan SEO juga males kayaknya nampangin nama dia, tapi kalau nggak ditampilin takut pesannya nggak sampe, jadi dengan sangat terpaksa sekali menuliskan huruf-huruf itu. Sebetulnya kalau perilakunya nggak nyebelin sih kita biasa aja kali yaa kak, cuma berhubung yg bersangkutan dan orang-orang di baliknya adalah mereka yg tidak simpatik dengan dampak dari kasus ini, jadi makin males🥲

      Itu tayangan yg dia pakai baju tahanan dan dibuat satu khusus segment itu memalukan banget sih. Lucu, bisa-bisanya kasus yg begitu sensitif ditampilkan sebagai hiburan, pada kehabisan ide apa gimana ya:( Bener-bener harus banyak sabar tinggal di negara Wakanda, Kak Eya🥲😅

      Hapus
  8. yess aku acungi jempol buat korea sama china
    china jika ada artis yang bermasalah dengan hukum, semua jejak digitalnya dilenyapkan nyap nyap. sampe segitunya
    coba kalau di indonesia, nyari berita taun nggak enak pun masih tetep ada

    aku gedeg nih sama berita bang ipul waktu itu, rame banget soalnya, kok ya hebohnya ngalah-ngalahin kayak nyambut peserta olimpiade. Aku bingung

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener2 tiap negara ada plus minusnya ya mbak🥺 dari segi sistem pemerintahan, mungkin masing2 udah bagus dan bersyukur kita negara yang menerapkan sistem demokrasi (walaupun ini juga masih dipertanyakan😂). tapi dalam persoalan cancellation ini, nggak bisa dipungkiri kita juga harus belajar sedikitnya dari negara lain yg betul2 memihak korban apapun itu jenis kasusnya🥺

      ah iyaa, sumpiih kujuga jengkel banget waktu ituu, berita kemenangan atlet paralimpiade yg harusnya dapat spotlight waktu itu jadi ketutup sama berita sj😭

      Hapus