Don't Stop

by - Januari 28, 2021

Don't Stop Learning

Minggu lalu adalah minggu yang lumayan berat, karena gue baru saja selesai bayar uang kuliah untuk semester berikutnya, dan terpaksa pakai uang tabungan gue (yang tadinya mau gue pakai untuk beli ponsel baru, karena ponsel gue yang sekarang RAM-nya sangat kecil) sebagai tanggungjawab atas diri gue sendiri yang nggak bisa ujian sidang bulan ini—seperti yang direncanakan sebelumnya. Kenapa batal sidang bulan ini? Karena data-data yang gue butuhkan molor terkumpulnya. Bukan karena data-data saja, sih, dari awal semester kemarin progress gue memang lamban karena berbagai kendala. But it's alright, at least i've tried my best. 

Penelitian gue memang lumayan sulit buat dilaksanakan di masa-masa pembelajaran jarak jauh seperti ini karena membutuhkan partisipan, bukan menggunakan pendekatan kualitatif dimana (dalam jurusan gue) pendekatan ini fokusnya ke analisis linguistik. Kalaupun butuh responden biasanya penelitian yang terkait dengan analisis kesalahan penggunaan tata bahasa, dsb. Oh iya, di jurusan gue ini memang ada dua konsentrasi jurusan yang harus dipilih saat akan memasuki semester V, yaitu jurusan Bisnis dan Pendidikan. Oleh karena gue ambil konsentrasi Pendidikan saat itu, alhasil gue harus berjibaku dengan setumpuk data kuantitatif. Ini sempat jadi salah satu pilihan yang gue sesali sebelumnya. Pada saat memilih konsentrasi Pendidikan, gue termasuk cari aman, sebab gue nggak mau berurusan dengan linguistik yang mana akan belajar lebih dalam lagi tentang kebahasajepangan. Apalagi kalau memilih Bisnis, gue akan dihadapkan dengan mata kuliah yang berkaitan erat dengan bahasa-bahasa perusahaan, sebagai entrepreneur, misalnya, and in Japanese definitely. Gue pikir dulu gue nggak cukup capable untuk ambil konsentrasi kesana—when i haven't even tried yet. 

But now i've got my lessons and i try to enjoy things i should have never regretted of.

Ngomong-ngomong soal kuliah dan serentet tanggungjawab, usia segini kayaknya mulai rentan banget menghadapi siklus dimana pencapaian orang lain menjadi terlihat "wah" dan lantas merasa malu ketika melihat diri sendiri yang masih stay di tempat yang sama. Insecure kali ya, lebih tepatnya.

Lihat teman-teman gue bolak balik Jepang dan Korea Selatan buat study exchange atau kerja, lihat teman-teman gue yang satu per satu mulai pergi lebih dulu meninggalkan almamater, lihat beberapa teman gue yang juga mulai sukses merintis usaha dan tekun di bidangnya, lihat teman-teman gue yang mulai aktif jadi content creator, dengan berani mengembangkan skill mereka dan keluar dari jalur akademik yang selama ini dijalani, even ada yang udah sempat kolaborasi sama penulis untuk jadi illustrator design-nya, dan of course, lihat sebagian besar teman-teman gue yang udah mulai bekerja. 

I know, seperti yang beberapa kali pernah gue mention di postingan-postingan sebelumnya, bahwa hidup kita bukanlah perbandingan atau arena balap dimana setiap orang harus dijadikan musuh untuk sama-sama berlomba meraih "garis finish". Life isn't a race with everybody else, but is a race with ourselves, our own lives. Toh bukankah pada akhirnya garis finish kita berbeda-beda? Nggak mungkin ada yang exact sama. Reward-nya pun tentu beda-beda. Ada yang mungkin dapat trophy, ada yang dapat hadiah bertemu dengan orang baru, ada yang dapat hadiah uang seabrek-abrek, atau ada yang sesederhana dapat sebuah hidayah atau pembelajaran berharga dari Tuhan untuk menjalani fase hidup yang berikutnya.

Akan sangat childish dan kontradiktif dengan kata-kata motivasi yang pernah gue tuliskan kalau gue berkata ingin menjadi seperti mereka yang saat ini garisnya nggak lagi sejalan dengan gue—menjadi mahasiswa kolot. Nggak, gue nggak betul-betul ingin menjadi sama seperti mereka cuz i know my place and where i'm standing at. Posisi gue nggak pantas untuk mengharapkan "hadiah" yang sama karena tujuan dan misi berupa pengorbanan atau perjuangan hidup yang teman-teman gue dan gue sendiri alami pasti berbeda. Karena itu, gue justru ikut berbahagia dengan segala pencapaian mereka. Seperti beberapa sohib gue yang baru selesai yudisium kemarin.

Oleh karena itu, poin yang mau gue sampaikan saat ini bukanlah tentang bagaimana cara agar nggak insecure atau bagaimana supaya gue nggak kebanyakan mengeluh dan melihat ke atas, karena jawabannya mungkin hanya satu; gue hanya perlu fokus dengan diri sendiri, jalani dan nikmati apa yang ada sekarang. Melainkan semua ini adalah tentang bagaimana dan apa yang membawa gue pada situasi yang (menurut gue) kurang beruntung saat ini, yang membuat gue merasa tertinggal jauh di belakang, yang mungkin bisa menjadi sedikit pembelajaran untuk teman-teman yang sedang mengalami hal serupa, atau juga sedang ke tahap itu. Bukan gue nggak menikmati hidup dan mensyukuri segala hikmah yang gue miliki sekarang. I do enjoying and trying to be surrendered over the things that happened in my life, but i must be aware too that not all of these are good and fun to get thru. That's why within this post, gue ingin berbagi tentang apa yang sudah gue pelajari dari kesalahan-kesalahan tersebut.

Dulu, dari SD – SMA, sebelum menginjak bangku kuliah gue termasuk anak yang aktif dan lumayan rajin di kelas. Not that ambitious yang bisa saja menghalalkan segala cara agar bisa on top, tapi gue cukup serius dalam belajar, sampai-sampai ketika ranking gue turun, gue akan merasa sangat stress dan gelisah, kenapa bisa? Dan bagaimana cara naiknya lagi? Gue akan kalang kabut. Mungkin karena gue sudah dilatih belajar dari usia 4,5 tahun dan masuk SD 5 tahun tanpa menikmati bangku TK, pendidikan menjadi sesuatu yang begitu kompetitif buat gue. Belum lagi dorongan dari orangtua agar gue menjadi anak yang rajin dan berprestasi dengan baik.

Dalam setiap kerja kelompok pun, gue yang hampir sering meng-handle atau menjadi kepala karena gue kurang percaya dengan hasil kerja orang lain, dan karena gue ingin selalu mendapat nilai yang bagus. Kalau menurut gue ada yang perlu diperbaiki, gue nggak segan-segan untuk mengerjakan semuanya sendiri karena gue nggak rela kalau harus dapat nilai yang kurang memuaskan. Mau kerja secara mandiri atau berkelompok, nilai gue harus bagus!

Namun semuanya berbeda saat gue mulai menikmati kehidupan perkuliahan. Sebab gue mulai menjadi satu-satunya yang memegang kontrol atas urusan akademik, dan karena perkuliahan cenderung lebih santai daripada kehidupan sekolah, membuat gue merasa memiliki kebebasan untuk not doing what i get used to do which is being persistent and passionate in academic matters. Karena, nggak akan ada guru yang memanggil ke ruang BK kalau gue nggak masuk kelas 2 – 3 kali, nggak ada lagi masuk sekolah jam 7.15 dari Senin sampai Jum'at, nggak ada lagi adegan lari-lari ngejar angkutan umum karena takut terlambat, nggak ada lagi guru yang nyariin kalau gue nggak masuk kelas setelah istirahat padahal tadi paginya gue hadir, nggak ada lagi peringkat kelas diiringi dengan pembagian raport oleh orangtua. Semua tanggungjawab ada di tangan gue, mau jadi mahasiswa yang rajin, atau jadi mahasiswa biasa-biasa aja yang sering bolos? It's all up to me. Sayangnya gue memilih menjadi mahasiswa average yang skill-nya nggak meningkat banyak dan sering skip kelas karena belum ngerjain tugas. Iya, lumayan bandel juga gue dulu.

Di perkuliahan, kami diberikan jatah absen tiga kali bagi yang nggak bisa hadir di kelas. Kalaupun bolos lebih dari itu, ya sudah, otomatis nggak lolos mata kuliah yang bersangkutan dan gue masih bisa mengulang di semester depan. Berbeda dengan saat di sekolah dulu dimana semua mata pelajaran harus dihabiskan pada semester itu. Pengawasan dari orangtua pun nggak seketat dulu saat masih di bangku sekolah, mungkin karena mereka terlalu percaya dengan kemampuan gue, saat gue sendiri perlahan-lahan mulai meragukan diri sendiri. Alhasil gue kehilangan arah akan kapal yang sedang gue layarkan.

Gue merasa capek menjadi anak rajin yang sering dimanfaatin orang untuk jadi kepala di setiap kerja kelompok. Gue capek belajar karena nyatanya skill gue nggak bertambah pesat. Gue juga capek belajar karena gue merasa masih bisa ngikutin mata kuliah yang ada, berpikir bahwa toh gue sudah pernah belajar subjek yang sama waktu SMA, tanpa menyadari bahwa tingkat kesulitan mata kuliahnya akan semakin tinggi tiap semesternya. Akibatnya gue lengah, gue nggak bisa ngejar ketertinggalan, gue terseok-seok. Sekalipun bisa ngejar, itu cuma saat di kelas dan gue harus ekstra belajar dulu setiap H-1 (atau bahkan -1 jam) sebelum kelas dimulai. Minat dan semangat belajar gue naik turun, karena gue merasa sudah menyerah duluan ketika melihat orang-orang yang lebih jago dan hebat skill-nya di atas gue. Anehnya, aura kompetisi yang selama ini gue temukan di sekolah nggak ada di bangku perkuliahan. Mungkin karena orang-orang yang gue temui cenderung lebih santai, lebih YOLO, dan nggak terlalu ambisius.

Lama-lama gue jadi berhenti becoming someone i get used to, gue berhenti mengatur berbagai mimpi dan rencana yang mestinya bisa gue capai sebelum saat ini, dan sebelum semester gue kelebihan. Gue berhenti menjadi seseorang yang konsisten dalam berusaha. Gue berhenti punya tujuan. Gue berhenti menjadi seorang Awl yang serius dalam persoalan akademik.

Kondisi ini didukung dengan organisasi dan kegiatan lain di luar kampus yang membuat nyaman. Sehingga gue lupa akan kewajiban dan segala cara yang harusnya gue lakukan untuk meraih tujuan plus menjalankan kewajiban itu. I was lost, cuz i was too comfortable in my zone. Menurut gue, kenapa gue harus terburu-buru kalau gue bisa santai? Kenapa gue harus berlari kalau bisa berjalan? 

"Tuh, lihat, teman-teman di samping gue pada jalan, kok!"

Lalu lupa dengan beberapa teman lain yang awalnya ada di belakang gue, sekarang melesat jauh di depan sana. Terlihat seperti semut kecil di ujung mata. Gue pikir masa depan gue masih panjang, masih banyak hal yang mau gue lakukan, and it's not all about studying in college. Mungkin pendapat ini nggak masalah untuk sebagian orang, and some people might think that it's pretty normal to go through. Namanya mahasiswa seumuran gue, pasti akan menemui banyak hal menantang yang suka nggak suka, atau sengaja nggak sengaja akan dilahap pada akhirnya. Itu juga lah yang mendasari pemikiran santai gue sebelumnya. Tapi gue berusaha untuk melihat dari kacamata yang lain saat ini.

And you know what? Pemikiran ini nggak jauh berbeda dengan seminar-seminar motivasi yang selalu menggaungkan dan mengunggulkan sosok Mark Zuckerberg, Bill Gates dan Steve Jobs, tiga mahasiswa yang sempat DO dari kampusnya di usia 19 tahun untuk merintis perusahaan (yang kemudian menjadi) terbesar di dunia, yakni Facebook, Microsoft dan Apple, agar kita bisa terus memaklumi setiap kegagalan dan movement sebagai validasi atas keputusan yang mungkin saja menyimpang. Masalahnya, kalau hal itu terjadi kepada gue, bukannya belajar mencari jati diri dan memperjuangkan apa yang menjadi passion gue, gue malah akan mendatangkan kegagalan dengan sendirinya. Gue yang mengundang kegagalan lain, dan bukan menghindari itu. Karena hidup gue nggak sama dengan Mark, Bill Gates, dan juga Steve Jobs, yang di-DO dari kampus ternama di Amerika. Kalau gue mau ikut-ikutan kayak Steve Jobs, yang ada malah jadi Steve Jobless

Situasi ini semakin diperparah ketika gue menemui beberapa kegagalan baru. Saat gue sedang sadar dan berusaha untuk memperbaiki diri, gue gagal empat kali berturut-turut JLPT (Japanese Language Proficiency Test) intermediate level, dan gagal untuk mengantongi piala ketika gue mendapatkan kepercayaan dosen untuk membawa nama baik kampus di ajang Speech Contest. Padahal gue sangat percaya diri sebab tema yang gue bawakan cukup menarik dan solutif. Gue juga merasa gue belajar dengan cukup sebelum ujian JLPT. 

Saat itu gue ada di semester VI. Gue merasa sudah berusaha cukup keras untuk kembali ada di jalur ini. Merasa termotivasi karena melihat teman-teman gue yang berangkat untuk pertukaran ke Jepang. So i watched animes and dorama everyday, i exercised my listening skill with various Japanese content in YouTube and other streaming platform, i was trying to engage with Japanese fellas who were learning English or Bahasa, baik yang sedang berada di Indonesia atau lewat aplikasi semacam HelloTalk, Hello Pal, Tandem, hingga Duolingo. Beberapa hal tersebut adalah bentuk usaha gue untuk melepas idealisme yang menganggap bahwa belajar bahasa asing nggak perlu mengenal budayanya, dan cukup lewat textbook. Gue mulai realistis dan mencoba jatuh cinta dengan jurusan gue, karena belajar secara teori saja nggak akan membawa gue jauh kemana-mana.

Tapi kenyataannya, gue tetap gagal. Dan semua itu terjadi ketika gue sedang on fire memperbaiki kesalahan gue. I know, seharusnya sudah jelas bahwa gue kurang berusaha dan maksimal dalam mengerahkan kemampuan gue. Namun yang namanya kecewa, selalu datang tepat di waktu-waktu yang sulit. Bukannya mengejar ketertinggalan, gue malah berlari ke samping, menerobos batas dari arena yang gue mulai senangi itu. I was devastated dan seolah mendapatkan pengakuan untuk kembali berada di zona gue yang terlalu nyaman dan melenakan. Karena pada akhirnya, sekeras apapun gue berusaha, gue akan selalu berada di titik yang sama, nggak maju, tapi justru semakin mundur, semakin jauh dan semakin tertinggal.

Lambat laun, gue menyadari bahwa gue nggak bisa selamanya berlari dari track tersebut. Selain karena gue harus menyelesaikan tanggung jawab, gue punya janji tak terucap di dalam hati yang gue simpan untuk orangtua gue (dan keluarga, tentunya).  Dulu, saat memilih untuk masuk ke jurusan yang gue pilih, ayah gue sempat ragu dan bertanya-tanya, "apakah prospeknya akan bagus untuk masa depan kamu setelah lulus?"

Dengan mantap gue menjawab, "iya! Sekarang banyak perusahaan-perusahaan asing dan peluang untuk bekerja dengan ijazah ini pasti akan besar, karena bahasa asing bisa menjadi jembatan untuk kita melihat dunia luar, yah." Nggak persis sama, tapi kurang lebih begitu maksud gue saat mencoba meyakinkan bokap. Sekarang, beliau menaruh harapan besar bagi gue. Dia sudah percaya bahwa gue akan bertanggungjawab dengan pilihan yang gue ambil, dan bahwa gue akan memiliki masa depan yang sedikit lebih baik, karena skill gue sedikit banyaknya mungkin akan menjamin masa depan gue. Gue lupa, untuk mencapai itu, gue harus bekerja ekstra keras, bersaing dengan mereka-mereka yang ber-privilege dan cerdas di bidangnya. Karena gue bukan satu-satunya orang yang ingin bisa berada disana. Nggak kok, orangtua gue bukan typical orangtua yang strict dan nyetir anaknya. Wajar kalau mereka sedikit berharap untuk kebaikan gue. That's why sudah sepatutnya gue memangku tanggungjawab ini.

Beberapa hari lalu, gue mendapat komentar dari kak Eno yang memacu diri gue untuk bisa kembali on track. Kak Eno berpesan, meski susah, penting untuk kita kembali fokus pada tujuan awal kita, kenapa memutuskan itu, dan dalam hal ini memutuskan untuk kuliah di jurusan yang gue ambil. Gue merasa mendapatkan angin segar untuk pelan-pelan kembali memulai track dengan semangat yang baru. Karena sebelumnya, gue memang sedang bertarung dengan berbagai perasaan gelisah akan meneruskan persimpangan ini, atau melanjutkan apa yang telah gue pelajari. Meski masa depan nggak ada yang bisa mengira, setidaknya gue berusaha, dan gue nggak mau berlari untuk yang kesekian kalinya.

Kebetulan juga, tulisan ini gue buat untuk tantangan menulis dari CRLand-nya kak Eno, yang menurut gue temanya sangat relate dengan keresahan yang gue rasakan. So, untuk menjawab dua hal apa yang mau gue improve dari diri gue..

Pertama, gue mau meng-improve cara pandang gue, dalam hal ini unlearn soal nilai-nilai kehidupan yang menggiring gue pada suatu kecerobohan dan ketertinggalan saat ini. Iya, saat ini. Karena masa depan adalah sesuatu yang abu-abu dan gue nggak tahu pelajaran apa lagi yang akan membawa gue nantinya. Namun yang jelas, sekarang gue ingin memantapkan itu dalam hati gue, bahwa untuk mencapai sesuatu, nggak ada kata berhenti dan lelah. Beristirahatlah secukupnya, sewajarnya, hanya saat gue membutuhkannya. Gue nggak mau mudah tergoyahkan oleh beberapa kerikil kecil yang mungkin akan mematahkan semangat gue lagi. Karena Mark Zuckerberg, Bill Gates dan Steve Jobs nggak berhenti untuk melakukan risetnya meski mereka drop out dari college. Dan beberapa orang sukses lainnya, bahkan memulai bekerja dan giat berlatih dalam waktu yang intens sejak mereka masih di bangku sekolah. Salah satu contohnya penyanyi favorit gue, Isyana Sarasvati. Sudah cukup untuk gue bermain-main. Meski, lagi-lagi gue nggak bisa menyamakan hidup mereka dengan gue, tapi untuk mengambil hikmah dan motivasi gue rasa nggak ada salahnya. Daripada selalu menjadikan rasa malas sebagai validasi untuk memperlambat kesuksesan. Nggak ada kata berhenti untuk berjuang. Gue harus menyimpan itu dalam-dalam di benak gue.

Lalu yang kedua adalah me-relearn tentang semua skill gue dalam bahasa Jepang—which is my major. Hal ini sudah pasti gue akan mengulas kembali beberapa mata kuliah dan ilmu kebahasajepangan yang mulai merosot dari kepala gue. It takes time, obviously. Tapi gue mau berusaha untuk memulai semuanya kembali. Nggak benar-benar dari nol, mungkin. Tapi dari track yang terakhir kali gue tinggalkan. Karena pada akhirnya ini semua bukan hanya tentang gue dan idealisme gue. Sebab, dalam beberapa bulan atau beberapa tahun kedepan, gue mungkin belum bisa memberi makan diri sendiri dan membantu membiayai adik-adik gue lewat menulis. So, buat gue saat ini pepatah "better late than regret" lebih pantas disematkan daripada "better late than never". Because i have to be realistic, and see things more clearly than before. Gue percaya gue masih punya kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Nggak cuma demi diri gue dan segala mimpi-mimpi yang masih tersimpan di buku catatan, tapi untuk orang-orang yang gue sayangi, dan untuk masa depan adik-adik gue.

Sedikit demi sedikit gue mulai menemukan ritmenya. Sekarang gue percaya bahwa belajar bisa darimana saja, dari platform apapun dan nggak mesti selalu kaku, selama caranya positif dan mudah untuk diimplementasikan.

Beberapa strategi belajar masih gue cari, dan beberapanya lagi biarlah gue simpan agar tulisan ini nggak menjadikan gue congkak, melainkan sekadar menjadi saksi bisu, bahwa dalam setiap barisnya, gue menitipkan harapan besar akan perubahan diri gue ke arah yang lebih baik. Semoga, someday, resolusi-resolusi kecil yang telah gue buat serealistis mungkin ini bisa menemui rasa leganya nanti, Aamiin.

Teruntuk teman-teman, juga kakak-kakak yang sudah membaca tulisan panjang ini sampai akhir, terima kasih banyak. Tolong do'akan gue, ya. Gue juga berharap, semoga segala harapan kita bisa terwujud suatu hari, pada situasi dan kondisi yang tepat yang Allah tentukan untuk menerimanya. Semangat!💪🏻♥️

You May Also Like

42 komentar

  1. Pertama nggk ini mba Awl..?? hehehe

    Pertama aku mau ucapin terimakasih sudah ngingetin buat bayar kuliah... hahah.. nggk tau kenapa bisa hampir lupa dan malah sibuk scroll di shopee... 🙄

    Lohh Mba jurusan Bahasa Jepang?? Wahh keren beud.. sensei saya juga orang jepang. Kalau ngomong suka campur bahasa Inggris sama Jepang. Mostly Jepang yg kadang aku nggk ngerti terus nebak2 gtu beliau ngomong apa..

    Ntr pas ada salah paham. Senseinya malah mutung cemberut.. hehe

    Yah gimana yah.. apalah daya aku yg cuma ngerti arigatou sama ohayou doank.. sama sumimasen.. sama doitasimashite.. 😁 nggk tau tulisan ejaannya kaya gini atau bukan.. hehe

    Malah aksen mereka kebawa2 ke aku juga mba.. kaya 'etoo' 'anoo' yg saya sndiri ini nggk ngerti artinya apaan.. heheh

    Yah harapan aku, semoga sukses dengan penelitiannya yah Mba..
    Apapun itu masalah yg sedang didapati, yah pesan aku jangan lari.. hehe.. but deal with it!! yah memang susah. Tapi yah gimana. Katanya kalau nggk ada masalah bukan hidup namanya.. hehe😄

    Iyah setuju mba.. nggk usah balapan sama orang. Capek.. hehe

    Semangat yah mba.. 😆😆

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertama banget mas Bayu🤣 wkwkwk, tapi mungkin itu maksudnya pertama biar secara nggak langsung diingetin soal bayar ukt😆

      Wah keren mas bisa kerja langsung sama orang Jepang, karena emang mereka kalau ngomong susah dipahami😂 Soalnya bahasa Inggrisnya jarang yg bisa sefasih kita, mungkin karena huruf-huruf disana cenderung lebih ribet dan nggak ada huruf L. Seriously, orang Indonesia tuh english-nya bagus bagus karena dari alfabet aja kita sama kayak huruf internasional, eheheh😁

      By the way, itu bener kok mas ejaannya😆 kereeenn, kalau dibiasain bisa nih nanti ngomong cap cis cus sama bosnya😁👏🏻

      Etto, ano tuh kalau disini sama kayak anuu, mas Bayu. Memang nggak ada arti spesifiknya, cuma gaya bahasa aja biar bingungnya tetep keliatan jago bahasa Jepang, hahaha. *kujuga gitu soalnya, pftt🤣*

      Anyway, thank you mas Bayu atas do'anyaa. Iyap, hidup orang biarlah jadi urusan orang. Kita hanya perlu bergerak dengan kaki kita sendiri dan berjalan di arena yg mau kita lalui ya mas😄 Semoga mas Bayu juga lancar segala urusannya dan selalu diberikan keberkahan, Aamiin. Ganbatte! Ehehehe.

      Once again, makasi banyak mas Bayu!😆

      Hapus
  2. Dua hal yang aku dapat dari postingan ini:
    1. "Gue hanya perlu fokus dengan diri sendiri, jalani dan nikmati apa yang ada sekarang."
    2. "Meski, lagi-lagi gue nggak bisa menyamakan hidup mereka dengan gue, tapi untuk mengambil hikmah dan motivasi gue rasa nggak ada salahnya."

    Poin kedua yang sering luput dari pikiranku jadinya stres terus males karena bandingin diri sama orang lain yang lebih hebat dan (let's say) lebih ber-privilege menurut pandanganku, thanks Awl.

    Aku doakan semoga dilancarkan urusan perkuliahannya dan bisa melangkah ke fase hidup selanjutnya setelah kuliah. Semangat Awl, you can do it because you are great! ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kuncinya fokus dan selalu ambil hikmah dari setiap rasa iri yg kita punya yaa mbak Endah🤧 Ini juga akan selalu menjadi PR buatku setiap kali sedang insecure atas pencapaian orang lain. Sebab kalau hanya bicara kadang memang mudah, tapi konsistensinya yang naik turun😁 Setidaknya mulai dari sekarang kita bisa selalu memantapkan itu dari hati.

      Aamiin, terima kasih banyak mbak Endah🤧 You're great too! Semoga segala urusan, pekerjaan, niat dan rencana-rencana yg mbak Endah miliki bisa berjalan dengan lancar, Aamiin:'))

      Semangat jugaa mbak Endah belajar bakornya! Mbak Endah jjang!😁

      Hapus
  3. Don't Stop... Of course, seenggaknya kita emang harus tetep bergerak.
    Kalau enggak bisa lari, enggak apa-apa jalan, yang penting jangan diam. Enggak apa-apa telat yang penting 'kan selamat.?

    Menurutku Awl dah keren banget karena memutuskan untuk tetap melangkah setelah berkali-kali patah. And again, kita emang sebaiknya fokus pada diri sendiri daripada ngebandingin sama pencapaian orang lain (tapi kalo ngambil hikmah dan motivasi, it's okay). Karena pada akhirnya yang patut kita banggakan adalah seberapa keras usaha kita, bukan hanya tentang hasil dari usaha yang kita lakukan. (yang penting internal goals tercapai dulu, kalau external impact ya syukur-syukur kalau tercapai) - filsuf stoic

    Trus kalau ngomongin Jepang, emang hal pertama yang terlintas di kepala ya "Anime" ehe. Ada quotes penutup dari salah satu tokoh Anime KnB, "Aku tidak bilang kalau kau akan berhasil jika tidak menyerah. Tapi, kalau kau menyerah, tidak ada lagi yang tersisa." - Aomine

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa ya Agam, saya lupa, jalan atau terlambat juga tetap pergerakan, yang penting nggak berhenti aja. Setidaknya saya sudah cukup berusaha. Tapi mungkin karena saya terlalu lama berjalan dan kehilangan semangat, saya jadi nggak melakukannya dengan hati, hehe. Dan itu yang sedang saya perbaiki, supaya once saya punya semangat lagi, saya bisa mengatur sendiri kecepatannya. Kapan saya bisa berlari, dan kapan saya mau jalan😄.

      Terima kasih banyak atas supportnya, Gam. Your words means a lot🤧 Agam juga keren! Semoga segala urusan perkuliahannya dipermudah yaa semester ini, dan jangan sampe kelebihan kayak saya. Hahaha, semangaatt!💪🏻

      And thank you juga untuk quotes motivasinya. Don't stop and don't give up, yes!💪🏻 Saya juga dulu nonton nih KnB, tapi sekarang lupa lupa ingat sama tokoh-tokohnya, hehehhe😆

      Hapus
  4. Terimakasih sudah berbagi, Aina. Saya memiliki hampir 80% kesamaan dari tulisan kamu.

    Pertama, perasaan mengeluh. Saya juga bahas hal ini pada pos yang saya ikutsertakan pada sayembara CR Challenge. Kebetulan kamu bahas ini, saya merasa relate.

    Kedua, masalah tentang perbandingan dengan orang lain. Itu hal lumrah diumur kita segini. Masa-masa Quarter Life Crisis, lah istilahnya. Dinikmati saja.

    Ketiga, janji. Sama seperti kamu, saya juga meyakinkan orangtua saya pada jurusan yang saya ambil dengan dalih "semua jurusan itu sama, perkara gampang tidaknta cari kerja sekarang hal itu sudah tidak berlaku". Dan itu juga yang masih jadi utang moril. Padahal, saya baru baca tentang Tiger Parenting kemarin. Jangan-jangan, kita semua ini adalah produk dari budaya itu :(

    Empat, mata kuliah Jepang. Saya juga lagi ambil mata kuliah Bahasa Jepang semester ini. Masih dasar-dasar, tapi susah euy. Saya mesti minta bantuan ke teman tiap ada tugas dan ujian. Apalagi bagian Hiragana. Aduh. Pusying.

    --

    Terlepas dari semua itu, saya harap Aina bisa menyelesaikan studinya dengan baik. Karena menurut saya, studi itu bukan untuk kita sendiri, tapi untuk orang tersayang. Setidaknya jika hal itu selesai, ada garis yang akan kita lewati.

    Semangat Aina, terimakasih sudah berbagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. We have so much things in common ya, Rahul. Specifically soal tulisan😁

      Ah iyaa, Alter Ego itu Bernama Emosi. Saya sudah baca postingan itu di hari Rahul posting, tapi nggak sempat kasih komentar, hehe *atau lupa ya🤔*.

      Ngomong-ngomong soal mengeluh, mungkin ini jadi salah satu kegiatan positif atau terapi untuk orang-orang yang nggak mau asal dijudge kurang bersyukur gara-gara mengeluh. Karena sejatinya mengeluh adalah respon yang nggak bisa kita duga. Namanya reflek, kadang sulit dikontrol dan nggak bisa disalahkan. Asal selalu ada hikmah yg bisa diambil dari sana, semacam kontemplasi. Buktinya keluhan kita bisa jadi tulisan sederhana dan refleksi😁 Kalau di postingan Rahul membahas tentang emosi, saya lebih tentang mengontrol agar bisa fokus dengan pekerjaan sendiri.

      Tadi saya baca-baca tentang tiger parenting. Mungkin saja Rahul kita adalah produk itu, dan mungkin kedepannya bagian dari sandwich generation? Meski kalau dilihat lagi dari sisi orangtua, kebanyakan pasti akan berpikir bahwa itu untuk kebaikan anak agar masa depannya lebih cemerlang dari orangtua. Tapi terlepas dari istilah-istilah ini, saya justru merasa bahwa hal ini adalah tanggungjawab yang memang sudah seharusnya saya pikul, karena saya bukan anak remaja lagi yang masih bisa uncang-uncang kaki setiap pulang sekolah atau setiap liburan tiba. Ada banyak hal yang harus dipikirkan dan diselesaikan. Karena pada akhirnya nggak semua orang punya kehidupan yg mulus dan keuangan yang stabil. Let's say kita kerja memang untuk mata pencaharian😂 Terlebih orangtua saya sendiri nggak terlalu ngepush anaknya. Justru beban-beban pikiran banyaknya malah datang dari diri sendiri😆 Tapi bagaimanapun itu, semoga kita nggak membiarkan diri kita terlalu dalam terpuruk akan pikiran yang membebani ya, Rahul🤧.

      Woaahh, semester ini ambil matkul Bahasa Jepang lagi? Sugoooiii😁 Huruf Hiragana emang nyebelin, banyak yang miripnya. Apalagi kalau udah belajar katakana, Rahul mungkin akan susah lagi membedakan karena hurufnya banyak juga yang sama. Tapi jangan terlalu dipikirkan, karena huruf ini jarang dipake juga. Biasanya untuk kosakata asing aja. Enjoy yaa, Rahul. Semoga semester ini berjalan dengan baik, dan huruf hiragananya bisa hafal semua. I know you can do it!!😆💪🏻

      Aamiin, terima kasih banyak Rahul😊 Semoga semua do'a-do'a baik berbalik juga untuk Rahul. Semangat kuliahnya! Dan sehat selalu yaa Rahul dan keluarga💕

      Thx for sharing, too😬

      Hapus
  5. Dont forget to finish the task Awl.. 😂😂

    Finish your study and you will have plenty of time for self improvement 😁

    Sometimes, you need to eat the frog early.


    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaampun pak Anton... kenapa Awl disuruh makan kodok?? :)))

      Hapus
    2. Ehehe siaapp pak Anton!💪🏻 Sedikit lagiii, mohon do'anya ya, pak😄

      Hapus
    3. @Mbak Hicha: Wkwkwkw karena sekarang lagi musim hujan mbaak, jadi berisik kodoknya, makanya tak makan aja🤣

      *wkwk becanda ya pak Anton😆😆*

      Hapus
  6. Andai event Mba Eno memperhitugkan vote, aku bakal vote tulisan Mba Awl ini.. Ngena bgd di hati bacanya..

    Masa2 itu memang sedang kondisi keresahan makin banyak dateng. Apalagi kalau liat temen2 yg kata Mba Awl udah pada melejit ke depan.
    Anggap aja ini adalah sebagai sentilan kecil kehidupan untuk mengingatkan Mba Awl kembali fokus ke tujuan awal. Dan percayalah, ga ada yg sia2 di dunia ini. Kalau ternyata Mba Awl ga bs lulus secepat teman2, mungkin Mba Awl mendapatkan keuntungan membangun jaringan dg kenalan saat sibuk beraktifitas lain. Kita ga pernah tau kapan jaringan dan koneksi itu suatu saat jg memberikan manfaat kan..

    Sekarang fokus ke depan aja Mba. Semangaaat! 😁 Mudah2an menang jg Crland nya, lumayan buat nambah2in beli hp baru. Hehehe.. Amin!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Thessa bisa ajaa🤧

      Iya mbak, saya percaya pace tiap orang berbeda-beda and we just kinda have to deal with it:') Boleh jadi yg sekarang melejit pun perjuangannya lebih berat daripada saya. Tapi mau bagaimanapun, siapalah kita yg apa-apa harus dibandingkan terus hidupnya😂. Toh semua ujian untuk masing-masing makhluk pasti berbeda, hehe🤧

      Ah, terima kasih banyak atas apresiasinya mbak Thessaaa! It means a lot😍💕

      Hapus
  7. membaca tulisanmu entah kenapa jadi ngingetin pada diriku sendiri.

    Aku itu lulusan smk farmasi. lulus smk langsung kerja, seperti seharusnya. singkat cerita pas kerja, kepikiran kuliah karena bapakku ingin aku jadi sarjana, tapi ga kepikiran lanjut studi farmasi biar bs jadi apoteker karena ga mau aja.

    akhirnya dengan pikiran pendek, hanya karena temen kerja saat itu berkuliah di unikom kelas karyawan jurusan teknik informatika, yaudah akupun ngikut... ngikut tanpa mikir kalo akutuh musuhnya matematika, trus kenapa kuliah informatika yg isinya ga sedikit soal matematika dan angkanya.

    Awal kuliah, aku menyepelekan dan nilaiku ancur di dua semester awal, pokoknya di bawah 2,5 deh kyknya di 2 semester itu, dan setelah itu aku jadi mikir, kyknya karena kerja jg jd ga bisa fokus, trus aku mutusin pilih kuliah aja dan keluar dari tempat kerja.
    resmi deh jadi fulltime mahasiswa tapi ttp di kelas karyawan krn males adaptasi temen lagi, eh alih-alih fokus, aku malah lebih sering maen, sampe akhirnya tibalah di semester akhir, harus ambil judul skripsi, tp ilmu masih kayak mahasiswa baru.

    Bingung.

    Akupun bikin judul yg diusulin temen, lolos.. tp susah dong beresinnya, mana skill coding masih beginner banget, disitu aku stres, mundur ga bisa, majupun susah banget. saat itu adalah momen dimana tidur adalah suatu kenikmatan karena itulah satu-satunya waktu dimana aku bisa melupakan dan lari dari kenyataan.

    orangtua udah berharap undangan untuk mendatangi acara wisuda, tapi aku malah ngasih kabar kalo aku harus nambah 1 semester lagi untuk beresin skripsi. disitu aku sedih banget, ngecewain ortu tp tetap berusaha sabar dan malah menyemangatiku agar bisa cepet beres.

    well, i try my best, susah payah, berat di mental, berat di otak, berat di ongkos pula. but i keep going, dan akhirnya lulus dengan nilai biasa aja.
    it's okay, its really fine, yang penting aku lulus dan bs memenuhi harapan orangtua agar aku bergelar sarjana.

    you do your best, and eventually you will finish it, just like what i already did. meskipun aku lulus dan merupakan lulusan gagal sih soalnya ga bisa coding jg, hahaha... tp dari ceritamu, aku melihat kalo kamu itu jauh lebih baik dariku.

    pada waktunya, semua akan terasa indahnya.

    semangat awl, kandidat pemenang kompetisi creameno nih..
    ahahaha, makin sering blogwalking makin yakin kalo aku ikutpun, hanya sebagai penceria, penambah kuota yg ikutan aja, hahaha..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salut dengan kak Ady, yang masih bersemangat untuk lanjut kuliah meski sudah bekerja🤧 soalnya banyak juga kulihat yg sudah kerja biasanya akan malas bagi waktu untuk kuliah. Even tho kak Ady akhirnya memutuskan untuk full time sebagai student, itu pasti bukan sebuah keputusan yang mudah. And you too, eventually nailed it, kak!🤧

      Terima kasih atas supportnya, kak Ady. Setidaknya aku nggak betul betul merasa sendiri😢 dan terima kasih kakak sudah mau berbagi disini🤧🎁

      Hahaha kak Ady mah sa aeee🤣 tulisan kakak jauuuh lebih bagus, kok. Apalagi selalu dengan visualisasi yg keren😍 But, i must say that both of us are cool blogger, right? Wakakaka pede bett yak😆

      Tapi gapapa memang hidup itu harus PD, wkwk. *Tanyasendirijawabsendiri🤣*

      Anyway, makasih sekali lagi kak Ady! You made my day!😁

      Hapus
  8. Thank you for sharing your story Awl.
    Aku nggak bakal komentar banyak karena aku percaya kamu sedang menikmati prosesmu.
    Best of luck untuk Awl! Love love love..!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you mbak Pipit atas supportnya! It means a lot😭

      May your days full of joy and happiness as well, mbak! Much love🤗💕

      Hapus
  9. Selalu tulisan Awl meskipun panjaaang bangeeet tapi tetap ingin baca sampai habis. Karena terlalu sayang jika baca sepotong-potong.

    Struggling saat ini tentunya akan berdampak baik untuk kedepannya. Semangat yaa Awl!! Setidaknya kamu satu step lebih maju karena berhasil mem break down semua hal yang perlu untuk di benahi atau perbaiki. Semoga kamu juga bisa menikmati setiap proses yang terjadi. Bertumbuh dari proses tersebut dan kamu bisa fleksibel juga dalam menentukan langkah mana yang akan di ambil.

    Sebab kedepannya tentu jalan ga selalu lurus, akan penuh dengan cabang dan rintangan. Semoga Awl bisa untuk mengatasinya dan strict terhadap goal yang akan di capai. Semoga juga skill major kamu terkait bahasa akan lebih baik yaa. Bersyukur sekarang era digital jadi proses belajar bisa lebih mudah dan cepat. Ga perlu harus ke tempat kursus, kadang melalui youtube aja juga bisa sambil belajar.

    Good Luck yaa Awl! Ditunggu kabar baiknya dan semoga satu per satu resolusinya tercapai 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe thank you mbak Devinaa udah menyempatkan baca postinganku meski panjang-panjang😭🤧

      Iya mbak, semoga segala problema yang aku alami saat ini bisa menjadi latihan atau bekal untuk aku dapat lebih kuat lg menghadapi rintangan-rintangan yang mungkin akan lebih besar nantinya.

      Aamiin, terima kasih banyak apresasi dan supportnya mbak Deev!🤧🤧 Semoga mbak dan keluarga selalu dilimpahkan keberkahan oleh Tuhan dan diberikan kekuatan juga dalam menghadapi segala cobaan hidup. Aamiin aamiin, once again makasih banyak mbak Dev!🤧💕

      Hapus
  10. Hai Awl.... aku hanya ingin bilang

    Apapun keadaannya, dimana pun Awl sekarang, dan apapun yang sekarang Awl lakukan dan perjuangkan, Tetep semangat ya!! Kerja keras gak akan sia-sia, walaupun hasil nya gak memuaskan atau gagal anggep aja semua usaha itu lagi dalam antrian menuju jalan keluar tanpa batas 😁.

    Semoga Awl sehat selalu dan sukses ya dengan semua yang sedang Awl kerjakan!! Tuhan selalu bersama kita 👍🏻💪

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you so much kak Nisaa atas supportnya!🤧 Kuterharu😭

      Siapp kak, aku harus tanamkan itu dalam hati. Semoga nggak berhenti untuk berjalan dan nggak menyerah begitu aja, karena bisa jadi garis finishnya ada di dua langkah kedepan ya kak🤧

      Aamiin, semoga kakak juga selalu sehat dan semua rencana-rencana baik kakak dapat berjalan dengan lancar dan mendapat keridhoan-Nya. Much love for kak Nisa🎁 and may God bless you always🤗💕

      Hapus
  11. Halo ka..
    seneng banget bisa baca postingan dari kaka, ini bener - bener lagi booming dan warm banget sih kalo menurut. sempet juga pembahasan ini dibahas lewat berbagai postingan2 ataupun tweet di media sosial dan ya itu dia, sering kali kita membandingkan diri kita dengan kesuksesan orang lain. itu kayaknya fine2 aja selama kita terus mengupgrade diri kita dan terus fokus sama diri kita sendiri, seperti yang kaka bilang aku setuju banget semua orang punya jalannya masing - masing. tergantung dari kitanya, buat terus konsisten ngejalanin itu semua..
    pokoknya semangat terus buat ka awl..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo kak Revi, terima kasih sudah main juga kesini😍

      Sepertinya persoalan tentang quarter life crisis seperti ini memang nggak bisa dielak ya, kak. Sebab kita sekarang hidup di era dimana semuanya bisa terekspose dengan mudah, even pencapaian-pencapaian orang lain yg bikin kita gampang iri dan dengki. At the end of the day, bukan urusan kita untuk iri dengan apa yg bukan milik kita sebab itu memang bukan milik kita dan setiap orang punya cara masing-masing untuk menggapai apa yg diimpikan. Semoga suatu saat apa yg kita impikan juga dapat terwujud ya, kak🤧

      Thank you atas supportnya, kak Revi! Semoga kak Revi juga selalu semangat, sehat dan sukses dalam menjalani kehidupannya ya🤧💕

      Hapus
  12. Hola Awl, no worries, you will get there anyways! 🥳

    That's okay jika sesekali Awl merasa tertinggal, tersalip, dan kalah, it's normal, yang penting tetap bangkit dan keep going, berjalan di flower path yang Awl bangun khusus untuk diri Awl, dan jadikan achievement orang lain sebagai support bukan sebagai perbandingan 😁 Buat warna hijau untuk dunia Awl sendiri, agar meski rumput tetangga lebih hijau, namun rumput Awl pun tetap hijau dengan shade berbeda 😍

    Semoga Awl bisa overcome the situation, dan be proud yaaa 🥳 Much love, kakak ~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hola kak Eno, thank you so much kakak sudah menjadi salah satu support system-ku di internet😭🤧

      "Buat warna hijau untuk dunia Awl sendiri, agar meski rumput tetangga lebih hijau, namun rumput Awl pun tetap hijau dengan shade berbeda 😍.."

      I was moved, a lot🤧. Yassh, aku harus semangattt dan nggak boleh menyerah, agar aku bisa buat rumput yang hijau sendiri. Bukan untuk pamer ke orang lain, tapi semata-mata untuk kebahagiaan diriku sendiri dan orang-orang tersayang yg mengiringi setiap langkahku🤧

      Terima kasih banyak sekali lagi, kak Eno😭 It really means a lot for me💕
      Much love♥️♥️

      Hapus
  13. Awl, aku doakan yang terbaik untukmuuu! Semoga doa dan harapan Awl bisa terkabul 🙏🏻
    Pokoknya yakin jika ada niat, maka akan ada aja jalan yang terbuka untuk ditempuh 😁
    Memang rumput tetangga terlihat lebih hijau, tapi jangan hal tsb menjadikan diri kita menjadi pesimis, melainkan jadikan hal tsb sebagai motivasi untuk kita bisa menjadi lebih baik.
    Pffft ngomong sih gampang ya, tapi ngelakuinnya nggak segampang itu #plakk 🤣

    Pokoknya Awl semangat yaaaa!! 🤗🤗🤗❤️

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kak Liiii, Aamiin makasi banyak yaa kak:'((

      Haha gapapa kak Li, meski lebih sulit praktik secara langsung daripada sekadar bicara, setidaknya kita punya bekal untuk berjalan ke arah yang lebih baik. Dan seperti kata kak Eno, kita buat rumput yang hijau juga agar kita nggak lagi melirik lirik milik orang lain:')

      Semangat jugaaa buat kak Li, and thank you so much atas supportnya!:'((
      Much love, Awl♥️♥️

      Hapus
  14. Halooo.senang baca tulisan ini.apapun yang terjadi pada hidup kita,tetap semangat aja ya.gak usah ngukur sepatu kita sama sepatu org lain,beda bgt kok.tiap org punya jalan hidup masing2.bismillah aja buat yang terbaik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo mbak, Enny! Thx for visited, dan terima kasih juga atas supportnya:')
      Iya mbak, bismillah aja. Selama niat kita baik, percaya dengan usaha dan hasil yang akan Allah berikan untuk kita ya, mbak.

      Sehat selaluu untuk mbak Enny:)

      Hapus
  15. Semangat, Awl...
    Semoga dimudahkan dan dilancarkan skripsinya. Masing2 orang punya jalannya sendiri-sendiri, titik awal dan titik akhirnya pun berbeda-beda. Jadi, bener banget, instead of comparing your life with others, lebih baik membandingkan dengan diri sendiri di masa lalu. Kadang kita (aku sih sebenernya ini mah ^^") suka lupa sama yang udah dicapai gegara terlalu fokus sama yg belum didapatkan. Padahal yakin deh, kalau dianalisis lagi, sebenarnya kita udah improve banyak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, thank you mbak Hichaaa!:')))

      Exactly, akupun sering lupa dengan pencapaian diri sendiri, dan malah terlalu fokus sama apa yang sudah dihasilkan orang lain. Padahal kalau dipikir pikir, dengan berjalan sejauh ini aja menandakan sebuah pencapaian karena kita sudah berhasil survived, belajar dari pengalaman sendiri, tanpa merugikan orang lain. As simple as that:(

      Semoga setiap langkah mbak Icha juga selalu dimudahkan dan diberi kekuatan dalam menghadapi rintangan yang ada, Aamiin. Once again, makasi banyak mbaak!♥️

      Hapus
  16. Aamiin ,semangat semangat dan semangat :)

    BalasHapus
  17. Awl ku mau nangis bacanya ahaha.. thank you for sharing. Masa-masa ngerjain skripsi di mana banyak teman yang udah duluan lulus memang bikin perasaan jadi jungkir balik yaa? Tapi percaya deh, selama Awl masih mau berusaha, belajar dan ga nyerah, hasilnya akan segera jadi baik :')

    Semangat Awl!! ❤️❤️❤️

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaaaak kujuga jadi terharu baca komen kak Eyaa:'))

      Jungkir balik banget kak Eyaaa, kayak dunia Sissy, wkwkw:D
      Aamiin, insya Allah aku pasti bisa! Sedikit lagiii, hiyaaaat.

      Thank you so much kaaak *nangiiid huhu*. Semangat dan sehat selalu juga untuk kak Eyaa, ya♥️♥️

      Hapus
  18. Lupa mulu mau ke rumah awl yang baru pindahan nih..

    Awl baca komentar ini moga udah sarapan ya.

    untuk awl, semoga dimudahkan yaa untuk urusan risetnya. Melakukan riset ini kadang seperti menguji keberuntungan. Tapi denngan keyakinan dan usaha keras, insyaAllah harapan itu semakin dekat.

    Aku kadang menutup diri untuk membandingkan diri dengan teman-teman seperjuanganku yang sudah masuk kategori sukses menurut banyk orang. Tapi kadang aku juga mencoba membuka diri, karena berada di jalur nyaman itu nggak enak, kita terlalu tapi kita tidak beradaptasi dengan perkembangan. Yaaa, this shall past, bismillah.. keep going on, Awl.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Ghiiiin, dah lama juga aku gak kumen di rumah mbak Ghina:((

      Haha Alhamdulillah udah kok mbak, sarapannya tadi jam setengah 11 wkwk. Aku semenjak gak ada kuliah jarang sarapan pagi soalnya. Terakhir makan pagi tuh jam setengah tujuh waktu pulang ke rumah. Hihi jadi curhat:D

      Iya mbak, menguji keberuntungan dan kesabaran diri banget. Setiap bab tuh cobaannya beda beda, terlepas dari tema yang diambilnya:(

      Aku rasanya mengerti soal menutup diri dan membuka diri itu, sebab saat ini akupun sedang ada di posisi itu, mbak Ghina. Kadang menutup mata sangat disarankan saat kita sudah terlalu jauh melupakan eksistensi diri dan berada di ambang overthinking, tapi ada kalanya perlu juga membuka mata agar kita nggak terlena dengan zona nyaman ini. So, i can relate:'(((

      Bismillah, thank you for the sweet words, mbak Ghin. Insya Allah bisa, yeayy!♥️♥️♥️

      Hapus
  19. Semoga sukses ya, awl. Ah, jurusan Jepang ya. Mereka punya istilah yang cocok untuk ini: Ganbatte! Karena budaya mereka sangat menghargai usaha. Kalau orang Indonesia bilang "semoga sukses", karena kita berdoa (mengharap kepada yang di atas untuk membantu) dengan kata semoga. Orang Inggris bilang Good Luck, karena mereka bilang usaha jodohnya adalah keberuntungan. Tapi apapun itu, yang penting tetap semangat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, thank you atas supportnya mbak! Dan terima kasih juga sudah main main ke rumah mayaku:')

      Aamiin aamiin, harus tetap semangat seperti judul post ini ya mbak, don't stop, and of course don't give up!

      Semangat juga untuk mbak Dyah!:'D

      Hapus
  20. Iseng buka blog teteh, dan ngerasa harus dilanjutin smpe beres. I think, i found my self di tulisan ini. Makasih untuk tulisan ini, word by word such have some expression. Trimakasih atas ajakan semangatnya yang ternyata benar benar terasa setalah baca ini. Fighting kak awl!!!!

    BalasHapus
  21. Hi Awl,

    pertama-tama, nama blognya sangat menarik sekali, justawl, suka aja dengan "awl" nya,


    pasti ini tulisan cukup merangkum beberapa tahun kehidupan di perkuliahan,
    dan,
    relate banget sama sayah, miriiip ceritaa

    saya, sedari SD ternyata sudah berada di lingkungan yang "ambisius" akan nilai sekolah, tepatnya teman-teman saya. semasa SD saya sering masuk kandidat 10 besar, namun tiada pernah mencicipi juara 1-2, pernah sekali saja juara 3. Saat SMP, pun begitu, engga sengaja diterjunkan ke satu-satunya kelas yang diunggulkan, saya masih saja bergelut dengan lingkungan teman sekolah yang rajin-rajin, namun saya jarang merasakan 10 besar. Menginjak bangku SMA pun, saya masih menjadi salah satu anak di satu-satunya kelas unggul. Seiring masa SMA berjalan, saya bertemu suatu titik dimana sudah terlalu Lelah ikut berlari Bersama teman-teman yang ambisius : gercep menghafal, gercep mencatat, gercep menyerap, gerce[ bikin tugas. hingga yang saya rasakan sama persis dengan awl yakni : biarlah mereka yang terus berlari, saya kan masih di-sini-sini aja alias menyerah berkompetisi, alhasil saya sempat menduduki ranking 5 besar akhir, meski bagi kelas lain, kami yang 5 terakhir adalah seperti 5 besar awal di kelas mereka. memasuki dunia perkuliahan, yang mana tak satupun teman sekolah tadi yang mengikuti jejak saya di jurusan saya, semuanya teman baru di dunia kuliah. lalu saya menemukan beberapa teman yang senada dengan saya, lebih santai. ternyata, almost semua teman satu angkatan saya anaknya santai, terlebih saya memutuskan untuk memilih kelas biasa, yakni keluar dari kelas unggul berbasis Bahasa inggris, ternyata lagi-lagi entah bagaimana saya menjadi salah satu daftar mahasiswa kelas berbasis internasional. saya merasa inilah titik nyaman saya. Lelah berpacu dengan sesama teman saat bangku SMP-SMA menjadikan saya terlena jauh untuk bersantuy-santuy. kehilangan hasrat berkompetisi, kehilangan jiwa saing, akhirnya saya menjadi lambat dalam memahami materi kuliah. yah, setidaknya saya masih dalam lingkungan teman yang masih on the track, terkadang kan org terkecoh dengan lingkungan perkuliahan sehingga membawa ke negative.

    akhirnya saya lulus setelah berjuang 4,6 tahun, artinya saya pun harus menambah 1 semester dari jadwal normal kelulusan.

    yang terjadi tetaplah terjadi, meski sempat ada penyesalan kenapa terlalu selow sehingga membuat saya segala lamban, namun saya tetaplah harus bersyukur, kalau bukan krna pengalaman itu, mungkin saya tidak banyak belajar sekarang

    dalam dua tahun belakangan, saya ingin mengejar ketertinggalan sebelumnya, saya mulai mencoba belajar skill2 tertentu, upgrade lagi,

    yap bener banget yah, better late than regret. daripada "makin" menyesal engga ngapa-ngapain saat sudah sadar kan,,,

    semangattt

    BalasHapus