Bahagiaku

by - Januari 25, 2021

Akhirnya label podcast gue datang lagiii!!! 

Beberapa hari yang lalu, gue dapat surel hangat dari kak Ady di sore hari. Isinya berupa apresiasi beliau tentang podcast gue yang sebetulnya udah gue lupa keberadaannya beberapa bulan ini😂. Tapi entah kenapa waktu komentar di salah satu post kak Ady, gue sempat teringat dengan podcast gue yang sudah lama vakum ini. Turns out dari situ pemikiran tentang siniar berlanjut (namun saat itu gue belum punya inspirasi mau tulis apa). Sekarang akhirnya gue mendapat sebuah ilham dari kak Ady yang secara nggak langsung menambah semangat gue untuk kembali memproduksi episode baru. *Thanks, kak Ady!😁

Kebetulan, seminggu ini cerita kehidupan gue lagi berwarna-warni. Maksudnya berwarna-warni itu kayak nano nano, alias asem manis asin kecut sepet, dsb. deh🤣 Salah satunya tentang emosi diri. Jadi, gue kepikiran untuk menuliskan ini. Daripada cuma nganggur di buku harian, kan. So, walaupun ini bisa dibilang bukan puisi yang biasa gue buat sebelumnya, semoga bisa menemani awal pekan teman-teman yang dingin ini yesss😉. 

Ah iya, by the way, akhir-akhir ini Bandung udaranya lagi dingin terus. Gue sampe pake jaket tiap hari, dan bersin-bersin terus saking dinginnya. Kalau di daerah teman-teman gimana?

P.S: Jangan lupa langsung dengarkan episode-nya dengan klik di bawah ini, ya, teman-teman dan kakak-kakaku yang baik hati dan rajin menabung! Wk💕🎀 Entar takut kelupaan lagi karena gue udah kebanyakan cingcong duluan😆 Cheerio! Dan maafkan kualitas audio yang jelek ya😟 Gue masih harus nemu ritme yang bagus buat alat rekam yang enak soalnya.

o-o

Bahagiaku Bahagiamu


Seringkali pada waktu-waktu tertentu, kita terlalu menggantung harap pada seseorang. Mengira bahagia tak boleh dicapai sendiri. Lantas kecewa saat menyadari bahwa sejatinya kita memang selalu sendiri di ruang kosong.

Tanpa sadar selalu bergantung padanya, pada mereka, atau pada apapun yang membawa ketenangan. Bahkan saking nyamannya mereka merangkul kekosonganmu, kau sampai tak sadar bahwa ketika ia tak ada, kau merasa ada yang hilang. 

Tak tahu bagaimana caranya tertawa seorang diri. Merasa tak berarti, tak hidup, tak ada kawan. Merana dalam keputusasaan. Ada kekuatan magis yang tak bisa dicerna untuk selalu menuntut eksistensinya. 

Kau selalu ingin diperhatikan, ingin afeksi darinya. Menurutmu, bahagiamu adalah bahagianya. Sebab katanya, bahagiaku bahagiamu juga.

Kau lupa.

Bagaimana jika bahagiamu adalah mendengar detak jantung dan suara rendahnya yang tiada henti mengisi hari?

Bagaimana jika bahagiamu cukup menyaksikan senyum mereka yang manis dengan kedua matamu setiap harinya?

Bagaimana jika bahagiamu sesederhana ketika membicarakan tentang aspirasi, politisi, beradu persepsi, hingga serentet kalimat tak berisi bersamanya?

Apakah dia akan selalu sanggup mengisi bilah-bilah ringkih dalam tubuhmu?

Mungkin ya, mungkin saja tidak.

Karena kenyataannya, dia, mereka, tetap berdiri sendiri pada kakinya. Mengisi cangkir kehidupan miliknya, yang tak sekosong dan seringan dirimu.

Kini, kau telah bermain terlalu dalam dengan ekspektasi. Mengubur realita akan definisi bahagia. Kau juga lupa, bahagia tak mesti selalu datang dari raga lain. Sebab jika cinta sudah mengekang dan menawarkan ketakutan, kemana kita akan lari? 

Kebahagiaan apalagi yang bisa ditemukan? 
Bukankah dia sudah tak bisa diandalkan?

Menakutkan ya, bermain dengan harapan. Kau pikir bahagianya hanya bersumber darimu ketika dia bilang begitu? Dan kau lantas tak terima jika dia bisa menciptakan bahagianya sendiri? 

Bukan begitu maksudnya.

Kalau seperti itu, kau telah menciptakan dunia yang tak adil untuk seseorang yang kau anggap sebagai satu-satunya bukti keadilan dari Tuhan. Sebab memberi butuh saling. Perlu kedua tangan untuk saling menopang. Kebahagiaan tak selalu untukmu dan tak selalu dari mereka.

Pada akhirnya kau harus tahu, bahwa kebahagiaan kau sendiri yang temukan. Dan saat kau sudah berhasil menciptakannya, maka kau akan mengerti, apa yang kau butuhkan, dan apa yang mereka butuhkan. Bahwa bahagiamu adalah bahagiaku juga.

Dan bahwa bahagiaku, adalah bahagia untukmu.

You May Also Like

28 komentar

  1. Awl, puisinya bagus dan deep banget 😭 . Nggak heran kalau banyak yang suka dengan podcastmu karena memang karya Awl bagus-bagus 😍
    Semangat terus dalam berkarya, Awl!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you kak Liiii, makasi banyak sudah mendengarkan podcastku! Padahal masih banyak kurangnya, hoho. Tapi aku janji akan improve lebih bagus dari ini kedepannya🤧. Semangattt!💪🏻💪🏻

      Once again, makasi banyak kak Lii! xoxo💕

      Hapus
  2. Selalu sukaaa tentang Podcast Awl. Cuma aku blom bisa dengerin karena lagi di kantor dan ga bawa headset 😂 Baca puisi nya aja udas jleb bangeeet.Setuju sama Lia kalo karya kamu deep bangeeeet.

    Sepakat juga sama kamu kalo kebahagiaan itu diri sendiri yg temukan dan ciptakan. Ga serta merta harus nunggu orang lain untuk bikin kita bahagia.

    Terkadang bahagia itu relatif juga. Meskipun ga bisa sama rata, tapi tetap ada kemiripan antara bahagia yg ada.

    Semangat berkaryaaa yaa Awl 💪

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayooo mbak Dev harus dengerin juga kalau udah senggang yak! *Haha maksa bangeedd:D

      Iyaa mbak, meski relatif untuk masing masing orang, tapi karena kebahagiaan itu kita sendiri yang rasa, jadi seharusnya kita bisa menakar nakar apa yang membuat kita bahagia dan sejauh apa kita lepas dari kontrol diri untuk menciptakan bahagia sendiri. Supaya nggak termakan dengan ego dan ekspektasi, karena kalau sudah kecewa rasanya nggak nyaman banget, hiks:((

      Siappp, makasi banyak yaa mbak Dev apresiasinyaa. Huhu, semangat berkarya untuk kita semuahh!<3

      Hapus
  3. Ternyata bahagia itu sederhana. Cuma bisa komentar segini. Podcast yang satu ini terlalu mewakili diri saya, jadi bingung mau komen apa.

    Ditunggu episode lainnya Awl. Saya udah mengikuti podcast nya di Spotify, tapi kok gak ada notif ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget mas Nandar, kadang yang membuatnya tidak sederhana justru adalah kita sendiri yang menaruh ekspektasi terlalu besar. Kalau diresapi, hal hal kecil kadang bisa aja bikin kita seneng, kan:')

      Wah iyakah? Saya nggak ngerti sih kalau di spotify gimana feed nya, soalnya beberapa podcast yang saya follow juga nggak ada notif. Paling cuma musisi yang difollow aja yang ada notifnya. Tapi kalau ada episode baru sih saya usahain posting juga di blog, mas:D

      Anyway, makasi banyak apreasiasinya yaa mas. Sampai difollow juga huhu senang sekali:') Semoga tulisan dan podcastnya nggak membosankan untuk dinikmati.

      Hapus
  4. Pas ngedengerin suaranya Awl sambil baca teksnya, pikiranku langsung melayang keinget kemarin nonton reaction-nya Twilight yang dibawain terapis dan filmmaker. Dan pas banget, ada pembicaraan soal you're complete me yang kalau disambungin sama puisinya Awl cocok.

    Beberapa tahun lalu, dari jaman SMP kenal komik yang isinya kisah cinta dan drakor, keknya ke brain wash banget otak uwe dengan konsep ini. Sampai tahun 2019, ada influencer yang aku follow dan dia bilang dia nggak percaya dengan konsep you're complete me atau you're the one. Dia kasih tahu alasannya but I didn't get it. I mean point yang mau dia sampaikan.

    Nah kemarin itu (abis nonton reaction) baru yang ngeh dan dapet pengertian yang pas soal don't trust what media said about relationship, salah satunya you're complete me. Isinya seperti apa yang kamu jabarin di podcastmu kali ini. Aku suka analogikan manusia-manusia yang "complete" dengan sumber mata air. Dia tahu gimana caranya mengeluarkan air untuk memenuhi tempatnya yang kosong. Adapun dia ketemu seseorang, orang ini bukan melengkapinya, tapi lebih sebagai booster, vitamin, kalau diminum ngeboost tubuh, kalau nggak dikonsumsi ya biasa aja, I can live without you.

    BalasHapus
    Balasan
    1. What an inspiring thoughts, mbak Pipit!<3

      Aku sendiri mengalami gimana giatnya media di sekitar kita membahas soal relationship dengan idealismenya (for instance harus selalu ada dan bergantung satu sama lain), dimana kalau 'nggak ada kamu aku bisa hampa, nggak hidup', dllnya seakan menjadi sebuah keharusan. Mungkin kalau kita merasa bergantung dalam beberapa hal isokey ya, as long as kita masih punya kontrol akan diri sendiri. Nah ini yang parah, kalau kita sudah nggak punya kendali dan menganggap sumber kebahagiaan adalah orang lain, while it's not.

      Aku sukaa banget dengan analogi mbak Pipit (duh susah yaa pake laptop gabisa ngasih lope lopee:D), baik saat deras atau tenang, si sumber mata air ini justru akan mengalir bersama objek lain yang dia temui di sepanjang jalannya yaa. Bukannya stuck bareng bareng atau jadi terlalu menggantungkan diri sama sumber lain, tapi sama sama mengiringi karena toh masing masing sudah punya jalannya. Ah, saya sukeu saya sukeu!<3

      Hapus
  5. Barusan coba play podcast yang Awl bagikan, dan nggak sadar didengar sampai kelar 😆 Suara Awl itu tipe suara penyiar radio yang menenangkan. Kan ada dua tipe tuh yang sering kakak dengar, satu yang tipe ceria heboh macam Indy Barends *omg ketauan tuaknya*, namun ada pula tipe yang calm dan biasanya lebih sering host radio saat malam. Nah ini sering kakak dengar ketika baru pulang kerja, di mobil, suaranya menenangkan, dan playlist lagu yang diputar mostly jazz, classic 80'an 😍

    Nggak heran jika Ady suka dengan podcast Awl. Thanks for sharing, ya 😆

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ehehe kumaluuuu didengar kak Eno sampai habis:'D Mungkin karena dari dulu punya cita cita pingin jadi announcer, namun belum kesampean, akhirnya menciptakan dunianya sendiri disini, kak Eno, hihi. Soalnya dulu sempat ikut kegiatan UKM di kampus pun nggak rajin sih:')
      Sejujurnya akupun dulu sering dengar radio setiap mau tidur, kak Eno, hanya semakin kesini medianya berubah jadi podcast. Mungkin dari sana juga dapat inspirasi untuk membuat hal yang kurang lebih sama, ehehe. Semoga akupun bisa masuk playlist yang sering kak Eno dengar pas pulang kerja, yuhuuuuu! *wkwkwkw, harus improve skill dengan ekstra lagi nih tapinya:D

      Timakaci kak Enoo atas apresiasinya, semoga aku bisa membuat yang lebih baik lagi kedepannya, Aamiin:D

      Yosh ssemangatt^^

      Hapus
  6. Perdana dengerin podcast Awl niih 🙈 Setuju sama Mba Eno, suaranya Awl tipe suara yang menenangkan, apalagi isinya deep banget gini.

    Aku sangat suka dengan apa yang Awl tulis dalam puisi ini. Beberapa orang mungkin cukup beruntung dengan berekspektasi dan menggantungkan kebahagiaannya pada orang lain dan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia harapkan, seperti yang Awl tulis di sini, bahagiamu adalah bahagiaku. Aku dulu sangat percaya dengan kalimat bahagiamu adalah bahagiaku ini, lalu di saat aku merasa bahagia dan teman-temanku menganggap yang bikin bahagia ini sangat remeh, aku merasa sangat kecewa hahaha. Dari situ bertanya-tanya, mungkin bahagiaku adalah bahagiamu ini enggak bisa diberlakukan ke semua orang 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eehehe, makaci kak Eyaa! Semoga kesan pertamanya nggak kapok ya dengerin podcastku:D

      Wahh sedih banget sih pasti kak kalau sumber kebahagiaan kita diremehkan begitu, apalagi sama teman sendiri *nangiiiiss:'(*. Maka dari itu kita nggak bisa mengharapkan orang lain untuk sama prinsip serta value yang digenggamnya dengan kita. Seperti cerita kak Eya, kalau kita saja bisa bahagia dengan hal hal yang kita temukan, kenapa kita mesti khawatir dengan kebahagiaan orang lain? Sebab kita nggak bisa mengharapkan orang lain untuk sama respon bahagianya dengan hal yg kita dapatkan. Mungkin ada orang yang bisa menghargai setiap sisi diri kita, hanya saja betul, nggak bisa berlaku untuk semua orang.

      Semoga kita selalu dikelilingi oleh orang2 yang baik dan nggak toxic yaa kak Eya, orang2 yang selalu menghargai apapun diri kita, even hal sederhana yang bisa membuat hidup kita terasa lebih menyenangkan^^.

      Hapus
  7. Baru aja tadi, sekitar jam 5 lebih 15 menit, cahaya sudah meredup ditambah hujan yang turun sejak masuk waktu sore.

    Aku dengan jas hujan ponco merah yang kupinjam dari teman, telinga tak lupa terpasang earplug karena sudah ritual kalo berkendara motor ga lepas dari mendengarkan podcast. Entah itu obrolan ngalor ngidul atau bicara soal bisnis, dan pas mau milih podcast apa yang mau kudengar sepanjang perjalanan, eh tahunya ada yang baru dari podcast-nya awl.

    Aku senang! karena selama berkendara motor dan hujan-hujanan, dengerin podcast awl membuatku merasa menjadi Rangga yang merindukan Cinta, scene AADC tergambar jelas di kepala. begitupun suasananya.

    Terima kasih awl untuk episode terbarunya, bagiku ga cukup durasi 4 menit, jadi pasti kuputar ulang kesemua episodenya biar lebih lama. lebih lama menjadi Rangga.

    hehehehe...

    Awl.. terima kasih karena udah nge-mention aku di blognya, kujadi maluuuu (><) tapi seneng, hehehehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahahaha, aku nggak kepikiran soal Rangga malahan, kak. Iya juga yaa kalau dipikir pikir, pujangga idola kita semua kan Rangga AADC, wk:D Walaupun aku masih merasa jauh kualitasnya dari puisi puisi Rangga, tapi kujuga senang kak Ady bisa menikmati podcastnya! Yeay!:D

      Jujur udah beberapa bulan ini aku bingung setiap kali ingin menulis sesuatu yang lebih puitis, rasanya inspirasi hilang, karena kebetulan juga beberapa bulan ini udah jarang baca buku (terlebih puisi atau prosa). Kalau tahun lalu memang daftar buku2 fiksi dan puisi yang kubaca totalnya lebih banyak, jadi bisa dapet banyak ilham setiap kali membaca. Kalau sekarang lumayan jadi tantangan banget karena stok bukunya lebih ke science fiction, huhu. Tapi semoga aku bisa terus membuat yang lebih baik dari ini, Aamiin. No excuse to be better!^

      Terima kasih jugaa kak Ady sudah memotivasiku selalu! Ehehe, karena itu menjadi keharusan pake banget nih buat mention kak Ady:D

      Ditunggu episode terbarunya ya kak Ady, weheheheheh:D

      Hapus
    2. wiii.. aku akan teramat senang kalo episode terbarunya rilis lagi, tapi take your time to craft your creation, no rush...

      karena kalo udah ada yg barupun, notifnya ada :)

      selain puisi, aku amat terkesan sama pemilihan dan timing backsoundnya, kok rasanya cinematic banget yaa.. ajaib.

      Aku jadi kepikiran pengen collab sama awl, aku jg suka bikin slideshow photo pake backsound yg kyk podcast awl, kayaknya bakal makin keren ga sih kalo ada suara awl jg yg baca puisi, atau narasi tertentu mengenai foto-fotoku, hehehe...

      cuma membayangkan aja.

      Hapus
    3. boleh banget itu idenyaa, keren kak Ady😁👏🏻 apalagi kalau narasinya nyambung sama foto-foto yang ditampilin kan bisa jadi cerita ya, wihhhh ntaps😍

      aku ngebayanginnya aja udah excited, hahaha. semoga bisa terealisasi ya kak😄

      siaapp kak Ady, kebetulan memang punya beberapa catatan di buku diary (cielah diary, wk😆), jadi sementara lagi nyatu-nyatuin dulu beberapa yang udah ada, ehehe.

      Hapus
    4. Wah wah sepertinya aku mencium bau-bau kolaborasi 😝 tapi waktu Awl bilang Mas Ady suka dengan podcast puisi Awl, terus aku sambil ngebayangin foto-foto Mas Ady yang cenderung melankolis, kok rasanya cocok. Sooo, ditunggu kejutan dari kalian berdua ya! 😆

      Hapus
    5. Waahh udah bisa terbayang, sama-sama melankolis abisnya yaa mbak😝 Tapi aku jadi kepikiran niih, kalau lagi kebingungan bikin episode baru, apa sebaiknya aku intip foto-fotonya kak Ady dan cari inspirasi disana aja yaa? Kayaknya menarik😆 Hahaha ini mah aku jadi ikutan excited sendiri mbak Jane, seriusss🤣

      Kalau secara teknis aku sendiri kurang begitu ngerti tentang edit-edit slideshow yang bagus gimana sih🤔 wkwkw udah mikirin teknis aja ya🤣 Gak tau nih kalau kak Ady gimana, kayaknya lebih paham soal slideshow photo karena sering bikin😁
      *colek kak Ady🤣

      Hapus
  8. Mbaa Awl, tau gaa, ini adalah podcast pertama yg aku dengerin. Iya, selama ini aku blm pernah dengerin podcast 😆😆
    Dengerin Mba Awl rasanya relaxing bgd, apalagi ngebahas self love ini memang favorit aku. Ga salag banyak yg suka dengerin podcast Mba awl 💖💖 Setuju kaya Mba eno, rasanya kaya denger penyiar2 radio klo malem2. Hehehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah iyakaaah? Kuterharu mbak Thessaa:')
      Semoga ini nggak jadi pengalaman yang buruk ya buat mbak mendengarkan podcast lain, wkwkwkw:'D Dan semoga mbak nggak kapok juga untuk mendengarkan podcastku, hihi.

      Jujur agak takut sih pas upload ini, takut nggak ada yang suka, walaupun sebetulnya kita nggak boleh membuat sebuah karya hanya karena agar disukai orang lain, tapi rasa degdegan kan pasti wajar ada yaa mbak ehehe. Ternyata Alhamdulillah apresiasinya lebih dari yang aku kira. Semoga aku bisa membuat lebih baik lagi dari ini dan bisa semakin bikin mbak Thessa relax sebelum bobo:D

      Ehehe, terima kasih banyak apresiasinya, mbak Thessa^^

      Hapus
  9. Benar, pada akhirnya kita harus tau karena bahagia merupakan suatu hal yg tentunya kita buat dan ciptakan sendiri, seperti rasa syukur yang tak bisa orang lain yg menanamkan perasaan syukur itu untuk kita, tp jika kita sendiri yg mengirimkannya dan menanamnya dalam diri kita, maka rasa syukur itu akan sangat terasa, karena hanya kita yang tau dalamnya diri kita.

    So adorable, karyanya sangat mahal, Awl. Semoga semakin berkembang podcast nya, semangkin melangit karyanya dan semakin dicintai banyak orang^^ semangaaat o((*^▽^*))o

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wait, siapa inii unknown? Hoho. Tapi terima kasih atas apresiasinya, kak^^

      Seperti mimpi besar juga ya, ka. Kalau hanya kita yang miliki dan temukan, tanpa harus menceritakan semuanya kepada orang lain, lambat laun proses menuju tujuan akan terasa lebih menenangkan untuk dijalani karena kita nggak perlu mendengarkan apa kata orang, bagaimana respon orang lain terhadap segala pencapaian dan harapan yang kita punya. Toh setiap inci dalam hidup kita hanya kita dan Tuhan yang tahu, pada akhirnya semua kendali ada pada diri kita. Sisanya tinggal kita temukan orang orang yang bisa mengiringi proses kita tersebut dengan kasih, hehe.

      Terima kasih sekali lagi apresiasinya:D
      Yosh semangatt!^^

      Hapus
  10. Akhirnya Podcast NoLS kembali. Jadi rindu juga sudah lama tidak mendengarkan. Benar kata kak Eno, tipe suara kamu itu sudah kayak penyiar radio, Aina. Saya jadi ingat teman kuliah saya yang baru saja gabung di salah satu radio lokal.

    Ohya, kemarin saya sudah sempat liat tulisan ini direading list. Perasaan kemarin judul pos ini "Bahagiamu, Bahagiaku" ato sebaliknya kalo tidak salah. Tapi tidak apa-apa, saya lebih suka yang ini. "Bahagiamu, Bahagiaku" ato sebaliknya malah terkesan kebahagian diri sendiri itu mesti dicari dari luar. Saya jadi ingat dialog Kale untuk Awan dalam film NKCTHI,"
    "Aku ga mau jadi sumber bahagia kamu. Bahagia itu tanggung jawab kita masing-masing"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Rahul, akhirnyaa😆 Sejujurnya saya pun nggak nyangka bisa update lagi, haha. Kemarin kayaknya hopeless banget karena selalu nggak punya inspirasi untuk nulis tentang label ini😆 Waahh keren banget temannyaa, Rahul, bisa gabung di sebuah radio😱 Saya dari dulu punya cita-cita pingin bisa kerja di radio tapi nggak kesampaian, cuma berhasil mencicipi ruangannya aja sama chitchat bareng announcernya waktu ada acara kunjungan yang diselenggarakan UKM. Sisanya nggak diseriusin (lebih tepatnya karena nggak PD🤣), jadi keseringan minder dan akhirnya disalurkan lewat podcast ala-ala aja😂 Eh tapi aku mengamini kata-katamu dan Kak Eno, Rahul, ehehe. Semoga suatu saat bisa ngerasain jadi penyiar radio😁

      Yeppp sebelumnya judulnya memang "Bahagiaku, Bahagiamu", nggak ngira ternyata Rahul notice ya😂 Saya pikir juga begitu, soalnya. Dari sebelum postingan dan podcast ini diupload, saya sendiri maju mundur karena galau enaknya gimana nentuin judul yang pas. Setelah dipikir-pikir, akhirnya keputusannya balik ke pilihan awal yang mana memang judul yang sekarang, biar nggak keluar jalur dari pesan yang disampaikan, bahwa pada akhirnya kita nggak bisa selalu melibatkan orang lain untuk perasaan-perasaan yang seharusnya bisa muncul dari dalam diri sendiri. Syukurlah kalau ternyata Rahul juga lebih suka yang ini😁

      Hapus
  11. Baru dengar suaranya mbak Awl!! Enak ya di telinga, kalau di dunia vokal mungkin seperti istilah serak-serak basah (maaf nggak ngerti bagaimana mendeskripsikannya). Cuocok...Topiknya juga ok banget. Semoga makin banyak ke depannya.

    Biasanya kalau bikin podcast peralatannya pakai apa saja mbak? Penasaran, deh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ehehe terima kasih mbak Phebie!😁 Mungkin yang dimaksud suara husky gitu kali yaa, mbak? Serak tapi nggak yang serak becek gitu? Wkwkwk😂. Aamiin, semoga setelah ini nggak ada alasan lagi untuk nggak konsisten dan moody-an buat bikin episode baru, hoho😍😁

      Kalau peralatan yang digunakan, untuk sementara aku pake microfon bm-800, mbak Phebie. Sama sisanya software yang standar untuk audio editing. Pilihannya antara Audacity atau Adobe Audition. Sebetulnya kalau buat podcast, peralatannya cukup aplikasi recorder di handphone sama software untuk edit audio aja udah cucokk dan bagus kok mbak😍. Soalnya aku waktu coba-coba buat episode pertama itu cuma rekam pake handphone dan sisanya diedit menggunakan audacity (karena gratisan😆). Kalau hp-nya bagus, kualitas rekamannya justru bisa ngalahin kualitas microfon😁

      Hapus
  12. Awlll, akhirnya podcast baru lagi yaaa! ❤️ Ini kayaknya kedua kali dengar puisi kamu, pertama kali kalau nggak salah aku dengar yang Paham Makna. Dan dengerin suara kamu memang cocok dengan cuaca di Bogor saat ini juga, sendu-sendu sambil merenung 🙈

    Aku salah satu yang takut kalau suatu hari kehilangan seseorang (seperti pasangan) dan nggak bisa lagi berbagi kebahagiaan, kayaknya aku bakal putus asa sekali 😢 Tapi yang kamu bilang betul, we have to define our own happiness ya. Lepas dari individu lain, kita harus bisa content dengan bahagia diri sendiri.

    Thanks for the message, Awl! ❤️

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yeaaayy, akhirnyaa mbak Jane, setelah lebih dari enam bulan menghilang podcastnya🤣 Hihihi. Iyaa ya, aku masih samar-samar ingat kayaknya komen mbak Jane waktu itu tentang hipnotis-hipnotisan, wkwkwkwk😆 Sekarang kurang lebih masih di satu jalur genrenya, semoga mbak Jane nggak bosan ya😂

      Iya mbak, sejujurnya itu juga salah satu ketakutanku sih🙁 (dan mungkin ketakutan kita semua ya mbak?🤧). Maka dari itu, meski kita punya seseorang yang bisa dijadikan pijakan dan tempat untuk berbagi, mau nggak mau kita harus punya benteng sendiri yg bisa siap jika suatu waktu takdir berkata lain. Entah karena kesalahan dari kita sendiri, atau dari pasangan, atau dari sisi cerita yang lain🤧 Huhu jadi sedih kalau membayangkan hal seperti ini😭

      Eniwey, terima kasih juga mbak Jane sudah mendengarkan podcastkuuu😍 Sering-sering main ke segmen ini yaa mbak😆😳

      Hapus